bakabar.com, BARABAI – Kelompok Kerja (Pokja) Sanitasi Pemkab Hulu Sungai Tengah (HST) kukuh membongkar sejumlah jamban di bantaran sungai Barabai, sekalipun mendapat kritik dari segelintir warga.
Saat ini pembongkaran tempat buang air besar/kecil tradisional tersebut tengah berlangsung, atau sejak pagi tadi, Jumat (3/5).
Jamban apung yang berada di atas lanting/rakit itu satu per satu dibongkar.
Tampak sejumlah warga ikut membantu Pokja Sanitasi. Yang terdiri dari Pemkab HST, Dinas Lingkungan Hidup dan Perhubungan, Dinas Kesehatan, Dinas PU dan Penataan Ruang, Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman, BPPD, Polres dan Kodim 1002/Barabai.
Menurut Bupati HST Chairansyah, pembongkaran perdana ini adalah komitmen bersama Camat, Lurah dan Pembakal di HST.
Tahap kedua dan seterusnya Pemkab HST terus bergerak untuk pembongkaran 1.245 jamban di HST. Yakni di sungai Barabai dan Batang Alai.
“Kita bersama warga membersihkannya,” kata Chairansyah saat membuka launching ‘HST Bebas Jamban Apung’.
Di sepanjang Siring Juwita hingga Jembatan Sulaha dari pantauan bakabar.com, setidaknya ada delapan lanting yang memiliki jamban. Pembongkaran secara bertahap dilakukan mulai hari ini.
“Lantingnya masih dipertahankan, jamban apungnya yang diangkat,” kata Chairansyah.
Di 2019 ini, Chairansyah berharap masyarakat HST dapat menerapkan pola hidup bersih dan sehat di rumah tangga, mampu menerapkan dan berperan aktif dalam gerakan kesehatan masyarakat.
“Ini sesuai dengan visi misi HST yang ketiga,” katanya.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup danPerhubungan, M Yani menambahkan sungai yang tetap sehat menjadi denyut nadi pemenuhan sumber air bersih masyarakat.
“Untuk itu kita berusaha mengurangi bahkan menghilangkan kebiasaan masyarakat BAB (buang air besar, Red) di jamban apung,” kata Yani.
Jamban, Yani memastikan, ke depannya diganti dengan WC yang berada di atas bantaran sungai.
“Pembuatan WC nantinya kita Pemkab bekerjasama dengan Kodim 1002 Barabai,” tuturnya.
Yani mengasumsikan banyaknya bakteri yang terendap di bawah Jamban jika rutin dipakai setiap hari.
"Jika ada 1000 jamban dipakai oleh 10 orang se-hari, maka 10.000 orang yang memakai jamban. (Padahal) 1 gram kotoran itu ada sekitar 2.000 e-coli (bakteri). Jadi 1 orang menghasilkan 200 gram e-coli, maka hampir 1 miliar e-coli masuk ke sungai," urai Yani.
Namun, kata Yani, jika debit air tinggi itu tidak masalah. Namun jika sebaliknya, maka dampaknya yang dikhawatirkan.
"Tapi kalau sudah di atas 2.000-3.000 (ppm) maka itu penyakit," sebut Yani.
Lantas bagaimana tanggapan warga? Utuh misalnya. Dirinya tidak ada masalah dengan pembongkaran jamban dekat kediamannya. Namun menurutnya, kalau ingin melakukan pembersihan harus dari daerah atas.
"Lebih baiknya dari atas-lah, di hulu sungai itu kan banyak jambannya. Mengapa tidak dari sana?" ujar dia kepada bakabar.com, kemarin.
Baca Juga: Keinginan Pemkab HST Bongkar Jamban Terbentur Budaya Warga
Reporter: AHC 11
Editor: Fariz Fadhillah