Kalsel

Penemuan Granat di Haruyan HST dan Masa Revolusi Fisik Melawan Kolonial

apahabar.com, BARABAI – Temuan granat aktif di Desa Panggung-Dangu, Kecamatan Haruyan, Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST)…

Featured-Image
Granat yang telah didisposal oleh Tim Penjinak Bom (Jibom) Gegana Satuan Brimob Polda Kalsel di Desa Panggung-Dangu RT 4, Haruyan, Rabu (24/3). Foto-apahabar.com/Lazuardi

bakabar.com, BARABAI – Temuan granat aktif di Desa Panggung-Dangu, Kecamatan Haruyan, Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST) menjadi bukti adanya peperangan.

Pengamat Sejarah yang juga Dosen di Prodi Sejarah FKIP ULM Banjarmasin, Mansyur, mengatakan wilayah Haruyan sudah terkenal sebagai basis perjuangan pejuang Banjar sejak masa Revolusi Fisik.

Perjuangan melawan kembalinya kolonial Belanda yang memboncengi Netherlands Indies Civil Administration (NICA).

Haruyan inilah yang pertama kalinya menjadi markas Pahlawan Nasional, Brigjen H Hasan Basry.

Dia memperkirakan yang ditemukan itu adalah granat yang tercecer atau sisa yang belum meledak.

Mansyur bilang, ketika itu 3 Januari 1947 pusat latihan ALRI di Haruyan disergap NICA.

Serangan tiba-tiba itu menimbulkan korban jiwa. Ratusan penduduk yang tidak bersalah ikut menderita.

Rumah-rumah dibakar dan harta benda dirampas Belanda. Bahkan Alquran dirobek dan diinjak-injak oleh tentara Belanda.

“Sementara tokoh-tokoh ALRI yang ada berhasil meloloskan diri ke arah pegunungan Meratus. Sedangkan yang tertangkap mendapat siksaan yang kejam,” kata Mansyur.

Terdapat kemungkinan lain, granat itu adalah sisa senjata milik pejuang yang terlibat dalam pertempuran di Ambilik (kaki gunung Ambulung Haruyan) yang terjadi pada subuh dini hari, 3 Agustus 1948.

“Kala itu para pejuang dipimpin Hasan Basry dengan pasukannya, yakni Alimin, Hamzah Arifin, Ibat, Tulamak, Mustafa, Aliansyah, Saberi Abas, Japau Majid, Aseri, Maseri dan Indera,” rinci Mansyur.

Para pejuang yang semula berencana meyerang militer Belanda, kata Mansyur, ternyata lebih dahulu diserang dan dikepung Belanda.

Sehingga sebagian pejuang tadi gugur dalam pertempuran Ambilik.

“Akan tetap ini agak bias. Karena jarak dari Ambilik ke Haruyan cukup jauh, yakni sekitar 20 kilometer,” kata Mansyur.

Perjalanan melawan kolonial itu diawali kedatangan Hasan Basry dari Jawa ke Banjarmasin pada 1945. Namun aktivitas perjuangannya diketahui oleh NICA.

“Dia dan para pemuda terpaksa menyingkir ke pedalaman yakni, Haruyan, 156 kilometer dari Banjarmasin,” kata Mansyur.

Di sanalah Hasan Basry membentuk suatu organisasi perjuangan. Namanya Laskar Syaifullah yang terdiri dari unsur-unsur gerakan pemuda Ansor dan Muhammadiyah.

Gerakan yang berdiri sejak 24 September 1945 ini kemudian diresmikan pada 2 November 1945.

“Pimpinannya Hasan Basry, wakil pimpinan dipegang oleh Gumberi yang terkenal dengan nama Astmawaty. Gerakan ini dilengkapi staf pelatih, staf urusan pemerintahan, staf urusan keuangan dan staf perlengkapan,” papar Mansyur.

Lagi-lagi tentara NICA mencium kegiatan Laskar Syaifullah.

“Hal ini memaksa Hasan Basry memindahkan markas besarnya ke daerah pegunungan, yaitu Gunung Ambilik, 20 kilometer dari Haruyan,” kata Mansyur.

Selain itu, di Desa Tabat, Haruyan, adalah tempat persetujuan berdirinya Batalyon Rahasia ALRI Divisi IV Kalimantan Selatan, pada 18 November 1946 .

“Hal ini diresmikan oleh Letnan Dua, Asli Zuchri atas nama Komandan ALRI Divisi IV di Jawa,” sebut Mansyur.

Terdapat 7 buah kompi pasukan yang penempatannya disesuaikan oleh rencana pembangunan basis kekuatan pertahanan. Di antaranya, Kompi Daerah Haruyan Komandan Arifin Hamzah.

Pada wilayah Haruyan juga terdapat pusat latihan tentara ALRI Divisi IV A Kalimantan.

Hingga Mei 1949, wilayah Haruyan menjadi kedudukan Markas Besar ALRI Divisi IV Pertahanan Kalimantan.

Markasnya senantiasa berpindah-pindah namun tetap berada di sekitar Batang Alai, Milai Kampung Ayah Dangu Birayang hingga ke Haruyan.

“Setelah markas besar berada di Haruyan, selanjutnya berpindah ke Kandangan,” tutup Mansyur.

Berdasarkan pengecekan Tim Penjinak Bom (Jibom) Gegana Satuan Brimob Polda Kalsel yang diterjunkan, granat tersebut diperkirakan dipakai militer zaman dulu.

“Granat nanas ini merupakan peninggalan dari perang-perang zaman dahulu atau pada Perang Dunia ke II,” kata Ps Kanit Subden Jibom Brimob Polda Kalsel, Ipda Edi Untoro.

Penemuan granat yang tertanam, kata dia rata-rata masih aktif.

"Granat ini mungkin sudah lama tertanam. Karena saat digunakan tidak meledak,” jelad Edi.

Ps Panit Subden Jibom, Bripka Budi N, menambahkan granat temuan warga itu masih aktif. Granat itu masuk kategori UXO atau gagal ledak.

Hal itu, kata dia berdasarkan hasil teliti dan pengecekan pihaknya. Tidak didapati lagi kunci pennya.

“Ada kemungkinan saat dulu, pas dilempar, gagal untuk meledak,” kata Budi.

Akan tetapi pada bagian granat, kata Budi masih ada mata penggalaknya. Karena itu Tim Jibom ini mencoba menggunakan sumbu ledak untuk mencerai-beraikannya dengan teknik disposal.

“Alhamduliilah dengan teknik pemecahan akses menggunkan sumbu ledak, bom bisa didisposal,” tutup Budi.



Komentar
Banner
Banner