bakabar.com, JAKARTA – Di tengah era digitalisasi UMKM yang memanfaatkan teknologi digital terus mengalami pertumbuhan. Meski begitu, digitalisasi yang dilakukan oleh pelaku UMKM perempuan masih terbatas.
“Secara operasional kedua pelaku usaha mengalami persoalan yang sama," ungkap Peneliti Junior Smeru Research Institute, Hening Wikan dalam forum diskusi secara virtual di Jakarta, Rabu (5/10).
Berdasarkan analisis Smeru Research Institute persoalan tersebut disebabkan oleh tiga faktor. Pertama, keterbatasan pelaku UMKM perempuan dalam hal pembiayaan termasuk untuk investasi konektifitas.
Lebih lanjut, investasi konektifitas merupakan ketersediaan perangkat yang digunakan untuk mengakses internet oleh UMKM perempuan.
“Karena kebanyakan perempuan berbagi gadget dengan anak,” jelasnya.
Kedua, kebanyakan perempuan sangat minim memiliki keterampilan dalam memanfaatkan teknologi digital. Terlebih yang berkaitan dengan kegiatan usaha yang dikerjakannya.
Penyebab terakhir, ketiga, kebanyakan pelaku usaha perempuan mengalami kesulitan untuk menentukan strategi bisnis. Hal tersebut ditemukan perbedaan signifikan antara pelaku usaha perempuan dan laki-laki yang berkaitan dengan strategi.
“Perubahan strategi bisnis untuk bermanufer itu menjadi tantangan utama, yang dihadapi oleh pelaku UMKM perempuan,” ungkapnya.
Penelitian Smeru Research Institute melibatkan sebanyak 535 responden pelaku UMKM, dengan komposisi 48 persen perempuan dan 52 persen laki laki. Sebanyak 60,5 persen laki-laki, sudah melakukan strategi bisnis untuk bertahan di masa pandemi.
Adapun UMKM dari kalangan perempuan, hanya sebanyak 45,5 persen, yang menerapkan strategi dalam kegiatan bisnisnya.
“Penerapan strategi yang dilakukan selama ini seperti mengubah produk dan menawarkan alternatif produk,” ungkapnya.
Hening menambahkan pelaku UMKM dari kalangan perempuan juga dihadapkan dengan tugas domestik seperti pengasuhan anak. Secara bersamaan juga menjalankan kegiatan usaha yang menyita waktunya untuk menyusun strategi bisnis.
Disisi lain, banyak laki-laki yang menganggap dirinya sebagai kepala keluarga, juga ikut memutuskan bisnis yang dijalankan oleh perempuan. Sehingga strategi bisnis kembali lagi di tangan laki-laki.
“Masalah-masalah tersebut, yang akhirnya menghambat pertumbuhan dari pelaku UMKM perempuan,” pungkasnya.