bakabar.com, MARTAPURA – Danau eks galian tambang milik PD Baramarta telah merenggut nyawa seorang warga. Perusahaan daerah itu menyebutnya sebagai musibah.
Menurut Slamet Santoso, Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Operasional PD Baramarta pihaknya sudah memberi plang larangan berkegiatan di areal bekas tambang.
Sehingga musibah kematian akibat tenggelam tersebut bukanlah kesalahan pihak mereka.
“Itu kan musibah. Taruhlah di situ ada buaya, kita kasih tulisan dilarang masuk ada buaya, misalkan gitu. Kemudian ada yang masuk. Kan keliru. Jadi yang salah siapa gitu,” ujar Slamet kepada sejumlah media di kantor PD Baramarta, Kompleks Pangeran Antasari, Martapura, Selasa (16/6).
Pihaknya, kata dia, tidak bisa mencegah masyarakat berkegiatan di areal bekas tambang tersebut.
“Ini murni musibah. Kita pun merasa prihatin,” katanya didampingi Kepala Teknik Tambang, A Sugianor dan Kabag K3LH PD Baramarta, Yudi Muzayin.
Slamet bercerita areal tambang itu bekas digarap oleh PT. Madhani Talatah Nusantara, selaku kontraktor untuk PD Baramarta.
“Sudah kurang lebih 13 tahunan tidak lagi ditambang. 2007 kalau tidak salah yang terakhir kali,” katanya.
Lantas siapa yang bertanggung jawab atas insiden maut tersebut?
Menurut Slamet, kalau bicara batu bara masih tanggung jawab Baramarta. Adapun lahannya sudah kembali kepada masyarakat selaku empunya lahan.
“Kami hanya ngambil batu baranya saja, kalau lahannya kembali kepada masyarakat sebagai pemilik awal. Artinya kami sudah melakukan reklamasi dan sudah dicairkan ganti ruginya, masyarakat silakan mengaturnya. Tapi kalau nanti saat pelepasan masih ada yang tidak bagus, paling nanti disuruh menanami pohon lagi,” papar Slamet.
Izin tambang memang sampai 2030 mendatang. Meskipun sudah selesai ditambang, tak bisa serta merta langsung diserahkan ke pemerintah sebelum habis masa izin tambang.
“Kami Baramarta ada beberapa wilayah tambang di selatan, tengah, dan utara. Yang kejadian semalam di selatan paling bawah. Yang masih aktif itu di utara. Jadi kita tidak bisa menyerahkan separuh-separuh karena kan izinnya itu satu kesatuan,” ungkapnya.
Slamet menuding ada penambang-penambang liar yang merusak bekas tambang lahan yang mereka garap. Sampai menimbulkan kerusakan.
Namun Slamet tak begitu menyinggung secara gamblang kerusakan yang dimaksud.
Ia mengaku sudah beberapa kali melakukan peneguran terharap penambang ilegal, bahkan melapor Pemkab Banjar.
“Mereka terkesan ngeyel. Mereka beralasan bahwa tanah itu milik mereka sehingga kami tidak dapat berbuat banyak kecuali hanya menegur dan melaporkan ke instansi terkait,” katanya.
Disinggung bagaimana respons pemerintah, pihak Baramarta mengaku tak terlalu mengikuti perkembangannya.
“Setahu kita instansi terkait sudah sering mendatangi mereka. Cooling down-lah istilahnya. Namun yang namanya masyarakat beberapa bulan kemudian digali lagi, seperti itu terus berulang-ulang,” tuturnya.
Pun demikian adanya aliran sungai ke danau bekas tambang, pihak Baramarta juga menyebut akibat ulah penambang liar.
Menurut mereka, pihaknya sudah memberi batas antara galian tambang dengan sungai sekitar 100 meter.
“100 ini kan kami tidak ganggu sama sekali. Ketika ada kerusakan di situ kita tidak melakukan reklamasi karena jauh 13 tahun lalu kita start reklamasi,” katanya.
Disinggung soal klaim Walhi Kalsel bahwa Kabupaten Banjar urutan ketiga paling banyak lubang tambang, pihak Baramarta membantah tak melakukan reklamasi.
Menurutnya, areal tambang yang dalam konsesinya hanya terdapat sekitar lima lubang yang belum ditutup karena masih aktif diekspolitasi.
Kemunculan lubang-lubang yang menganga, kata dia, lebih karena aktivitas penambangan liar.
“Kalau kita disebut tidak mereklamasi itu tidak benar. Cuma masalah lahan yang diganggu (ditambang liar) ini kan kita dari Baramarta tidak mengganggu lahan itu, jadi kita hanya melakukan reklamasi lahan yang kita ganggu (gali) dan sudah kita ganti rugi. Jadi reklamasi kami sesuai yang ada di Amdal [analisis dampak lingkungan],” papar Yudi Muzayyin.
Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Kalimantan Selatan menuntut Baramarta bertanggung jawab atas tewasnya seorang warga di lubang eks galian mereka.
"Pemerintah daerah Kabupaten Banjar harus mengutamakan keselamatan rakyat dengan mematuhi peraturan yang berlaku," ujar Direktur Eksekutif Walhi Kalsel, Kisworo Dwi Cahyono, Senin, (15/6).
Kecaman Walhi itu merespons kabar duka terkait Kasyful Anwar (40), seorang pemancing ikan warga dari Desa Pakutik, Kecamatan Sungai Pinang, Kabupaten Banjar.
Ia dikabarkan tenggelam pada Jumat (12/6) dan baru ditemukan mengapung tak bernyawa di area danau eks lubang tambang milik PD Baramarta pada Minggu, (14/6) oleh tim rescue gabungan.
"Baramarta yang diberitakan selalu memperoleh proper biru ternyata memiliki lubang bekas tambang yang mematikan. Ini merupakan indikasi bahwa kriteria dalam pemberian penghargaan itu berbeda dengan kondisi di lapangan," tuding Kisworo.
Editor: Fariz Fadhillah