bakabar.com, BANJARMASIN – Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) membebaskan sebanyak 39.876 narapidana dan anak melalui program asimilasi dan integrasi se-Indonesia.
Kebijakan ini dikeluarkan Kemenkumham demi meminimalisasi potensi penyebaran pandemi Coronavirus Disease 2019 atau Covid-19 di lembaga pemasyarakatan (Lapas) maupun Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA).
Sayangnya, kesempatan itu malah disia-siakan oleh sebagian oknum napi asimilasi.
Mereka kembali berulah dan sangat meresahkan masyarakat di Kalimantan Selatan.
Bahkan terlibat di berbagai sektor kejahatan seperti membawa senjata tajam, perampokan, hingga pembunuhan.
Lantas, apakah peristiwa ini sebagai wujud kegagalan proses pembinaan di Lapas?
Presiden Direktur Borneo Law Firm, Muhammad Pazri mengatakan program asimilasi harus segera dievaluasi secara total.
Ia menduga selama ini hukuman yang diberikan tidak membuat para napi jera.
“Mereka tak ada persiapan untuk bertahan hidup di luar karena tak memiliki pekerjaan,” ucap Muhammad Pazri kepadabakabar.com, Rabu (27/5) sore.
Napi asimilasi kembali berulah, kata dia, karena sifat jahat telah melekat pada diri bersangkutan sehingga sangat mudah terpengaruh teman dekat untuk melakukan perbuatan kriminal.
“Di sini napi mencari peluang, mumpung bebas,” tegas Alumnus Fakultas Hukum Universitas Lambung Mangkurat (ULM) ini.
Kemenkumham dinilai memiliki tanggungjawab penuh terhadap napi asimilasi yang kembali melakukan perbuatan kriminal.Pazri meminta agar Kemenkumham senantiasa melakukan pemantauan dan pembinaan secara tuntas terhadap napi asimilasi.
Jika tidak, maka proses pembinaan di Lapas bisa dibilang belum berhasil atau gagal.
“Salah satu (kegagalan pembinaan di Lapas, red) dan juga sudah overkapasitas,” cetus Pazri.
Sementara itu, Dosen Hukum Pidana FH ULM, Mispansyah mengungkapkan, Kemenkumham tidak memiliki kriteria napi yang dikategorikan masuk ke dalam program pembebasan asimilasi.
Padahal berdasarkan Undang-undang (UU) Pemasyarakatan, asimilasi bukan masuk tahap pembebasan.
Melainkan program percobaan agar napi mampu membaur di tengah masyarakat.
“Di mana proses pembinaan napi dan anak dengan membaurkan dalam kehidupan masyarakat,” kata Mispansyah.
Pada dasarnya, semua dapat diberikan asimilasi, kecuali napi yang terancam jiwanya atau sedang menjalani pidana penjara seumur hidup.
“Jadi asimilasi ini pada dasarnya bukan pembebasan, tetapi pembauran napi di masyarakat,” tegas Mispansyah.
Namun Kemenkumham mengeluarkan kebijakan pembebasan bersyarat di tengah pandemi Covid-19 ini.Langkah ini diambil berdasarkan Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI Nomor 10 Tahun 2020 tentang Syarat Pemberian Asimilasi dan Hak Integrasi bagi Narapidana dan Anak.
Dalam rangka pencegahan dan penanggulangan penyebaran pandemi Covid-19.
Di sana tertera berbagai macam ketentuan napi yang memperoleh bebas bersyarat.
Di antaranya mereka yang 2/3 masa pidananya jatuh sampai dengan tanggal 31 Desember 2020.
Kemudian anak yang 1/2 masa pidananya jatuh sampai dengan tanggal 31 Desember 2020.
Selanjutnya napi dan anak yang tidak terkait dengan PP Nomor 99 Tahun 2012.
Terakhir, napi dan anak yang tidak sedang menjalani subsidair serta bukan warga negara asing (WNA).
“Jadi yang menjalani program pembebasan bersyarat adalah napi tindak pidana umum,” bebernya.
Berdasarkan ketentuan itu, ia melihat bahwa masih belum ada ukuran atau kriteria pemilahan napi.
Sehingga semua napi tindak pidana umum yang telah menjalani 2/3 masa pidana atau napi anak 1/2 dibebaskan melalui asimilasi dan integrasi.
“Jadi Kemenkumham tidak memiliki standar ukuran kriteria. Walhasil napi asimilasi kembali melakukan kejahatan dan meresahkan masyarakat. Seharusnya cukup kejahatan ringan, misalnya tindak pidana yang diancam di bawah 5 tahun, bukan residivis,” cetusnya.
Saat dikonfirmasi, Kasubbag Humas Kanwil Kemenkumham Kalsel, Eko enggan berkomentar terlalu jauh terkait problematika tersebut.
“Kalau ulun kurang pas untuk memberi komentar sementara ini,” kata Eko.
Meski begitu, Eko mengatakan tak semua napi asimilasi yang melakukan tindak kriminal kembali. Namun sebagian program integrasi.
Reporter: Muhammad Robby
Editor: Syarif