bakabar.com, BANJARMASIN – Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Banjarmasin gugatan Class Action (CA) 35 korban banjir Kalsel dinyatakan inkrah.
Pemprov Kalsel selaku tergugat dipastikan tak melakukan banding usai pembacaan putusan oleh majelis hakim pada Rabu 29 September lalu.
Pasalnya, tenggat waktu melakukan banding yang diberikan majelis hakim selama 14 hari telah lewat pada 13 Oktober kemarin.
“Tim advokasi hukum korban banjir Kalsel tidak ada menerima pemberitahuan bahwa Pemprov Kalsel menyatakan banding,” ujar Koordinator Tim Advokasi korban banjir Kalsel M Pazri, Selasa (26/10).
Seperti diketahui, dalam putusannya Majelis Hakim PTUN Banjarmasin menyatakan Pemprov Kalsel melakukan kesalahan. Dan seluruh pembelaan Pemprov Kalsel.
Selain itu, majelis hakim mengabulkan gugatan korban banjir sebagian. Menyatakan tindakan Pemprov berupa tidak melakukan pemberian informasi peringatan dini banjir pada Januari 2021 merupakan Perbuatan Melanggar Hukum oleh Pejabat Pemerintahan.
Majelis hakim juga mewajibkan Pemprov melakukan tindakan berupa meningkatkan sistem keterbukaan informasi bencana banjir di Banua.
Memasang, memelihara dan mengontrol peralatan EWS (Early Warning System) di bantaran sungai wilayah Kalsel dan mengoptimalkan media sosial untuk penyebaran informasi peringatan dini yang jelas dan akurat.
Pazri bilang bahwa pihaknya selaku tim advokasi telah menerima salinan putusan tersebut dengan sejumlah pertimbangan.
Pertama, semakin meningkatnya banjir di Kalsel menunjukkan kurang optimalnya atau lemahnya fungsi dan peran Pemprov dalam pembuatan sistem peringatan dini.
“Baik dalam perencanaan dan tindakan yang seharusnya dilakukan oleh tergugat dalam mencegah bencana banjir di wilayah Kalsel,” imbuh Pazri.
Atas pertimbangan itulah, maka dalam mencegah bencana banjir di Banua maka pemasangan EWS di seluruh Kalsel khusus kabupaten atau kota yang sering terdampak banjir sangat diperlukan.
Guna mendeteksi akan timbulnya kejadian alam dan memberikan informasi yang mudah untuk kesigapan dan kecepatan reaksi kepada masyarakat atas datangnya bencana banjir tersebut.
Mengingat ujar Pazri, di sejumlah kabupaten kota telah dipasang EWS namun pada nyatanya alat tersebut tak berjalan sebagaimana mestinya.
“Berdasarkan keterangan saksi Sahrudin. S.E. bahwa semua alat EWS yang telah terpasang di kabupaten/kota dalam keadaan rusak (error) dan ada kabupaten/kota yang masih menggunakan alat pendeteksi secara manual dengan melihat papan batasan debit air sungai,” jelasnya.
Selain itu juga diperlukan penggunaan media sosial untuk penyampaian informasi peringatan dini banjir yang jelas dan akurat kepada masyarakat.
Atas uraian pertimbangan tadi maka majelis hakim berpendapat bahwa kurang optimal tindakan Tergugat (in casu Gubernur Kalimantan Selatan) dalam pemberian informasi peringatan dini banjir dalam pemasangan alat EWS dapat dimaksimalkan di seluruh Kalsel dengan memasang alat baru.
Pemasangan alat EWS terbaru dilakukan bekerja sama dengan pemerintah kabupaten/kota. Melakukan pengadaan alat EWS yang diletakkan di bantaran sungai seluruh kabupaten/kota Kalsel, di mana alat EWS tersebut tidak hanya dipasang akan tetapi ada kewajiban untuk memelihara dan mengontrol secara berkesinambungan.
Melaporkan berupa evaluasi secara periodik atau bulanan, serta peran masyarakat dalam partisipasi untuk menjaga dan merawat alat EWS di masing-masing kabupaten/kota dengan tergugat dan pemerintah kabupaten/kota dalam mensosialisasikan alat EWS untuk meningkatkan sistem informasi keterbukaan dalam upaya mencegah bencana banjir di Kalsel.
Selain itu, kata Pazri berkaitan dengan ganti kerugian berdasarkan pertimbangan majelis hakim berpendapat setelah mencermati bukti-bukti surat dan keterangan saksi di persidangan.
Majelis hakim tidak menemukan alat bukti apapun yang dapat membuktikan terkait kerugian materiil maupun kerugian immaterial yang dialami para penggugat sehingga terkait tuntutan membayar ganti kerugian materiil sebesar Rp 890.235.000 dan kerugian immaterial Rp 1.349.000.000.000 yang harus dibayarkan tidaklah cukup berdasar dan beralasan hukum sehingga patut untuk ditolak.
Dikarenakan putusan perkara Nomor 6/G/TF/2021/PTUN/BJM berkaitan gugatan terhadap Pemprov Kalsel telah inkrah harapan mereka ujar Pazri Pemprov Kalsel mematuhi isi putusan tersebut.
“Agar di waktu yang akan datang, warga Kalsel mendapat pemberitahuan yang cepat apabila akan terjadi banjir yang diberitahukan melalui media sosial maupun ponsel masing-masing warga Kalsel, karena di era modern ini semua informasi tentunya didapat dari ponsel,” kata Pazri.
Lantas apakah ada tenggat waktu terkait Pemprov harus melaksanakan putusan itu? Pazri bilang bahwa sesuai Undang-undang PTUN pasal 116 disebutkan tenggat waktu dilaksanakannya putusan selama-lamanya 14 hari.
Keputusan PTUN hanya berlaku hingga empat bulan. Jika dalam jangka waktu tersebut tak putus tak dilakukan tergugat maka keputusan PTUN tak mempunyai kekuatan hukum lagi.
Jika hingga waktu tiga bulan tergugat masih tak melaksanakan putusan PTUN maka penggugat mengajukan permohonan ke ketua pengadilan agar pengadilan memerintahkan tergugat melaksanakan putusan.
Jika masih saja tak mau melaksanakan, maka ketua pengadilan mengajukan hal tersebut ke instansi atasan menurut jenjang jabatan.
Apalagi instansi atasan tak mengindahkan, maka ketua pengadilan mengajukan hal ini ke Presiden sebagai pemegang kuasa tertinggi.