Kalsel

Mengintip Ritual Basarahan Penutup Aruh Adat Dayak Meratus

apahabar.com, KANDANGAN – Hari terakhir rangkaian Aruh Adat Dayak Meratus di Loksado, Hulu Sungai Selatan, dilaksanakan…

Featured-Image
Ritual Basarahan dalam rangkaian Aruh Adat Dayak Meratus di Dusun Malaris, Desa Loklahung, Kecamatan Loksado, Kabupaten Hulu Sungai Selatan. Foto-apahabar.com/Ahc27

bakabar.com, KANDANGAN – Hari terakhir rangkaian Aruh Adat Dayak Meratus di Loksado, Hulu Sungai Selatan, dilaksanakan Ritual Basarahan, Kamis (08/10).

Ritual Basarah dimaksudkan untuk penghormatan pada roh leluhur warga Adat Dayak Meratus di Kalimantan.

Seperti yang dilakukan masyarakat Dusun Malaris, Desa Loklahung, Kecamatan Loksado, Kabupaten Hulu Sungai Selatan (HSS), Kamis (8/10) siang.

Sebelumnya, masyarakat Dusun Malaris yang menganut kepercayaan Kaharingan Dayak Meratus, melaksanakan aruh adat sejak Sabtu (3/10) malam lalu.

Aruh Adat Dayak Meratus juga dilakukan untuk menyukuri keberhasilan panen pertanian.

Biasa dilaksanakan siang dan malam, selama 3 sampai 6 hari berturut-turut.

Prosesi Ritual Basarahan masyarakat di Dusun Malaris itu, dilakukan di tengah hutan pegunungan kawasan Meratus. Lokasinya, sekira 5 kilometer dari pemukiman.

Hutan wilayah Pegunungan Meratus HSS ditumbuhi berbagai pohon besar dan lebat, seperti pohon gandaria, manggis, durian dan lainnya.

“Tiap tahun dilaksanakan selalu di tempat itu, merupakan tanah yang dibangun, dibuka dan ditanami oleh para leluhur,” ucap Aslan, salah seorang tokoh adat Dusun Malaris kepada bakabar.com.

Ritual Basarah diikuti laki-laki dewasa hingga anak-anak, berjumlah sekira 10 hingga 20 orang.

Wadah berupa anyaman bambu dan daun muda kelapa disebut ancak dibawa dari kampung, kemudian digantung di dahan pohon.

Di dalam ancak, diisi benda sesajen seperti beras dan kelapa yang masih kecil, serta diberi alas dedaunan.

Tak lupa, warga juga membakar kemenyan untuk aroma wangi dan memanggil roh.

Para Balian’ atau Tetuha Adat, kemudian mulai melaksanakan Ritual Bamamang, yang merupakan ritual berkomunikasi dengan roh leluhur.

“Para leluhur jasadnya memang sudah mati, namun rohnya masih berkeliaran di atas cahaya. Kami memanggil-manggil dan berkomuniksi dalam ritual itu,” ucap menantu, dari mendiang Damang Dayak Meratus Kalimantan Selatan (almarhum) Ayal Kusal tersebut.

Komat-kamit mulut para Balian, berbicara dengan bahasa yang tidak dimengerti orang awam.

Ritual dipimpin Penghulu atau Pimpinan Balai Adat Malaris, yang biasa disapa Awat Dagih.

Tidak ada ketentuan jumlah balian yang mengikuti ritual, tergantung jumlah yang menguasai keahliannya. Biasa 3 sampai 10 orang.

“Jika sudah menguasai bisa ikut ritual, ilmunya diwariskan turun-temurun maupun ada waktu tertentu belajar bersama di balai adat,” jelasnya.

Ritual Basarahan itu ujarnya, merupakan penutup dari rangkaian aruh adat yang dilaksanakan masyarakat penganut kepercayaan Kaharingan di Meratus.

Yakni, menyerahkan hadiah bagi para roh leluhur masyarakat Dayak Meratus.

“Jika melaksanakan aruh, wajib melaksanakan prosesi ini. Sebab, ritual itu ibaratnya agar dalam kehidupan masa kini, kita tidak melupakan sekaligus penghormatan para leluhur,” terang pria usia paruh baya itu.

Kira-kira 1 jam para Balian Bamamang, ritual selesai dan warga kembali pulang ke kampung dan rumah masing-masing.

Komentar
Banner
Banner