bakabar.com, JAKARTA – Pandemi Covid-19 telah merundung Indonesia 1,5 tahun lamanya.
Daya beli menurun, puluhan ribu orang harus kehilangan pekerjaan imbas pembatasan kegiatan yang dilakukan pemerintah guna menekan laju penularan Covid-19.
Sejak kebijakan itu dikeluarkan, alhasil ekonomi mulai goyah. Bahkan porak-poranda. Tingkat kemiskinan semakin bertambah. Banyak usaha harus gulung tikar.
Ancaman pandemi terhadap dunia usaha pun sangat dirasakan pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM). Salah satunya adalah Sri Sadariah, pengusaha tanaman hias di Kota Makassar, Sulawesi Selatan.
Usaha yang telah digelutinya 10 tahun terakhir nyaris kandas. Tidak menemui titik terang akibat menurunnya omzet hingga 50 persen lebih sejak Covid-19 mulai merebak. Modal yang ada terus tergerus oleh waktu, karena kurangnya orderan maupun pembeli.
Hidup segan mati tak mau, jadi ungkapan kalimat hiasan yang menggambarkan betapa terpuruknya usaha tanaman hias milik Sri Sadariah. Hingga akhirnya ia memutuskan untuk mencari pinjaman, salah satunya dari Bank Syariah Indonesia (BSI) Cabang Makassar.
“Saya harus pinjam karena tidak ada lagi jalan keluar untuk bertahan, untungnya BSI pakai sistem syariah, jadi saya yakin ini aman, insyaAllah,” ungkap Sri Sadariah, dilansir Antara, Minggu (15/8).
Berada di masa pandemi yang menguras ekonomi tidak lantas menjadikan Sri gegabah dalam menentukan lembaga pengambilan pinjaman. Apalagi ini menjadi kali pertamanya mencari pinjaman untuk tambahan modal usahanya.
KUR BSI Jadi Solusi
Ia bahkan membandingkan sistem pinjaman dari beberapa pihak, hingga akhirnya memilih BSI sebagai lembaga untuk membantu usahanya tetap bertahan melalui Program Kredit Usaha Rakyat (KUR).
Program Kredit Usaha Rakyat (KUR) adalah salah satu program pemerintah dalam meningkatkan akses pembiayaan kepada Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang disalurkan melalui lembaga keuangan dengan pola penjaminan.
Sayangnya, Dana KUR yang bertujuan membantu masyarakat kecil menjalankan usahanya juga kerapkali dikeluhkan masyarakat, seperti pengurusan ribet hingga bunga yang terlampaui tinggi.
Hal ini membuat masyarakat ogah-ogahan mengakses program pemerintah tersebut, dan berlabuh pada rentenir yang terus mencekik karena bunga pinjaman.
“Saya baru mengambil KUR dan memang bagus, tidak berbelit-belit, kepengurusannya mudah dan langsung survey. Jika memenuhi syarat maka akan segera diproses dan tidak ada biaya sama sekali,” ujarnya.
Pada masa pandemi Covid-19 seperti sekarang, disadari bahwa tidak mudah mendapat pinjaman uang tunai tanpa bunga, namun sistem yang ditawarkan BSI dinilai tetap sesuai dengan syariat Islam.
Seperti memberlakukan bagi hasil antara keduanya, selaku pemberi modal dan pihak yang menjalankan usaha ditandai dengan akad kredit antara BSI dan nasabah (peminjam).
“Saya sudah jadi nasabah lama, dari BNI syariah, karena mau aman. Saya liat ada dana KUR, saya fikir pakai syariah saja, dicek persyaratan dan Alhamdulillah memenuhi. Jadi tahun ini memutuskan ambil, daripada kita ke rentenir,” ujar perempuan yang beralamat di Barombong, Makassar.
Menurut Sri, sistem syariah yang telah digunakan BSI tentu berdampak pada modal pinjaman yang dia gunakan, sebab dengan sistem bagi hasil dan tanpa denda dipastikan memberi keleluasaan tersendiri bagi pelaku UMKM seperti dirinya untuk mengelola usahanya lebih maksimal.
Apalagi, sejak pandemi yang mengakibatkan daya beli menurun, ia harus mengurangi pekerjanya.
Jika sebelumnya mempekerjakan dua orang, kini usaha tanaman hias milik Sri hanya dikelola bersama suaminya guna mengurangi pengeluaran terhadap gaji karyawan.
Agar roda usaha tanaman hias tetap berputar, Sri mengambil dana KUR sebesar Rp40 juta dengan tenor selama tiga tahun. Modal ini kembali digunakan untuk membeli berbagai kelengkapan dan kebutuhan usahanya.
Sri mengakui PPKM yang berlangsung saat ini ikut berdampak pada daya beli masyarakat, meski sebelumnya juga berdampak, namun PPKM ini mengakibatkan penjualan merosot tajam.
Dampak PPKM juga sangat dirasakan salah satu nasabah BSI bernama Mustika Sari. Perempuan berusia 43 tahun ini ikut merasakan dampak PPKM terhadap usaha material bangunan yang sedang digelutinya.
Namun menurutnya, PPKM tidak begitu berdampak besar bagi UMKM dibanding para pengusaha high level akibat penutupan berbagai pusat perbelanjaan dan mal-mal.
Meski demikian, pandemi Covid-19 berakibat pada menurunnya omzet penjualan bahan bangunan Mustika hingga 80 persen pada satu tahun terakhir. Kemudian akhirnya memutuskan untuk mengambil dana KUR dari BSI.
Hal senada yang diungkapkan Sri Sadariah, Mustika juga mengakui bahwa sistem bagi hasil yang diberlakukan BSI menjadi daya tarik tersendiri untuk ikut mengakses dana KUR pada lembaga keuangan syariah tersebut.
Apalagi sistem pinjaman yang ditawarkan sangat transparan dan sangat jelas dari awal pengambilan kredit. Sehingga Mustika memastikan bahwa KUR BSI menjadi solusi tepat bagi pelaku UMKM sepertinya. Terdampak Covid-19 dan butuh modal usaha.
“BSI itu tergantung dari kita. Jelas akadnya dan mereka yang belanjakan tergantung daftar kebutuhan pinjaman kita. Sangat transparan,” ujarnya.
UMKM menjadi salah satu komunitas yang sangat merasakan dampak merebaknya virus asal Wuhan, China. Banyak yang nyaris jatuh dan tidak sedikit yang tidak lagi sanggup bangun serta berdiri seperti sedia kala.
Merasa jatuh, hingga berfikir akan gulung tikar pernah terlintas di benak Mustika sebelum mendapat bantuan kredit dari BSI.
“KUR ini sangat membantu dan Alhamdulillah ada di saat kami butuh, pasti banyak yang merasakan seperti saya,” kata Mustika.
Ia berkisah, omzet yang menurun hingga 80 persen mengakibatkan beberapa pekerjanya harus mencari pekerjaan lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Hal ini diakui bagian terperih dari seorang pengusaha yang mempekerjakan orang lain, menggantungkan hidup dari usahanya.
Sebelum pandemi, Mustika mampu mempekerjakan hingga enam orang, dan terus berkurang menjadi empat orang sejak kemunculan virus corona. Sekarang, tersisa dua orang yang masih bekerja di toko bangunan miliknya, berada di Antang, Makassar, Sulawesi Selatan.
Kondisi sekarang, tidak lantas membuatnya patah semangat, Mustika memiliki harapan besar dengan melihat prospek pembangunan daerah Antang ke depan. Apalagi banyak tanah kosong yang akan dibangun sesuai kebutuhan.
Padahal sebelumnya, ia telah berencana ingin banting stir dari usaha material bangunan ke usaha lain namun diakui hal itu tentu membutuhkan dana lebih besar. Lagi-lagi, BSI diakui memberikan solusi jitu untuk melanjutkan langkahnya.
Mustika mengemukakan bahwa sebelumnya ia berniat mengambil kredit pembiayaan ruko, namun pihak BSI memberikan solusi lewat KUR agar usaha yang ada tetap berlanjut dengan mempertimbangkan pasar dari usaha setempat.
“Sebenarnya mau ganti usaha tetapi tentu tetap butuh dana. Pihak BSI memberi saran untuk usaha dilanjutkan daripada memulai usaha baru. Intinya kita bisa move on kembali, meski tertatih-tatih tapi ada angin segar dan masalah sedikit teratasi,” ujarnya.