Kalsel

Menelusuri Keindahan Sungai Newani dan Air Terjun Rampah Attop

apahabar.com, KANDANGAN – Sungai Newani yang mengalir melintasi Dusun Manakili di Desa Loklahung Kecamatan Loksado, Kabupaten…

Featured-Image
Air Terjun Rampah Attop, yang ditelusuri dari Dusun Manamili, Desa Loklahung, Kecamatan Loksado, Kabupaten HSS. Foto-Ahc26

bakabar.com, KANDANGAN – Sungai Newani yang mengalir melintasi Dusun Manakili di Desa Loklahung Kecamatan Loksado, Kabupaten Hulu Sungai Selatan (HSS) mengalirkan kehidupan dan keindahan.

Banyak riam dan air terjun yang ditemui saat menelusuri sungai itu. Salah satu yang paling cantik yakni Rampah Attop.

Ditemani seorang warga Dusun Manakili bernama Dino, reporter bakabar.com HSS mencoba menelusuri eksotisme Sungai Newani yang melintasi kampung itu. Jika ke hilir, sungai itu akan bermuara di Sungai Amandit yang masuk wilayah Kecamatan Loksado.

Dusun Manakili sendiri merupakan sebuah perkampungan terpencil di Desa Loklahung. Diperlukan waktu kira-kira 10 menit untuk menuju ke sana jika start awal dimulai dari Dusun Manutui yang berada di jalan utama Desa Loklahung. Sepeda motor menjadi satu-satunya kendaraan yang disarankan jika ingin melintasi kawasan ini.

Selain suasana kampung di tengah hutan, rumah-rumah yang dibangun di antara bebatuan besar membuat Dusun Manakili terlihat lebih menawan.

"Hanya sekira 13 rumah yang ada di kampung kami dan ada 3 rumah yang kosong ditinggalkan penghuninya, serta 1 buah Balai Adat yang digunakan untuk kegiatan adat," ungkap pemuda 20 tahun itu.

Menelusuri sungai yang dimaksud bukan berarti mengarungi dalam sungainya, tetapi hanya berjalan di antara lebatnya hutan mengikuti alirannya, meski sedikitnya 4 hingga 5 kali harus menyeberang sungai sedalam paha orang dewasa.

Setelah satu jam perjalanan, satu air terjun yang dinamakan Riam Minik terlihat jelas. Tingginya sekira 5 sampai 10 meter dengan kedalaman di bawahnya kira-kira 1 meter.

"Nama itu diambil dari suatu kampung dekat dengan air terjun itu. Namanya Dusun Minik yang sudah lebih satu dekade ditinggalkan warganya yang berpindah kampung," jelasnya.

Perjalanan dilanjutkan. Kali ini melintasi jalanan lebih ekstrem. Selain menanjak Gunung Newani yang lumayan curam, juga dihantui lintah atau biasa disebut "pacat gunung". Memang tidak terasa, jika lintah hinggap dan mengisap darah, tetapi terlihat menggelikan.

Kurang lebih satu setengah jam mendaki, tebing curam sudah menghadang. Namun untungnya pepohonan, semak, dan akar-akaran bisa dijadikan pegangan untuk turun.

Sampai di bawah dan menemukan aliran sungai, sudah didapati sebuah air terjun. Tingginya kurang lebih 5 sampai 7 meter.

Menaiki air terjun dan berjalan di aliran sungai, sedikitnya ada 5 titik air terjun kecil dengan ketinggian bervariasi, dari 1 hingga 5 meter.

"Seperti itu biasa disebut riam. Sedangkan air terjun yang airnya jatuh menukik tajam ke bawah, oleh masyarakat sering disebut rampah. Serta air terjun yang jatuhnya menggelinding biasa disebut Mandin," jelas petani kayu manis itu.

Setengah jam berjalan di air dan sesekali menaiki tebing tanpa peralatan, sampailah ke Rampah Attop. Tingginya lebih dari 10 meter dan lebar sekira 5 meter, serta sungai di bawahnya selutut orang dewasa.

"Sebelumnya orang luar selain warga setempat belum pernah datang ke tempat ini. Sebab jalannya sangat tidak mendukung," tutur Dino.

Bahkan, lahan di sekitar air terjun itu belum pernah digunakan warga untuk bercocok tanam. Jalan setapak yang dilalui dalam perjalanan merupakan sebuah jalan yang biasa digunakan warga untuk berburu, berladang, atau berkebun kayu manis.

"Di sini hutan asli dan masih utuh. Belum pernah ada yang berladang. Kecuali ada kebun kayu manis yang paling dekat dari sana," terangnya sambil menebas ranting-ranting di perjalanan pulang.

Editor: Puja Mandela



Komentar
Banner
Banner