bakabar.com, BANJARMASIN – Hari Kartini dilambangkan dengan kebangkitan kaum perempuan Indonesia di tengah carut marut kolonialisme Belanda.
Lantas, bagaimana kaum perempuan masa kini memaknai hari Kartini terutama di Kalimantan Selatan?
Wakil Ketua Bidang Perempuan dan Anak, DPD PDI Perjuangan Kalsel, Hanna Muthmainna memaknai hari Kartini dengan cara mensyukuri segala macam keadaan.
“Di mana pada zaman dahulu RA Kartini hidup penuh dengan kesusahan, sepi di tengah keramaian, terkungkung dalam budaya patriarki, dan hak-hak sebagai manusia untuk memeroleh pendidikan ditenggelamkan,” ucap Hanna Muthmainna kepada bakabar.com.
Di era kemajuan teknologi saat ini, kata Hanna, kaum perempuan sangat mudah untuk berkembang menembus batas jarak dan waktu.
Semua itu tak lepas dari jasa dan perjuangan para pahlawan terdahulu, tak terkecuali RA Kartini.
“Di mana Kartini kala itu mati-matian memperjuangkan hak pendidikan dan lainnya bagi perempuan Indonesia di tengah kolonialisme, yang memandang kaum hawa sebagai makhluk lemah,” tegasnya.
Dengan kondisi saat ini, tak patut jika para perempuan masih mengeluh. Seharusnya lebih banyak bersyukur atas kemajuan pola pikir dan budaya masyarakat yang sudah terbuka.
Mengingat, dari para perempuanlah terlahir anak bangsa yang hebat dan mampu mengayomi negeri ini. Perempuan pula yang menjadi sekolah pertama bagi anak-anak.
“Dari para perempun lah kita belajar untuk menjadi manusia yang kuat mental dan tangguh dalam menjalani badai-badai kehidupan,” cetusnya.
Sejauh ini, menurut Hanna, masih terdapat beberapa tantangan yang dihadapi kaum perempuan di Indonesia.
“Hari ini perempuan bebas untuk bercita-cita setinggi mungkin, namun dalam proses meraihnya sudah pasti banyak halangan dan rintangan. Baik dari internal diri sendiri ataupun eksternal,” sebutnya.
Apakah perempuan semakin tangguh seiring dengan persaingan yang ketat?
Nyatanya, ujar Hanna, masih banyak kaum perempuan yang berpangku tangan, belum mandiri, dan menyalahkan keadaan.
“Padahal ini sebuah tantangan yang begitu mengasyikkan untuk membuktikan eksistensi kaum perempuan agar bisa menjadi makhluk multitalenta,” katanya.
Ia berdalih perempuan sejatinya harus pandai membagi peran dan membekali diri dengan berbagai skill. Bukan hanya urusan rumah tangga, tapi juga hal lain.
Untuk meningkatkan skill, perempuan pun dituntut harus banyak membaca dan menghidupkan literasi bagi lingkungan sekitar.
“Terkadang banyak dari para kaum perempuan terlena dengan segala rutinitas pekerjaan maupun urusan keluarga,” tambahnya.
Selain itu perempuan harus melek teknologi dan cermat dalam menyaring informasi, stabil dalam mengatur emosi, agar tidak menyuburkan berita hoaks.
“Karena banyak data membuktikan perempuan lebih mudah terpapar hoaks,” terangnya.
Hari ini, ruang-ruang strategis pemerintahan diisi oleh para srikandi cerdas yang cantik. Adanya kuota 30% keterwakilan perempuan di parlemen menjadi momentum untuk berkarir.
Namun, pada kenyataannya peran politik dan keterlibatan perempuan dalam pengambilan keputusan harus ditingkatkan. Begitu juga dalam hal advokasi untuk para kaum hawa tersebut.
“Jangan berhenti sampai disini, perempuan harus terus berjuang menunjukkan eksistensinya di dalam ruang publik, politik, ekonomi, kesehatan, kesejahteraan dan lain-lain. Karena kita semua tahu bahwa perempuan bukanlah makhluk lokal yang hanya bergelut pada urusan dapur, sumur dan kasur. Namun, perempuan juga merupakan makhluk publik yang bisa membantu memecahkan segala persoalan bangsa,” tandasnya.
Reporter: Muhammad Robby
Editor: Fariz Fadhillah