bakabar.com, BANJARMASIN – Sepekan pasca-mendatangi Ditreskrimum Polda Kalsel, keinginan para korban agar dua tersangka kasus dugaan penipuan jual-beli Condotel Aston ditangkap belum terkabul.
Pada Senin, 12 September 2022 lalu, para pembeli Condotel Aston mendatangi Ditreskrimum Polda Kalsel. Mereka mempertanyakan terkait perkembangan kasus yang sudah berjalan sejak 2019 silam.
Selain itu, mereka meminta agar dua eks Direktur PT Banua Anugerah Sejahtera (BAS) berinisial HS dan EGS yang telah ditetapkan sebagai tersangka untuk segera ditangkap.
Kabid Humas Polda Kalsel, Kombes Pol Moch Rifa’i pun membeberkan alasan mengapa hingga saat ini polisi tak menangkap dan melakukan penahanan terhadap dua tersangka tersebut.
“Alasannya mereka kooperatif, kita menahan orang itu dengan tiga alasan,” ujar Kabid Humas Polda Kalsel, Kombes Pol Moch Rifa’i, Selasa (20/9).
Tak dilakukannya penahanan terhadap para tersangka lantaran mereka dinilai kooperatif, tak melarikan diri, dan tak menghilangkan atau merusak barang bukti.
3 Tahun Kasus Jalan di Tempat, Korban Dugaan Penipuan Condotel Aston Tagih Janji Polda Kalsel
“Kalau nggak menahan alasannya juga ada. Kooperatif, tak melarikan diri, tidak merusak barang bukti,” jelasnya.
Ditreskrimum Polda Kalsel telah menetapkan dua tersangka yang merupakan mantan Direktur PT BAS selaku pengembang unit Condotel Aston.
Adapun para korban adalah para pembeli Condotel Aston sekitar 200 orang. Mereka mengaku telah ditipu lantaran sertifikat banguan yang telah dibeli tak kunjung diserahkan. Hingga mereka merugi kurang lebih Rp100 miliar.
Lantas kuasa hukum para korban, Angga D Saputra mempertanyakan pertimbangan polisi tak menangkap para tersangka lantaran dinilai bersikap kooperatif tersebut.
“Jika tak ditahan alasannya tersangka kooperatif. Kami bingung yang dimaksud kooperatif para tersangka itu seperti apa?” tanya Angga.
Para korban kata Angga, sangat berharap agar polisi segera melakukan penangkapan terhadap dua mantan pimpinan PT BAS yang sudah jelas statusnya sebagai tersangka.
“Karena perbuatan tersangka mengakibatkan kerugian yang sangat besar kurang lebih Rp100 miliar, korban hampir 200 orang,” imbuhnya.
Tiga tahun terakhir sudah cukup bagi korban untuk bersabar. Bahkan mereka kerap diberi harapan palsu oleh tersangka yang menjanjikan untuk segera menyelesaikan persoalan ini. Namun faktanya penyelesaian itu tak pernah dilakukan.
“Di satu sisi mereka seakan berupaya menyelesaikan. Mengundang untuk bertamu. Tapi faktanya nihil. Tak ada realisasi,” ujar Angga.
Tak ada jaminan bahwa para tersangka tak menghilangkan alat bukti. Ini menjadi kekhawatiran para korban. Pasalnya masih ada alat bukti yang belum didapat oleh penyidik.
Contoh kata Angga, sertifikat hak milik yang saat ini diakui PT BAS sedang diserahkan pada notaris yang harusnya turut disita penyidik sebagai alat bukti.
“Bagaimana mungkin kita memastikan para tersangka ini tidak menghilangkan alat bukti, tidak melarikan diri, sedangkan faktanya masih banyak alat bukti yang belum disita,” kata Angga.
Lebih jauh Angga berharap Polda Kalsel serius dalam menangani perkara yang bagi para korban sesuatu yang luar biasa.
Angga pun membandingkan dengan kasus penipuan lain yang jumlah korban dan kerugian lebih kecil dapat dilakukan penahanan terhadap tersangkanya.
“Tentu ini menjadi preseden buruk serta citra yang kurang baik di mata masyarakat. Apalagi para korban sudah datang ke Polda untuk menanyakan langsung berkaitan dengan perkembangan perkara,” ucap Angga.
“Kami berharap Polda Kalsel dibawah pimpinan Kapolda tetap bisa berdiri tegak dan mewakili kepentingan masyarakat pencari keadilan,” pungkasnya.
Polda Kalsel Segera Tahan Dua Pengembang Condotel Aston Gambut