bakabar.com, BANJARBARU – Beberapa hari belakangan ini sejumlah harga sayuran di Banjarbaru naik. Kenapa?
Rupanya, faktor alam jadi penyebab utamanya. Pasalnya, selama musim kemarau dipengaruhi oleh tingginya biaya perawatan penanaman oleh petani.
“Musim kemarau ini memerlukan biaya produksi atau perawatan tanaman untuk menyiram itu lebih besar. Karena pakai mesin air yang besar biar ada air,” ungkap salah satu petani di kampung sayur Landasan Ulin Utara, Banjarbaru, Kasturi kepada bakabar.com, Senin (30/9) sore.
Biaya mesin pompa air untuk menyiram bisa menghabiskan 2-3 liter bensin sehari. “Saya kemarin pun mendalami sumur harga Rp150 ribu per meter karena air tak ada. Kalau tidak ada air itu saya tidak bisa nanam,” sebutnya.
Disamping itu, terangnya lagi sedikitnya jumlah yang menanam sayur juga mempengaruhi naiknya harga sayur sekarang.
Karena itulah, lanjutnya harga sayuran di pasaran naik. Termasuk yang ia jual juga naik.
Untuk harga kangkung seikat besar darinya Rp25.000. Padahal sebelumnya ia hanya menjual Rp15.000 rupiah.
Seikat besar kangkung ini terbagi 10 ikat kecil. Jadi lebih murah juga dari eceran di pasar.
Sementara harga sawi 10 ikat kecil yang ia jual Rp20.000. “Itu dijual ke pengepul, apalagi (jika) di pasar, lebih mahal,” ungkapnya.
Senada petani lain, Ubaidillah mengatakan, kenaikan harga sayur di pasar karena memang dari petani sudah naik. Karena kemarau panjang.
Ia pun terpaksa mengeruk kedalaman sumur beberapa meter. “Kalau enggak ya gak ada air. Sudah itu air membutuhkan pompa. Makanya harganya naik. Kalau musim kemarau tetapi masih ada hujan tidak akan seperti ini. Apalagi kalau musim hujan tidak perlu penyiraman,” jelas bapak yang akrab di sapa Pak Bet ini.
Untuk menyiram kebunnya, ia bisa menghabiskan 3 liter per hari. Karena hitung-hitungan biaya ini lah jadi harga naik.
Ia pun terpaksa menaikkan harga jual sayuran, seperti selada. Satu ikat selada isi 5 batang Rp8000 ke pengepul. Sebelumnya cuma Rp3.000-Rp5.000.
Selain selada ia juga menjual timun dan sawi. Harga timun Rp12.000/kg. Sedangkan sawi dijualnya satu ikat kecil seharga Rp2.500 ke pengepul.
“Kalau sawi lebih mahal lagi, karena kebutuhan airnya lebih banyak ketimbang tanaman yang lain. Sawi saya jual per ikat kecil saja, kalau timun per kilo,” tutupnya.
Perlu di ketahui kenaikan harga sayuran pada musim kemarau ini turut mengundang keluhan dari pedagang sayur dan pembeli.
“Sayuran hijau ini jika sepi pembeli, sayur akan layu dan semakin turun harga jualnya. Apalagi belinya sudah mahal,” ujar pedagang sayur pasar Bauntung, Putri saat ditemui bakabar.com beberapa waktu lalu.
Sementara Dida, salah satu pembeli mengaku jika beli di pasar masih bisa terjangkau walaupun harganya naik. “Tapi kalau sudah ke warung sayur rumahan atau tukang sayur, harganya sangat mahal,” timpalnya.
Tempo hari ia terpaksa beli timun satu biji, Rp3.000. Satu terong juga Rp3.000. “Malah kangkung beli 5 ribu dapat sedikit banget. Makanya beli di pasar saja lah,” tandasnya.
Baca Juga: Awal Pekan, Rupiah Diperkirakan Masih Melemah
Baca Juga: Tak Cuma Riau, Kaltim Juga Jadi Lokasi Pengembangan Kurma
Baca Juga: Tiga Anak Milenial Ini Akan Jelajahi Indonesia Sebagai "Travel Influencer"
Reporter: Nurul Mufidah
Editor: Ahmad Zainal Muttaqin