Tak Berkategori

Kisah Santri Ponpes Darussalam Martapura Jualan Pentol, Tujuannya Tak Disangka

apahabar.com, MARTAPURA – Santri Pondok Pesantren (Ponpes) Darussalam Martapura ini rela berjualan pentol gerobak dengan tujuan…

Featured-Image
Muhammad Fahri (23), santri Ponpes Darussalam Martapura Pahandut Seberang, Palangkaraya, Provinsi Kalteng saat berjualan pentol di depan Aula Kampus Institut Agama Islam Darussalam Martapura. Foto-apahabar.com/hendralianor

bakabar.com, MARTAPURA - Santri Pondok Pesantren (Ponpes) Darussalam Martapura ini rela berjualan pentol gerobak dengan tujuan yang tidak disangka. Di usianya yang masih muda, tidak ada kata gengsi baginya untuk berdagang.

Bernama lengkap Muhammad Fahri (23), pemuda ini berasal dari Kelurahan Pahandut Seberang, Kecamatan Pahandut, Kota Palangkaraya, Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng).

Fahri sudah delapan tahun merantau ke Martapura untuk menuntut ilmu sejakl berusia 15 tahun. Masuk Ponpes Darussalam Martapura mulai dari bawah, yakni Awaliyah 4 tahun, Wustho 3 tahun, dan sekarang duduk di bangku kelas 1 Ulya, tingkatan terakhir di Ponpes Darussalam.

Ia berjualan pentol sudah setahun terakhir ini. Pentol yang dijual bukan miliknya sendiri, melainkan temannya yang juga bos pentol. Selain berjualan pentol, ia juga menjual pisang lumer bentuk kemasan yang ia branding dengan namanya.

Dari asrama yang dia tempati Antasan Martapura, Fahri bersepeda tiap hari ke Kampung Jawa Laut Martapura untuk mengambil pentol lengkap dengan gerobaknya yang siap jual. Jaraknya sekira 2 kilometer.

Ia biasa stand by di wilayah komplek Yayasan Darussalam di Desa Tanjung Rema Martapura. Fahri mendapatkan upah satu perempat dari total omzet penjualan pada hari itu.

"Pernah paling banyak hasil jualan Rp 800 ribu, dapat bagian 200 ribu. Kalau rata-rata tiap hari dapat penghasilan antara 40-50 ribu," ujarnya saat berjualan di antara ramainya kegiatan vaksinasi di depan Aula Kampus Darussalam, Selasa (27/12).

Ia tampak cakap bicara dan berinteraksi sambil melayani dengan pembeli.
Kendati sambil berjualan, kewajibannya menuntut ilmu di Ponpes tertua di Kalsel itu tidak terabaikan.

Sepulang dari sekolah kurang lebih pukul 11.30 WITA, Fahri terlebih dulu melaksanakan salat zuhur dan kegiatan lainnya di asrama. Kemudian, sekira pukul 14.00 Wita ia mulai berjualan hingga magrib.

Pada malam hari, dia masih menyempatkan diri untuk menghadiri pengajian. Sekadar diketahui, di Martapura majelis-majelis pengajian bertebaran sehingga santri maupun warga biasa bisa memilih mau duduk di majelis mana saja.

Anak sulung dari empat bersaudara itu mengaku berdagang bukan karena orang tuanya tidak mampu membiayai sekolah.

Bahkan ia menyebut orang tuanya di kampung termasuk orang berada. Ayahnya jadi pembudidaya ikan nila keramba, sedangkan ibunya berdagang di pasar. Jiwa berdagang orang tuanya ternyata mengalir dalam diri Fahri.

"Malah awal-awalnya orang tua saya sempat heran bertanya-tanya, tapi dijelaskan akhirnya mengerti," ucapnya.

Lantas, apa motivasinya berjualan pentol sambil menuntut ilmu. Ia menyebutkan dua tujuan utama selain untuk mengurangi beban orang tua.

Pertama, buat menabung untuk investasi di kemudian hari. "Duitnya ditabung buat investasi modal ke depannya. Seperti modal usaha bisa juga untuk kawin, kalau banyak terkumpul," ucap Fahri senyum.

Tujuan kedua adalah untuk melatih mental dan supaya terbiasa berinteraksi dengan orang lain yang tidak ia kenal. Ia menyadari bahwa menuntut ilmu agama ujungnya untuk mengamalkan ilmu dan menyebarkannya dengan berdakwah. Dengan berjualan pentol, ia meyakini bakal terbiasa berbicara dengan siapapun.

"Dengan berjualan ini kan saya lebih sering bicara atau sosialisasi sama orang - orang, jadinya terlatih bicara nantinya," tutupnya.



Komentar
Banner
Banner