bakabar.com, BANJARMASIN - Spanduk bertuliskan tuntutan "Buruh Bukan Budak" terbuka di Kota Banjarmasin dalam rangka Hari Buruh 2019. Desakan menolak upah murah tersebut disuarakan oleh puluhan anak punk.
Kelompok kelas pekerja serabutan itu ingin bergabung dalam massa aksi dari Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Kalsel dalam menuntut hak buruh setiap tahunnya.
Sayangnya, keinginan itu tidak berjalan sesuai rencana. Mereka diusir oleh aparat kepolisian karena tidak memiliki surat pemberitahuan aksi dalam rangka Hari Buruh.
Salah satu dari anak Punk, Arida menuturkan ini bukan pertama kalinya mereka tampil demonstrasi pada peringatan Hari Buruh. Sejak 2016 sampai 2018, mereka selalu ikut menyumbangkan suaranya untuk mendesak pemerintah merevisi berbagai kebijakan.
Baca Juga: Jelang Ramadan; Toko Ini Didatangi Ratusan Pembeli Setiap Hari
“Kita intinya hanya nimbrung untuk memperjuangkan hak buruh juga, artinya kan mungkin dengan cara ini kita sebagai anak Punk dan buruh paling tidak diperhatikan,” ujarnya.
Pekerja swasta ini menambahkan, meski dia dan anak Punk lainnya adalah buruh, tapi mereka tidak pernah tergabung dalam serikat pekerja manapun.
“Kami ikut bersimpati dan peduli terhadap hak tenaga kerja, tidak sebanding dengan pekerjaan yang dilakoni. Itu kami dan buruh rasakan,” ungkapnya.
Secara umum, ada beberapa tuntunan FSPMI Kalsel dalam menyambut May Day 2019.
Ketua DPW FSPMI Kalsel, Yoeyoen Indharto mendesak pemerintah merevisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan. Hal ini dibicarakan untuk menolak upah murah dalam bekerja.
“Kita minta PP 78 ini direvisi dengan melibatkan serikat buruh untuk tentukan UMP. Jadi kami minta UMP ini tidak lagi menggunakan pada inflasi dan pertumbuhan ekonom. Tetapi pada perhitungan KHL yang sekarang 64 item kita minta menjadi 84 item,” ujarnya.
Yoeyoen mengatakan, buruh juga meminta agar menghapus outsourcing serta pemagangan yang berkedok karyawan kontrak dari sebuah perusahaan jasa tenaga kerja.
“Outsourcing sebenarnya tidak tabu apabila dijalankan sesuai aturan. Namun kenyataannya itu melenceng dari aturan, bahkan BUMN sendiri tidak pantas begitu. Jika ingin memperbaiki itu, segeralah hapus outsourcing,” ungkapnya.
Selanjutnya, agar bisa meningkatkan manfaat jaminan sosial warga dalam hal ini Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS Kesehatan) dan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (BPJS Ketenagakerjaan).
Baca Juga: Refleksi Hari Buruh Nasional di Kalsel; Kesejahteraan Buruh dalam Cengkraman Industri Kapitalisme
Dia menilai perlu segera dilakukan perbaikan terhadap berbagai regulasi dan implementasi baik terkait kepesertaan, kepatuhan pemberi kerja, pengelolaan dana jaminan sosial, maupun audit menyeluruh terhadap dua lembaga pemerintah itu.
“Untuk itulah, dalam peringatan Mayday 2019 ini, terkait Jaminan Sosial, kami merekomendasikan merevisi Peraturan Presiden Nomor 109 tahun 2013 agar pekerja yang memasuki masa pensiun dapat langsung menerima manfaat pensiun dari BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan,” paparnya.
Bahkan, pihaknya juga menuntun pemerintah harus menurunkan harga kebutuhan pokok, dan tarif dasar listrik yang telah ditetapkan. Semuanya guna kesejahteraan warga khususnya buruh yang merasa dirugikan terhadap ketentuan itu.
“Kami juga meminta agar pemerintah bisa meningkatkan kesejahteraan dan pendapatan guru honorer dan Ojek Online (Ojol). Mereka berkerja lebih lelah daripada kita, namun kenyataanya upahnya masih di bawah minimum provinsi,” jelasnya.
Kemudian, mereka juga mendesak pemerintah untuk ratifikasi konvensi ILO No 183 tentang perlindungan Maternitas. Pemerintah juga perlu memperkuat perlindungan terhadap buruh perempuan.
“Kebijakan itu patut dilakukan sebagai negara industri. Artinya buruh sangat berpengaruh dalam membangun perekonomian, namun sayang capaian itu tidak memadai untuk perlindungan buruh perempuan,” katanya.
Reporter: Bahaudin Qusairi
Editor: Muhammad Bulkini