Hot Borneo

Kronologis Penyergapan Maut di Martapura: Ditabrak, Lalu Diseret, Iyur Tewas Ditembak

apahabar.com, MARTAPURA – Malam kedua Ramadan, nyawa seorang terduga pengedar sekaligus residivis bernama Yurdiansyah (45) melayang…

Featured-Image
Wahyu menunjukkan lokasi terakhir Iyur duduk sebelum ditabrak oleh polisi berpakaian sipil yang membonceng seorang pelaku penyalahgunaan narkotika. Foto-Foto: apahabar.com/Hendralianoor

bakabar.com, MARTAPURA – Malam kedua Ramadan, nyawa seorang terduga pengedar sekaligus residivis bernama Yurdiansyah (45) melayang dalam sebuah penggerebekan di Gang Bina Remaja, Desa Jawa Laut, Martapura, Kabupaten Banjar.

Insiden terjadi tepat di dekat rumah korban di pertigaan Jalan Cempaka, Minggu (3/4) sekira pukul 23.30. Saat penembakan berlangsung, adik kandung korban, Wahyu sedang tadarusan di samping rumah Iyur.

“Kejadiannya persis di samping rumah saya. Korban waktu itu sedang duduk di kursi main HP,” kata Wahyu saat ditemui bakabar.com di kediamannya, Selasa (5/4).

Meski tak melihat secara langsung, kata dia, cukup banyak saksi yang menyaksikan. Termasuk istri Wahyu yang sedang di dalam rumah. Menurut Wahyu, penangkapan kakaknya adalah hasil pengembangan kasus dua hari sebelumnya di Banjarbaru. Malam itu polisi baru saja menangkap seorang bernama “Upi Bolot”.

“Ketika almarhum duduk di kursi ini, datang dua orang polisi bersepeda motor bersama satu tersangka Upi Bolot di tengah, langsung menabrakkan kendaraan ke almarhum dengan keras. Almarhum yang merasa tidak ada masalah, begitu ditabrak terkejut ‘lah,” terangnya.

img

Meski berstatus residivis, Iyur diketahui belum pernah tersangkut kasus narkotika.

Iyur, kata Wahyu, saat itu memang membawa parang. Sajam ini yang diletakkan di bawah kursi. Namun, kata dia, warga setempat sudah terbiasa membawa parang hingga tombak saat malam hari.

“Karena banyak ular berkeliaran sejak banjir sampai sesudah banjir. Dan almarhum ini paling takut sama ular, bahkan sama belut saja takut,” ungkapnya.

Sejurus kemudian terdengar suara tembakan sampai empat kali. Lokasinya hanya beberapa meter dari kursi ia duduk. “Istri saya mendengar dari rumah empat kali tembakan itu,” ujarnya.

Hanya saja, mereka tidak tahu apakah empat tembakan itu langsung ke arah badan korban atau ke atas. “Saya tidak melihat. Namun yang kita tahu di sini mengabarkan ada luka (tembak) dua di kaki dan di badan,” katanya.

Setelah itu, lanjut Wahyu, korban diseret ke depan melalui jalan samping antara dua rumah warga. Sesampainya di depan, suara tembakan kembali terdengar. “Kalau yang di depan itu kurang tahu berapa kali ada tembakan, cuma banyak saksi di sana,” jelasnya.

Waktu korban diseret sampai di depan, kata Wahyu, kakaknya itu tampak sudah tidak berdaya. Tak ada perlawanan. Dari keterangan saksi yang melihat, Iyur ditembak lagi oleh polisi seraya berkata, “Mati ‘lah kamu.”

img

Seekor ular ditemukan penulis tak jauh dari lokasi penyergapan Iyur.

Usai penembakan, sejurus kemudian mobil berkelir hitam datang. Iyur langsung dibawa ke rumah sakit. Kata Wahyu, tidak ada satu pun keluarga yang mendampingi. Tak lama, ketua RT setempat disuruh ke rumah sakit. Namun kedatangannya terlambat.

“Korban sudah wafat,” jelasnya.

Pada malam itu juga, sekitar dini hari Iyur dibawa pulang ke rumah duka. Pihak keluarga terkejut melihat lima mata luka yang diyakini bekas tembakan. Dua lubang di dada, satu di perut, dan dua lagi di kaki paha kiri dan kanan.

“Luka yang di perut apakah karena tembakan atau tembusan peluru yang di dada ke perut, tidak tahu kami. Yang jelas lubangnya lima. Semua yang memandikan almarhum melihat. Saya tidak sanggup melihatnya,” ucapnya.

Setidaknya ada dua hal yang mengherankan Wahyu. Pertama, mengapa korban ditembak di bagian dada dan dua kakinya. Sebab, menurut hematnya, jika dua kaki ditembak, otomatis Iyur akan lumpuh tak berdaya.

“Yang jadi pertanyaan, kalau sudah ditembak di badan apa perlu lagi ditembak di kaki?” herannya.

“Apabila sudah ditembak di kaki apa perlu ditembak lagi di badan. Kalau pun ada perlawanan, sudah ditembak lumpuh tidak perlu lagi ditambah,” sambungnya.

“Saya seandainya menembak binatang, kalau buruan itu sudah lumpuh, saya tidak perlu lagi menambah tembakan. Itu ke binatang, apalagi ini manusia,” ungkapnya.

Kedua, yang ia herankan, polisi pada waktu itu tidak sama sekali melakukan penggeledahan di rumah Iyur. “Kan almarhum ini ceritanya (terduga) bandar sabu, tapi kenapa tidak mencari barang buktinya. Ketika korban sudah terbantai langsung datang mobil hitam dan dibawa ke rumah sakit, semuanya (polisi) hilang tidak ada yang mencari barbuk ke rumah,” terangnya.

Di lain sisi, Wahyu tak menampik jika saudaranya itu seorang residivis kasus pidana penganiayaan. Perkaranya selalu perkelahian. “Tapi tidak pernah ditangkap karena narkoba, selalu perkelahian,” katanya.

Disinggung sikap keluarga terkait peristiwa berdarah ini, Wahyu masih menunggu hasil musyawarah. Sejauh ini, kata dia, pihaknya masih memikirkan solusi atas dampak daripada kejadian ini mengingat Iyur adalah tulang punggung keluarga.

“Istri dan anak dua, satu sudah bersuami dan satunya lulus SMA baru mau kuliah, makanya bingung setelah almarhum ini wafat bagaimana setelahnya,” pungkasnya.

Untuk diketahui, lokasi penyergapan Iyur berada di wilayah hukum Polres Banjar. Namun penyergapan tersebut dilakukan jajaran Polres Banjarbaru yang melakukan pengembangan kasus.

Coba dikonfirmasi, Kasi Humas Polres Banjarbaru AKP Tajudin Noor belum bersedia memberikan keterangan. “Kita tunggu ada rilis dari Polda Kalsel,” ujar Tajudin, Selasa (5/4) siang.

Dikonfrimasi, Kabid Humas Polda Kalsel, Kombes Pol Mochammad Rifai angkat bicara. Rifai mengatakan para personel terpaksa mengambil tindakan tegas lantaran Iyur mencoba melawan dengan senjata tajam.

“Dan petugas bertujuan melumpuhkan,” ujar Rifai dihubungi media ini, Selasa (5/4) malam.

Kendati begitu, Rifai mengatakan para personel yang terlibat akan berhadapan dengan tim profesi dan pengamanan atau Propam.

“Belum ada [yang diperiksa], tetapi kita selidiki, kalau ada kesalahan pasti kita tindak,” ujar perwira senior Polda Kalsel ini.

Soal ini, praktisi hukum dari Borneo Law Firm, Muhammad Pazri, menyayangkan kembali terulangnya kasus penggerebekan maut.

“Nah kenapa terulang lagi, kan ada asas praduga tidak bersalah, harus diusut lagi, apakah ada pelanggaran prosedur atau tidak. Ini menyangkut nyawa manusia dan bisa melanggar HAM,” ujarnya dihubungi terpisah, Selasa (5/4) sore.

Seharusnya, kata Pazri, seseorang yang masih berstatus terduga, belum tersangka, masih mempunyai hak membela diri atau due process of law. Itu harus dipenuhi oleh kepolisian.

“Perlu evaluasi dan diingatkan lagi tim polisi yang bergerak di lapangan apakah sudah mengimplementasikan asas legalitas, kebutuhan dan proporsionalitas,” ujar doktor hukum jebolan Universitas Islam Sultan Agung ini.

“Bila terduga pelaku tidak membawa apa-apa, ditembak ya tidak proporsional, sudah ada belum tembakan peringatan tiga kali ke atas? Berapa orang atau saksi yang sudah diinvestigasi dulu di lapangan sebelum mengambil tindakan?” cecar Pazri.

Sebagai pengingat, bukan kali ini saja terjadi di Kabupaten Banjar. Pada 29 Desember 2021 lalu, seorang target operasi bernama Sarijan (62) tewas. Terduga pengedar sabu itu meninggal dalam operasi penyergapan di Pamangkih Baru.

Komentar
Banner
Banner