bakabar.com, BANJARMASIN – Ancaman pemukulan rotan saat pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di Banjarmasin terus menuai kontroversi.
Kali ini, kecaman datang dari Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) cabang Banjarmasin.
Sekretaris DPC Ridho A.G.D menyayangkan pengambilan kebijakan tersebut.
Menurut Ridho, sikap itu malah bisa memperkeruh keadaan saat masa pendemi.
"Kebijakan yang tidak arif. Harusnya pemerintah dalam mengambil kebijakan mempertimbangkan segala aspek dan dampak lebih lanjut di masyarakat. Jangan hanya sekonyong-konyong copy-paste (copas),” ucapnya lewat keterangan tertulis, Jumat (24/4) malam.
Tindakan represif ala petugas di India yang melakukan pemukulan rotan terhadap warganya, kata dia, sangat tidak cocok dengan sosial-kultur masyarakat di Banjarmasin.
“Tidak ada jaminan bahwa hasilnya masyarakat akan sepenuhnya tertib. Penegakan harusnya lebih bersifat humanis terlebih saat ini kita memasuki bulan suci Ramadan,” katanya.
Wakabid Politik, Hukum, dan Propaganda DPC GMNI Kota Banjarmasin, Yudistira Bayu Budjang menyarankan pemerintah lebih memperhatikan hajat hidup warga terdampak Covid-19.
"Bantuan-bantuan yang diberikan kepada masyarakat baik berupa sembako atau langsung tunai harus menjadi atensi. Apakah sudah tepat sasaran bagi penerimanya?”
Termasuk, apakah memang bantuan tersebut sudah meng-cover seluruh masyarakat miskin dan rentan miskin Kota Banjarmasin. Nah hal semacam itu yang menurutnya perlu ditinjau lagi.
“Bukannya melahirkan kebijakan yang membuat gaduh. Masih banyak pekerjaan yang perlu ditangani,” jelasnya.
Ia menyerukan Satpol-PP membatalkan aksi merazia warganya saat PSBB Banjarmasin dengan pentungan rotan. Selain itu, GMNI juga meminta Kepala Satpol-PP Banjarmasin Ichwan Nor Khaliq memberikan klarifikasi ke publik atas kegaduhan yang sudah ditimbulkan.
"Dalam keadaan universal state of exeption atau keadaan kahar universal seperti ini kita perlu bersama bahu-membahu membangun suasana yang stabil dan tetap terkendali, menghindari kegaduhan atau kepanikan yang berlebihan demi kemaslahatan Bersama. Sudah sewajarnya Satpol PP Banjarmasin membatalkan kebijakan ini dan meminta maaf kepada masyarakat Kota Banjarmasin secepatnya,” jelas dia.
Lebih jauh, GMNI meminta pihak terkait menyelisik pembelian ratusan tongkat rotan tersebut apakah bersumber dari APBD Kota Banjarmasin, kalau memang demikian sungguh sangat disayangkan, harusnya penggunaan APBD untuk penanganan Covid- 19 dapat dioptimalkan sebagaimana mestinya. Bukan dibelanjakan untuk hal yang sia-sia seperti itu," tuturnya.
Pelaksana tugas (PLt) Ketua DPD GMNI Kalimantan Selatan, Muhammad Luthfi Rahman menambahkan perihal penegakan hukum tentang pelaksanaan PSBB sudah sangat jelas uraiannya di dalam Perwali Nomor 33 Tahun 2020.
"Bab VIII Pasal 24 ayat (1) hingga ayat (3) sudah sangat jelas menerangkan apa saja tindakan penegakan hukum yang boleh dilakukan oleh institusi-institusi yang diberikan amanat oleh Perwali ini. Bahkan pada Pasal 24 ayat (3) menegaskan bahwa penegakan haruslah berdasarkan kepada etika dan moral serta berpedoman pada UU. Clear tidak ada penegakan yang ditindak secara fisik,” pungkasnya.
Covid-19 Bertambah
Ada dilema tersendiri saat hari pertama pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di Banjarmasin.
Saat PSBB, jumlah kasus Covid-19 di Banjarmasin masih bertambah delapan orang.
Pada Jumat (24/4), jumlah kasus positif Covid-19 menjadi 40 pasien, lima di antaranya sembuh, dan lima lainnya meninggal dunia.
Sedangkan kasus positif baru muncul di lima kelurahan. Antara lain Kuin Selatan, Pasar Lama, Sungai Bilu, Sungai Andai dan Teluk Dalam.
"Sebaran kasus Covid-19 per kelurahan sudah mencapai 42,3 persen dari 52 kelurahan yang ada," ujar Juru Bicara Tim Gugus Tugas P3 Covid-19 Banjarmasin, Machli Riyadi.
Kelurahan sisanya ada Kuin Utara sebanyak 4 kasus. Di bawahnya Kelurahan Pangeran, Sungai Andai, Pemurus Baru dan Seberang Mesjid dengan 3 kasus.
Dengan dua kasus terdapat Kelurahan Belitung Selatan, Pasar Lama, Pemurus Dalam, Pemulus Luar, Sungai Bilu dan Pasar Lama.
Sisanya Kelurahan Alalak Utara, Kuin Selatan, Teluk Dalam, Telaga Biru, Pekapuran Raya, Pekapuran Laut, Sungai Lulut, Kuripan, Pengambangan, Surgi Mufti, Sungai Miai dan Alalak Utara.
Sementara pasien dalam pengawasan (PDP) di Kota Banjarmasin sementara masih bertahan di empat kasus.
Keempatnya dari Kelurahan Kuin Cerucuk, Antasan Besar, Alalak Utara.
Bertambahnya hanya di Orang Dalam Pemantauan (ODP) yang menjadi 582 kasus. Jumlah ODP ini mengalami penambahan 55 kasus dari sebelumnya.
Hari pertama pelaksanaan PSBB di Banjarmasin berjalan amburadul.
Sejumlah kendaraan masih bisa menerobos masuk barikade. Sejumlah posko tampak tak dijaga petugas. Yakni, posko di Kilometer 6 dan kawasan Sungai Lulut.
Sejatinya, saat PSBB akses pintu keluar masuk ke kota Banjarmasin diperketat.
Warga wajib menggunakan masker. Tak boleh berboncengan, apalagi membawa penumpang lebih dari dua di dalam mobil.
Namun kenyataan bertentangan malah didapati di lapangan. Pengawasan minim. Aktivitas warga di beberapa lokasi juga berjalan normal.
Ironisnya lagi, alat thermo gun, pengukur suhu badan hanya satu disediakan setiap pos.
Padahal jumlah warga yang melintas mencapai ratusan orang tiap waktunya.
Juru Bicara Tim Gugus Tugas P3 Covid-19 Banjarmasin, Machli Riyadi mengakui pihaknya kewalahan akan jumlah warga masuk.
Sebelum PSSB resmi berlaku, Pemkot Banjarmasin memanfaatkan empat hari waktu guna simulasi.
Sejauh simulasi dilakukan, rupanya masih banyak warga yang berkeliaran di jalan. Mereka seolah tak takut pada ancaman virus mematikan itu.
Petugas dari Satpol PP pun memilih memakai rotan selayaknya perangkat yang dipakai polisi India merazia warganya yang nekat keluar rumah saat lockdown.
"Di PSBB tidak boleh ada warga keluar di saat malam hari. Jika keluyuran, maka kami tindak dengan pukulan kasih sayang menggunakan rotan seperti polisi India," ujar Plt Kepala Satpol PP Banjarmasin, Ichwan Noor Chalik dihubungi bakabar.com, Kamis (23/4).
Reporter: Muhammad Robby
Editor: Fariz Fadhillah