bakabar.com, BANJARMASIN - Beberapa pengunjung mengeluhkan tingginya harga tiket masuk (HTM) wisata Kampung Ketupat Banjarmasin.
Asumsi ini berdasar hasil pantauan beberapa waktu lalu di tempat wisata yang berlokasi di kawasan Sungai Baru, Banjarmasin Tengah itu.
HTM dipatok beragam: Senin dan Selasa dipatok Rp10 ribu/orang. Rabu hingga Jumat, Rp15 ribu/orang. Sedang Sabtu dan Minggu Rp20 ribu/orang.
HTM itu belum termasuk biaya parkir. Untuk kendaraan roda dua, biaya parkir Rp3 ribu. Sedangkan kendaraan roda empat, dipatok Rp5 ribu.
Kendati demikian, bagi pengunjung yang membawa anak usia lima tahun, HTM digratiskan.
Dengan membayar HTM, pengunjung dapat menikmati fasilitas bersantai. Duduk-duduk di ampiteater, yang di atasnya terdapat seni instalasi berupa ornamen ketupat raksasa. Pendopo, atau di bangku-bangku yang disediakan di kawasan tersebut.
Selain itu, satu tiket itu juga bisa ditukarkan dengan satu botol air mineral kemasan di gerai makanan/minuman di lokasi tersebut.
Selain menyediakan tempat bersantai, di dalam kawasan tersebut juga terdapat wahana bermain untuk anak. Misalnya, kuda-kudaan. Namun, wahana bermain itu, kemarin masih belum berfungsi.
Siti Ramlah, salah seorang pengunjung mengaku penasaran dengan destinasi wisata Kampung Ketupat ketika melihatnya di sosial media.
"Melihat orang-orang ramai. Jadi pengin mencoba," ujar warga Kertak Hanyar itu.
Serupa, Ida, warga asal Kebun Bunga, Banjarmasin Timur juga mendatangi Kampung Ketupat, lantaran penasaran.
"Biar tak ketinggalan kabar, makanya mencoba ke sini," jelasnya.
Tapi, kedua pengunjung itu sama-sama mengeluhkan HTM yang mereka nilai masih terlalu mahal, terlebih hanya bisa ditukarkan dengan sebotol air mineral.
"Saya rasa HTM-nya mahal. Kalau bisa Rp10 ribu saja," harap Siti Ramlah.
Begitu pun Ida. Dia meminta, HTM untuk akhir pekan bisa diturunkan tarifnya.
"Kan bakal banyak pengunjung yang datang. Bayangkan bila misalnya lima orang, kan harus membayar Rp100 ribu," keluhnya.
Di sisi lain, dengan harga tiket yang lebih murah, Ida merasa, akan lebih banyak orang yang tertarik untuk berkunjung.
"Akhir pekan itu kan biasanya pengunjung yang datang juga ada yang berasal dari luar daerah. Jadi supaya tambah ramai, dan demi banua kita juga, bisalah diturunkan," tuturnya.
Selain Siti Ramlah dan Ida, terlihat ada dua pengunjung laki-laki yang harus rela putar balik karena tidak membawa cukup uang.
"Kami cuma punya Rp20 ribu. Uangnya, kurang Rp10 ribu," ujar Fajar dengan rekannya, Amat.
Keduanya warga asal Gambut, Kabupaten Banjar itu baru saja pulang dari tempat kerja di kawasan Jalan Ahmad Yani kilometer 6.
Keduanya mengaku sudah sering melihat kawasan dengan ornamen yang mencolok itu dari kejauhan.
"Kami penasaran tempat apa, makanya kami ke sini," ucapnya.
Meski Fajar dan Amat sempat ditawarkan bantuan untuk menambah uang mereka agar bisa beli tiket, namun keduanya dengan sopan menolak, lantaran mengaku kadung kecewa.
"Lain waktu saja kembali ke sini, menunggu gajian," sergah Fajar.
Di sisi lain, masih mahalnya HTM kawasan itu juga ramai dengan komentar netizen di sosial media Instagram.
"Terlalu mahal, kasihan warga yang tidak punya uang. Rp5 ribu, semestinya pas. Kalau Rp15 ribu, anak banyak, bakal banyak ongkos yang dikeluarkan," tulis @naura_kurnalia di akun @info_kejadian_banjarmasin.
Kemudian, tak sedikit pula yang baru tahu, bahwa ternyata untuk memasuki kawasan tersebut mesti membeli tiket.
"Wah, berbayar ya mau masuk ke sana. Jadi berpikir dulu kalau mau ke sana. Padahal, rencana pengin lihat-lihat," tulis akun @aty_nurmiati_.
Meski begitu, ada juga sebagian pengunjung yang menanggapi santai perihal HTM yang dianggap tinggi.
"Mungkin karena tidak sedikit biaya yang dikeluarkan untuk pembangunan. Lalu, membayar petugas, baik itu petugas kebersihan, keamanan dan sebagainya," ucap seorang warga asal Pelaihari, Kabupaten Tanah Laut.
Jangan Sampai Bebankan Pengunjung
Anggota Badan Anggaran (Banggar) di DPRD Kota Banjarmasin, Afrizaldi mengapresiasi terobosan yang dilakukan Pemerintah Kota (Pemkot) Banjarmasin untuk memanfaatkan lahan tidur menjadi objek wisata baru, dengan cara kerja sama bersama pihak ketiga, dalam hal ini PT Juru Supervisi Indonesia.
Metode kerja sama yang diterapkan antara investor dan pemkot, adalah pemanfaatan lahan. Berlangsung hingga 15 tahun ke depan.
Revitalisasi lahan nganggur ini sendiri berlangsung sejak Agustus 2022 lalu. PT Juru Supervisi Indonesia menyalurkan dana Rp6 miliar untuk menggarap lahan seluas 7.000 meter persegi. Dari total luasan lahan, pembangunan menyasar 800 meter persegi saja. Selebihnya dirapikan.
Objek wisata ini digadang-gadang bakal menjadi sumber pendapatan asli daerah atau PAD bagi Kota Banjarmasin.
Namun, adanya riak keberatan warga atas HTM yang dinilai cukup tinggi, lantas menjadi catatan bagi Afrizaldi.
Politisi Partai Amanat Nasional ini menekankan agar pemkot bisa mendengarkan aspirasi atau keluhan yang datang dari masyarakat. Khususnya terkait HTM itu.
"Kalau misalnya itu menjadi beban, maka harus dievaluasi. Karena tidak menutup kemungkinan, bisa bertolak belakang dengan keinginan awal," ungkapnya.
Keinginan dimaksud Afrizaldi yakni investasi yang seyogianya bisa bermanfaat atau bisa dinikmati seluruh masyarakat.
Untuk ia berharap, persoalan tersebut bisa dibahas bersama-sama. Tidak hanya melibatkan pemkot, investor, DPRD di komisi terkait atau banggar saja, tapi, juga SKPD terkait lainnya.
"Tim aset daerah juga diperlukan. Untuk bicara bagaimana ke depan persoalan aset yang dibangun, untung rugi dan sebagainya," cetusnya.
Dan yang terpenting, baginya, jangan sampai investasi yang digemborkan atas kepentingan masyarakat, justru tidak bisa dinikmati oleh seluruh kalangan masyarakat itu sendiri.
Sementara itu, Kepala Bidang Pariwisata, di Dinas Kebudayaan Kepemudaan Olahraga dan Pariwisata (Disbudporapar) Banjarmasin, Fitriah, pun mengakui adanya hal itu.
"Iya, kami juga menerima informasi itu dari masyarakat. Yang menanyakan tarif tiket masuk ke kawasan wisata di Kampung Ketupat," ucapnya, di Balai Kota.
"Dari informasi masyarakat, HTM itu Rp25 ribu. Kami pun kaget. Karena angka HTM yang dipatok itu lumayan tinggi," tambahnya.
Menindaklanjuti hal itu, pihaknya pun lantas berkoordinasi dengan Ketua Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) yang ada di kawasan Kampung Ketupat beserta lurah setempat.
"Kami meminta agar dikoordinasikan lagi dengan pihak pengelola, dan HTM bisa dipertimbangkan lagi," jelasnya.
"Tujuannya tentu, agar tidak memberatkan pengunjung yang datang," tekannya.
Di sisi lain, Firtriah tak menampik bahwa sejauh ini pihaknya di Disbudporapar Banjarmasin, belum melakukan pendekatan kepada para pihak pengelola.
"Sejauh ini, kami hanya berkoordinasi kepada pihak pokdarwis atau lurah," tandasnya.
Lantas, bagaimana tanggapan pihak investor?
Pengelola wisata Kampung Ketupat, Hendra menyampaikan, pengelolaan kawasan murni dilakukan oleh pihak swasta.
Hendra sendiri mengaku, bahwa pihaknya dibuat kaget ketika harga tiket dianggap mahal.
"Karena sebelumnya, kami sudah melakukan survei terkait HTM itu," ungkapnya.
Menurutnya lagi, untuk HTM pihaknya tidak perlu melalukan sosialisasi. Alasannya, karena pihaknya adalah pihak swasta murni. Tanpa ada campur tangan pemerintah setempat.
"Dan terserah kami mau buka kapan, dan buka harga," jelasnya.
Dari banyaknya komentar warga, juga netizen terkait dipandang mahalnya HTM, Hendra mengatakan bahwa itu sudah disesuaikan. HTM selama sepekan, bervariatif.
Pertimbangannya, tak hanya lantaran selain bisa menikmati apa saja fasilitas yang ada di kawasan tersebut, dan mendapatkan minuman secara cuma-cuma.
Namun, juga lantaran kawasan wisata itu masih terbatas dengan adanya jumlah kunjungan.
"Kawasan itu, dibangun dengan material yang natural, alami. Bukan bangunan beton. Jadi, ada batas maksimal," jelasnya.
"Kalau HTM Rp5 ribu, kami yang bingung bagaimana untuk menjaga keamanannya, kebersihan dan sebagainya," kilahnya.
Di sisi lain, Head of Business Development PT Juru Suversvisi Indonesia, M Wahyu Ramadhan, juga angkat bicara terkait tempat wisata yang digagas pihaknya.
Ia mengatakan bahwa apa yang dibayarkan para pengunjung bukanlah untuk tiket semata.
"Istilah kami, pengunjung bukan beli tiket. Tapi beli minuman, bisa ditukar dengan harga yang sama. Seharga tiket itu," ucapnya.
"Tiket itu juga termasuk dengan menikmati fasilitas atau wahana bermain untuk anak-anak yang disediakan di sana," tambahnya.
Lebih jauh, sebagai investor, Wahyu menjelaskan bahwa pihaknya sejauh ini belum berbicara pada bisnis.
Tapi, lebih kepada agar pengunjung yang datang adalah pengunjung yang mau berwisata dan menikmati kuliner yang ada di kawasan tersebut.
"Kalau kami bebaskan tanpa tiket, kami khawatir ada pengunjung yang membawa makanan dan minuman sendiri. Lalu seperti itu, kasihan UMKM yang berdagang di dalam," jelasnya.
Disinggung apakah pembangunan di kawasan itu bakal ditambah, sejauh ini menurut Wahyu, pembangunan sudah selesai.
Selain menjual tempat yang nyaman makanan dan minuman, pihaknya juga mengaku bakal mengadakan sejumlah event di kawasan itu.
"Tiap pekan, akan ada event. Seperti sebelumnya, ada gelaran Hari Musik Sedunia di situ. Nah, pada tanggal 14 hingga 17 Juli mendatang, juga aka ada event di situ," ucapnya.
"Event, akan digelar secara reguler," janjinya.
Kemudian, Wahyu menambahkan bahwa Pemkot Banjarmasin, menurutnya tidak mengeluarkan anggaran sepeserpun untuk pembangunan maupun pengelolaan kawasan itu.
"Jadi, kami sebagai pengelola juga perlu memutar otak untuk bisa merawat kawasan dan membayar sewa kepada pemkot," tutupnya.