Demang Lehman

Kepala Demang Lehman Kembali, Belanda Bisa Hilang Muka?

Niat Belanda mengembalikan rampasan Perang Banjar jadi perbincangan. Namun bagaimana dengan kepala Demang Lehman?

Featured-Image
Demang Lehman sosok pemimpin dalam sejarah Perang Banjar. (Foto: dok. YPTD)

apahabar,com, JAKARTA - Niat Belanda mengembalikan rampasan Perang Banjar jadi perbincangan. Namun bagaimana dengan kepala Demang Lehman?

"Dangar-dangar barataan! Banua Banjar lamun kahada lakas dipalas lawan banyu mata darah, marikit dipingkuti Walanda!”

Artinya: Dengarkan semua! Tanah Banjar apabila tidak dibayar dengan air mata darah, selamanya akan digenggam Belanda (Penjajah).

Baca: Belanda Balikan Rampasan Perang Banjar, Intan hingga "De Troon Van" Sultan Adam

Konon, wasiat itu dikobarkan oleh seorang Demang Lehman sebelum napasnya tandas di hadapan ribuan pasang mata yang menyaksikan hari eksekusinya.

Tiang Gantungan di Martapura

158 tahun silam, sebuah tiang gantungan menjadi babak paling ironik dari perjalanan seorang Demang Lehman. Bertempat di Alun-Alun Martapura, Lelaki Banjar itu meregang nyawa.

Tak ada gentar di rautnya, sebagaimana digambarkan H.G.J.L. Meyners dalam tulisannya Bijdragen tot de Geschiedenis van het Bandjermasinsche Rijk 1863-1866.

Foto: Koleksi Museum Tropen Belanda
Foto: Koleksi Museum Tropen Belanda

Sebelum menjemput ajal, lelaki bergelar Adipati Mangko Nagara tersebut melangkah dari kapal Saijloos ke daratan dengan dagu terangkat dan sorot mata tenang. 

Hari itu, tepatnya 27 Februari 1869, dalam keadaan tengah berpuasa, ia membelah kerumunan warga Martapura dengan kemantapan. Kendati di tengah lokasi itulah menjuntai temali gantungan yang menantinya.

Sebuah dakwaan menjadi ihwal mengapa Demang Lehman dianggap harus dieksekusi. Kala itu, penguasa Belanda menuduhnya melakukan tindakan subversif yang mengancam tampuk kuasa.

Selang dua hari usai persidangan, Pemerintah Hindia Belanda pun akhirnya menjatuhi hukuman gantung yang dilaksanakan di Afdeeling Martapoera, oleh Orditur Militer, De Gelder.

Padahal Demang Lehman, dalam permintaan terakhirnya meminta agar ia bisa dieksekusi di Banjarmasin, akan tetapi karena pertimbangan pihak Belanda yang ingin memberi efek jera bagi perlawanan pribumi, maka eksekusi itupun digelar di sentra Martapura.

Tubuh dan Kepala yang Terpisah

Jerat tiang gantungan bukan akhir cerita. Setelah wafat, jenazah Demang Lehman langsung dimakamkan tanpa prosesi keagamaan yang patut.

Tragisnya, sebelum dikembumikan, kepalanya pun sengaja ditebas oleh pihak Belanda. Konon cara biadab itu dilakukan lantaran mereka meyakini jika sang pejuang bisa bangkit kembali.

Warga yang berduka di saat itu memilih bungkam dan tunduk di bawah bayang-bayang ketakutan ancaman Belanda. Mereka enggan ketahuan memiliki hubungan kekerabatan dengan lelaki yang dituduh pemberontak kelas kakap itu.

Sampai sekarang keberadaan kepala sang Patriot Banjar itu masih simpang siur. Beberapa sumber mendedahkan bahwa usai digantung mati dan kepalanya dipisahkan, selanjutnya penggalan tubuh tersebut dibawa oleh Konservator Rijksmuseum van Volkenkunde Leiden.

Senada dengan kabar itu, Donald Tick, seperti dikatakan Sejarawan Universitas Lambung Mangkurat, juga pernah mengabarkan jika kepala Demang Lehman masih tersimpan di Museum Leiden, Belanda.

Namun sampai hari ini, Mansyur belum lagi mendapat kabar terbaru dari sejarawan pemerhati kerajaan tersebut. 

Intan Banjar atau Kepala Panglima

Teranyar, seorang kerabat Kesultanan Banjar mengaku telah lama mengetahui keberadaan kepala tersebut. Namun ia pun enggan membuka di mana lokasinya.

"Ini masalah sensitif, saya diberi tahu namun tidak untuk umum," ujarnya kepada bakabar.com.

Menurutnya, pengembalian kepala Demang Lehman beda halnya dengan intan Sultan Banjar. Pengembalian berlian tentu membawa nilai positif. Sedangkan kembalinya kepala Demang Lehman menjadi nilai minus bagi Belanda.

Mereka kuatir kembalinya kepala Demang Lehman dapat membuka lembaran kelam mengenai kematian tragis sang Pemimpin dalam Perang Banjar tersebut.

Versi lain menyebut bila bagian tubuh yang diawetkan itu bukan menjadi barang pajangan, melainkan disimpan sebagai kajian antropologi ragawi untuk membuktikan teori Darwin mengenai manusia berevolusi dari monyet di Museum Leiden.

Sejarawan Universitas Lambung Mangkurat Mansyur sepakat jika berlian menjadi harta Kesultanan Banjar yang paling prioritas untuk dipulangkan ke tanah air.

"Yang nyata ada dulu dan yang memang direncanakan dikembalikan yaitu intan," ujarnya.

Sementara kepala Demang Lehman, menurut Ketua Lembaga Kajian Sejarah, Sosial dan Budaya itu bukanlah harta yang termasuk pusaka Kesultanan Banjar.

"Walau tidak masuk regalia [simbol kekuasaan] tapi tetap wajib dikembalikan untuk dimakamkan secara islami," jelasnya dihubungi bakabar.com. 

Jejak Zuriah Demang Lehman

Sejumlah cendikiawan Kalsel masih terus berupaya melacak keberadaan zuriah atau keturunan Demang Lehman. Agar, ketika kepala itu dipulangkan ke Indonesia mereka mengetahui siapa ahli warisnya.   

Mansyur salah satu sejarawan yang turut terlibat di dalamnya. Namun sampai saat ini Mansyur dan timnya masih kesulitan melacak. Pasalnya, tak ada sumber primer yang bisa memverifikasi langsung kabar dari Donald Tick.

Penelusuran masih terus dilakukan. Melalui media sosial, Mansyur berharap segera ada orang yang mengabarkan di mana keberadaan zuriah-zuriah Demang Lehman.

Mansyur juga menanti kabar dari Donald Tick akan kebenaran jika kepala itu masih tersimpan di Museum Anatomi Leiden.

Baginya, kepala Demang Lehman cukup penting dipulangkan ke tanah air karena memiliki nilai historis.

"Beliau salah satu ikon perang Banjar dan tokoh pejuang Banua yang perlu dimakamkan secara islami," ujarnya.

Belanda Bisa Kehilangan Muka?

Cerita kepahlawanan Demang Lehman memang tersohor seantero Banjar. Kian ditakuti Belanda, pemerintahan kolonial saat itu sampai membuka sayembara untuk menangkap sang panglima Perang Banjar. 

Seberapa jauh pengembalian kepala pentolan pejuang Perang Banjar itu memengaruhi hubungan Indonesia dengan Belanda?

Antropolog Universitas Lambung Mangkurat, Nasrullah melihat kembalinya tengkorak itu tidak akan berpengaruh banyak terhadap martabat Belanda.

"Justru itu akan meningkatkan citra Belanda di dunia internasional sebagai negara yang menghargai sejarah," ujarnya.

Nasrullah memandang kembalinya kepala Demang Lehman akan semakin merekatkan hubungan antara Belanda dengan Indonesia. "Sejarah tidak boleh dilupakan, dan persahabatan antarnegara tetap abadi," ujarnya.

Terpenting, kata Nasrullah, pekerjaan rumah saat ini adalah mencari tahu siapa zuriah atau keturunan Demang Lehman.

"Kita harus berpikir ke sana, kalau ada kekuatiran itu, seharusnya Belanda yang kuatir, bukan kita," ujarnya.

Belanda tentu saja akan bertanya siapa ahli waris tengkorak tersebut, dan siapa yang berhak menerimanya.

"Ini sudah hubungan pemerintah ke pemerintah, kalau Belanda mengembalikannya ke Kesultanan Banjar, tentu akan melangkahi pemerintahan," ujarnya.    

Sekali lagi, Nasrullah berpendapat bahwa pengembalian kepala Demang Lehman justru membawa angin segar bagi hubungan diplomatik kedua negara. 

"Indonesia merasa dihargai, dan Belanda akan mendapatkan keuntungan non-benda yaitu reputasi sebagai negara yang menghargai sejarah. Pertukaran ini akan menguntungkan kedua negara," yakin Nasrullah.

Bagi pihak-pihak yang kuatir jika pengembalian kepala Demang Lehman akan mencoreng wajah Belanda, Nasrullah meminta agar fokus mendukung kerja-kerja pelacakan tengkorak.

"Ada banyak syarat mengembalikan kepala itu, belum lagi kerja pelacakannya, di museum-museum Eropa tersimpan tengkorak pejuang, tokok masyarakat yang membutuhkan pelacakan asal usul keturunan," ujarnya.

Syarat terakhir, Nasrullah yakin bahwa Belanda akan meminta kajian ilmiah mengenai pengembalian tengkorak.

Serupa Kasus Tengkorak Raja Ghana?

Terkait upaya ini, Nasrullah melihat pemerintah harus punya alasan ilmiah untuk mengembalikan kepala Demang Lehman.

Indonesia barangkali bisa belajar dari kasus tengkorak Raja Ghana, Badu Bonsu II yang dibawa Belanda karena memberontak.

"Ghana ingin agar roh raja mereka tenang, kita juga harus punya argumentasi semacam ini," paparnya.    

Senada Nasrullah, Mansyur melihat Belanda sebenarnya mau saja mengembalikan kepala Demang Lehman. 

"Tapi persoalannya sekarang, kita masih sulit menemukan siapa ahli waris Demang Lehman," ujarnya.

Mansyur amat yakin pengembalian kepala Demang Lehman tidak akan membuat Belanda kehilangan muka.  

"Belanda tidak akan kehilangan muka jika berkaca dari kembalinya tengkorak kepala Raja Ghana di Afrika. Cuma salah satu masalah yang kemudian timbul, ahli waris meminta ganti rugi," ujar Mansyur.

Dalam kasus Raja Ghana, banyak yang mengaku keturunan raja hingga menyulitkan proses pengembalian tengkorak. Demikian halnya dengan Demang Lehman, Mansyur berkata kendala terbesar saat ini adalah mengidentifikasi zuriah.

"Saat ini sudah banyak yang mengaku zuriah Demang Lehman, tapi sulit membuktikannya," ujarnya.

Bagaimana soal tes DNA? Mansyur bilang bisa saja digunakan. Yang terpenting perlu diketahui lebih dulu di mana jasad Demang Lehman dimakamkan. 

"Mungkin bisa, tapi kita belum tahu kayapa teknisnya karena belum ada pihak yang bisa memfasilitasi untuk tes DNA," ujarnya.

Dari penelusuran jurnalis Belanda yang pernah ke Banjarmasin, ada beberapa makam yang dianggap masyarakat sebagai makam Demang Lehman. Lokasinya di area Martapura dan Karang Intan.

"Cuma belum bisa dipastikan kebenarannya apakah memang makamnya atau tidak karena tidak ada tulisan atau pertanda sekaligus saksi dan keturunannya yang bisa memastikan makam itu," pungkasnya.

Editor


Komentar
Banner
Banner