bakabar.com, JAKARTA - Pemberitaan dalam media dianggap turut mempengaruhi seorang anak melakukan tindakan perundungan. Dan menganggapnya sebagai inspirasi untuk menjadi 'keren'.
Media mungkin memiliki dampak positif bagi penyebaran informasi dan menambah wawasan masyarakat, namun dibalik dampak positif tersebut terdapat risiko terkait perundungan yang marak terjadi.
Ketua Umum Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) Seto Mulyadi atau kerap disapa kak Seto, mendesak Dewan Pers untuk menjalankan dan menegakkan kembali pedoman pemberitaan ramah anak.
Media dikatakan menjadi pedang bermata dua, yang mana dapat dijadikan penyebaran informasi perlindungan bagi sang anak. Namun juga menjadi pedang yang sangat tajam dalam membuat hak anak terlanggar.
Di zaman sekarang, jejak digital tidak bisa dihilangkan dan mereka akan terus terbebani saat dewasa nanti.
"Supaya tidak menginspirasi anak untuk melakukan tindak kekerasan ataupun bullying dan sebagainya," ujar kak Seto pada media, Rabu (11/10).
Anak kerap melakukan segala sesuatu yang viral untuk menunjukkan dan membuktikan diri dalam pergaulan. Dalam hal ini, LPAI berharap peran warganet serta media untuk menyaring pembahasan tersebut.
Peraturan Dewan Pers Nomor 1/Peraturan-DP/II/2019 mengatur tentang tata cara peliputan kasus yang menyangkut anak. Di mana dalam peraturan tersebut memiliki 12 poin utama dalam pedoman pemberitaan anak.
Diantaranya adalah mengenai peran perlindungan harkat dan martabat seorang anak terhadap segala bentuk pemberitaan negatif.
"Dalam undang-undang perlindungan anak juga menekankan bahwa pelaku maupun korban dari sudut hukum tetaplah korban," ujar Lovely B, Komite Akademi Suluh Keluarga.
Pada faktanya, menurut kak Seto dan beberapa komunitas keluarga lainnya. Pedoman ini tidak diindahkan, dilanggar dan dibiarkan. Pemberitaan terkait anak dibuat sangat terbuka dengan susunan bahasa provokatif dan mendorong pada pembalasan dendam.
"Rekomendasi kami mungkin menjadi pekerjaan rumah bagi media ke depan mengenai pengemasan berita bullying tapi kemasan yang lebih tidak memprovokasi terhadap anak-anak," tutur Lovely.
Kak Seto dan Komintas Perlindungan Anak juga mendesak pemberlakuan Permendikbudristek No 46 tahun 2023 secara optimal.
"Jadi bukan hanya anak-anak yang jadi fokus kita, tapi kita orang dewasa yang menjadi enabler," tutur Lovely.