Kalsel

Ketika Desa Haratai-Loksado Tutup, Sorang Warga Kotabaru Jalani Sanksi Adat

apahabar.com, KANDANGAN – Desa Haratai, Kecamatan Loksado, Kabupaten Hulu Sungai Selatan (HSS) memberlakukan isolasi dengan dasar…

Featured-Image
Air Terjun Haratai, salah satu objek wisata andalan Kabupaten HSS di Desa Haratai, Kecamatan Loksado. Foto-apahabar.com/Ahc27

bakabar.com, KANDANGAN – Desa Haratai, Kecamatan Loksado, Kabupaten Hulu Sungai Selatan (HSS) memberlakukan isolasi dengan dasar aturan adat sejak April hingga September 2020 lalu.

Siapapun warga luar Kecamatan Loksado, dilarang memasuki wilayah Desa Haratai. Melanggar aturan itu, bisa dikenai sanksi adat berupa denda maksimal Rp 1 juta, serta melakukan ‘bapalas’ atau menyerahkan besi berupa pisau atau parang.

Sejak ditutup itu, banyak orang luar baik yang berwisata maupun berdagang, terpaksa mengurungkan niat berkunjung ke Desa Haratai.

Ada yang bersikeras ingin masuk dengan beradu argumen, bahkan ada yang nekat masuk sampai terkena sanksi.

“Ada, pada pertengahan September lalu seorang yang berkeras diri masuk wilayah kami,” ungkap Kepala Desa (Kades) Haratai, Marto kepada bakabar.com, Selasa (13/10).

Marto mengatakan, pihaknya sudah menerangkan sebelumnya sudah ada aturan adat tertulis terkait isolasi wilayah desa.

img

Kades Haratai Marto mengisahkan aturan adat terkait larangan masuk bagi warga luar Kecamatan Loksado. Foto-bakabar.com/Ahc27

“Dia mengaku warga Tanjung (Kabupaten Tabalong), namun tidak mau memperlihatkan KTP dengan alasan tidak membawa,” ungkapnya.

Pihaknya tetap tidak mengizinkan masuk, ternyata orang tersebut tetap masuk dan bermalam di objek wisata Air Terjun Haratai.

“Langsung (waktu) subuh didatangi, dan diberlakukan sanksi adat. Setelah diperiksa identitasnya, ternyata dia warga Kabupaten Kotabaru,” terangnya.

Kemudian, pihaknya membawa orang itu ke posko penjagaan. Karena tidak mampu membayar ungkapnya, akhirnya orang itu hanya diminta menyerahkan jam tangan.

“Ibaratnya, maninggal wasi (menyerahkan besi, red) biarpun bukan parang, boleh saja digantikan dengan jam tangan karena sama terbuat dari besi,” ujarnya.

Akhirnya orang itu, langsung pulang setelah berurusan dengan adat tersebut.

Selain itu sebutnya, ada oknum yang bersikeras sampai mencatut nama aparat berpangkat tinggi. Marto berujar, pihaknya hanya menjalankan aturan adat yang tidak bisa dilanggar.

Kini, Desa Haratai sudah bisa dikunjungi lagi. Pasalnya, kesepakatan bersama kembali, sejak 1 Oktober 2020 aturan adat resmi berakhir.

Kendati demikian, ia mengimbau pengunjung yang memasuki desanya, untuk tetap menerapkan protokol kesehatan. Hal itu, untuk menghindari penularan Covid-19 pada warganya.



Komentar
Banner
Banner