Ponpes Al-Falah sudah merupakan jiwa atau roh KH Muhammad Tsani. Siang malam ia memikirkan pendanaan pondok. Mencari dana sampai ke Mekah memanfaatkan momen naik haji.
JULI1994, Yayasan Pondok Pesantren Al-Falah Banjarbaru berdiri.
“Tepatnya, tanggal 19 Juli bahwa menyatakan Pondok Pesantren Al Falah didirikan atau pada 19 Rabiul Awal 1394 Hijriyah,” ucap Sejarawan Kalsel, Mansyur kepada bakabar.com.
Mansyur mengutip dalam Buletin Al-Falah terkait Media Informasi Tahunan, yaitu tahun 2009 dituliskan bahwa lembaga pendidikan ini bernama Al-Falah berasal dari sebuah kata yang diambil dari lafaz azan yang berbunyi hayya a lal falah. Maknanya: Keberuntungan dan Keselamatan.
Maka, ujar Mansyur, dengan kata itulah para pendiri berkeinginan agar orang-orang yang berada di dalamnya, serta pemerhati yang membantu kelancaran pendidikan Pondok Pesantren Al-Falah ini selalu mendapat keberuntungan dan keselamatan di dunia maupun di akhirat kelak.
“Pendirian Pondok Pesantren Al Falah yang diprakarsai Al Mukarram K.H. Muhammad Tsani yang lebih dikenal dengan sebutan Guru Tsani, adalah seorang ulama dan mubalig, juga seorang pejuang yang tidak asing lagi di kalangan umat Islam di Indonesia terutama di daerah Kalimantan Selatan, Jawa dan sekitarnya,” ujar akademisi sejarah Universitas Lambung Mangkurat itu.
Diakui Mansyur, bahkan sampai ke tanah Tambilahan, Indra Giri dan Malaysia, dengan dibantu oleh para kerabatnya serta para dermawan di Kalimantan Selatan.
“Lokasinya ketika pertama kali didirikan itu sewaktu mualim K.H. Muhammad Tsani membangun Pondok Pesantren Al Falah di kawasan wilayah Landasan Ulin,” ungkap Mansyur.
Diceritakan Mansyur, masih dalam keadaan kawasan hutan, dan penduduknya sangat sedikit di kawasan Jalan Ahmad Yani. Menurutnya, waktu itu belum layak untuk dilalui oleh kendaraan bermotor roda empat.
“Operasional lembaga pendidikan ini adalah pada tanggal 12 Januari 1976 Masehi, yang bertepatan dengan tanggal 10 Muharram 1396 Hijrah dengan jumlah santrinya 29 orang,” beber Mansyur.
Berdasarkan riwayat hidup, kata Mansyur, seorang pendiri atau Muasis Al-Falah Banjarbaru, yakni KH Muhammad Tsani yang dilahirkan di Alabio, Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan itu wafat 11 Muharram 1407 H atau 14 September 1986 M.
“Beliau sejak usia muda ngaji dengan para ulama di Alabio dan sekitarnya. Yang pada waktu itu banyak ulama-ulama alumnus Mekkah dan Mesir.”
Bahkan, dikatakan Mansyur, Guru Tsani juga belajar keluar dari Alabio, yaitu ke daerah Nagara. Berguru dengan KH Ahmad Nagara.
“Kemudian beliau sangat rajin membaca kitab-kitab kuning, apalagi Guru Tsani juga berhijrah ke Banjarmasin, di mana seseorang harus banyak membaca kitab-kitab.”
Self Studi ini, kata Mansyur, terus menerus bahwa sosok Guru Tsani mengembangkan dirinya hingga sampai akhir hayat.
Ia juga aktif sebagai mubalig atau sebagai guru agama di masjid, musala dan rumah-rumah. “Guru Tsani sangat terkenal di Banjarmasin, khususnya di daerah Pasar Lama, di mana beliau berdomisili,” ujarnya.
Donasi ke Ponpes Al Falah Terus Mengalir, Dari Bos Binuang Hingga Warga Ikhlas Jual Rumah
Menurutnya, figur Guru Tsani sangat dikenal para pedagang, khususnya masyarakat Alabio sebagai guru. Saat Ramadan, ujar Mansyur, sosoknya suka sekali menjamu berbuka puasa di musalanya tersebut.
“Beliau setiap tahun sekali naik haji, biasanya beliau membawa rombongan ke Mekkah Al-Mukarramah. Tercatat beliau sudah 22 kali berhaji baik sendirian maupun dengan rombongan.”
Dalam perjuangannya, cerita Mansyur, bahwa di bidang pendidikan figurnya dapat dipercaya oleh Al-Mukarram DR. K.H. Idham Chalid di Jakarta untuk membuat kerangka kayu pembangunan madrasah miliknya di Darul Ma arif.
“Setelah pembangunan Madrasah Darul Ma Arif selesai, Guru Tsani ditawari Idham Chalid untuk memimpin madrasah miliknya di Jakarta. Namun tawaran Pak Idham Chalid tersebut ditolak Guru Tsani dengan halus.”
Suatu ketika, kata Mansyur, Guru Tsani mengatakan bahwa masyarakat Kalimantan Selatan khususnya dan Kalimantan pada umumnya masih perlu perhatian.
“Inilah rupanya salah satu pemikiran yang menjadi cikal bakal atau embrio yang kemudian menjelma atau lahirnya pondok pesantren yang kemudian didirikan yang diberi nama Pondok Pesantren Al-Falah,” tuturnya.
Secara peta, Pondok Pesantren Al Falah terletak di Jalan Ahmad Yani, Kilometer 23, Landasan Ulin Tengah, Kecamatan Liang Anggang, Kota Banjarbaru, Kalimantan Selatan.
“Program atau kurikulum sudah diakreditasi atau diakui oleh Al Azhar Univercity Cairo Mesir sejak tahun 1995.”
Karenanya, salah satu kelebihan Mansyur, setiap alumnus Aliyah di Pondok Al-Falah dapat langsung bisa diterima secara langsung di Al Azhar Univercity Cairo Mesir tanpa melakukan tes.
“Di tahun 2009 alumnus Al-Falah yang kuliah di Al-Azhar sekitar 50 mahasiswa, ada yang sedang menempuh S2,” ujarnya.
Pada waktu mula berdirinya pondok, Mansyur bercerita, data santri pertama tercatat ada 26 orang, yang kemudian membanjiri pelosok desa dan kota di kawasan ini.
“Di bidang keuangan waktu itu yang berperan adalah Bapak alm H.Uriansyah, beliau dikenal sebagai pedagang besar mesin-mesin Kubota,” ungkapnya.
Sementara, kata Mansyur, di bidang manajemen dan pendidikan yang berperan adalah KH Mujtaba Ismail, MA, yang pada waktu itu sebagai Sekretaris Umum Yayasan.
“Figur Mudtaba, salah seorang konseptor dan pendiri Yayasan Pondok Pesantren Al Falah Banjarbaru. Beliau adalah alumnus S2 (Master of Art) dari Universitas Ummul Quro, Mekkah, Saudi Arabia. Beliau bermukim di Makah selama 13 tahun. Beliau mengajar dan mukim dipondok pesantren Al Falah.”
Ponpes Al-Falah ibarat jiwa atau roh KH Muhammad Tsani. Siang malam ia memikirkan pendanaan pondok. Mencari dana sampai ke Makah memanfaatkan momen naik haji.
“Karena setiap tahun beliau pergi berhaji ke Mekah, sekaligus dimanfaatkan untuk mencari dana. Untuk urusan luar negeri ini kadang-kadang beliau di-backup oleh H. Muhammad Subli di Jakarta asal Alabio, yang berprofesi sebagai pengusaha jasa pemberangkatan jemaah haji atau umrah pada waktu itu,” ujarnya.
Untuk mencari dana di Banjarmasin, terkadang Guru Tsani dibantu oleh para pedagang di pasar-pasar seperti Pasar Ujung Murung, Pasar Besar, Pasar PPKE, Pasar Lima, dan lain-lain. Khususnya pedagang atau pengusaha asal Alabio yang berdagang di Banjarmasin.
Sampai-sampai KH Muhammad Tsani digelari mereka ‘Tukang Tagih Pajak’. Itu tak lepas dari ketegasannya melaksanakan penagihan. Juga disebabkan karena besarnya sumbangan ditentukan atau ditaksir sendiri olehnya.
“Ini berlaku jika si pedagang seorang yang pelit atau ingin barajut. Tuan Guru KH Muhammad Tsani adalah seorang ulama yang tawadu, zuhud, ikhlas, qanaah, pandai bersyukur, selalu bertawakal, ulet, tidak kenal menyerah dan disegani oleh semua orang,” ujarnya.
Ia dan para pendiri lainnya bertekad untuk memajukan pendidikan, khususnya pondok pesantren. Pondok pesantren menurutnya satu-satunya cara terbaik dalam mengantisipasi akses-akses negatif bagi anak-anak. Dan dengan pendidikan pondok pesantren pengaderan umat Islam lebih optimal dan efektif hasilnya.
“Pondok Pesantren Al-Falah dalam keadaan netral tidak berada di bawah naungan organisasi apapun, baik organisasi politik maupun sosial masyarakat lainnya, tetapi berada di bawah naungan Yayasan yang bernama Yayasan Al-Falah yang bersifat independen dan mandiri,” ujarnya.
Lama pendidikan dan kurikulum sistem pendidikan di Ponpes Al-Falah mengutamakan penguasaan terhadap kitab kuning atau klasik.
“Sehingga santrinya dipacu untuk dapat menyerap dan menguasai serta memahami kandungan kitab kuning tersebut,” jelasnya.
Jenjang pendidikan yang harus ditempuh oleh para santri mencakup 3 tingkatan. Yaitu: Tingkat Tajhizi (persiapan) 1 tahun 2. Tingkat wustha 3 tahun. Dan tingkat ulya 3 tahun. Jumlah 7 tahun kurikulum yang digunakan ada 2 macam, pertama kurikulum Ponpes Al-Falah, dan kurikulum Kementerian Agama.
Pembelajaran kitab kuning model Kaji duduk di Ponpes Al-Falah umumnya dibimbing para kiai atau para ustaz. Di antara pengajarnya adalah Kiai Ahmad Kusasi.
Ia mengajar sejak 1994 masa pimpinan keponakan dari muasis atau pendiri Al-Falah sendiri, dan ayah dari KH Zuhdiannor atau disebut Guru Zuhdi yaitu KH Muhammad atau disebut Guru Muhammad.
“Dan wakil beliau pada saat itu Guru Alfiannor, kemudian Murabbinya adalah KH Nursyahid Ramli Lc. Beliau sudah lama menggunakan tradisi kaji duduk (halaqah) untuk mengajari para santri, dan bertempat di rumah simpatisan beliau. Beliau sangat peka sekali dalam menganalisa nilai-nilai pendidikan suatu daerah,” ujarnya.
Guru Tsani, kata dia, berpendapat bahwa masyarakat Kalimantan masih tertinggal jauh jika dibandingkan daerah-daerah lainnya di nusantara. Kalimantan sangat jauh ketinggalan di semua bidang, khususnya bidang pendidikan pondok pesantren.
“Inilah rupanya salah satu pemikiran yang menjadi cikal bakal atau embrio yang kemudian menjelma atau lahirnya pondok pesantren yang kemudian didirikan yang diberi nama Pondok Pesantren Al-Falah,” ujarnya.
POPULER SEPEKAN: Ramai-Ramai Bantu Ponpes Al-Falah Banjarbaru