Kalsel

Kemelut Penutupan Paksa PSBB Banjarmasin, Pengamat: Loyalitas Rendah!

apahabar.com, BANJARMASIN – Pembatasan sosial berskala besar (PSBB) Banjarmasin masih berlangsung atau diperpanjang hingga 21 Mei…

Featured-Image
Ilustrasi PSBB Banjarmasin. Foto-Dok.apahabar.com

bakabar.com, BANJARMASIN – Pembatasan sosial berskala besar (PSBB) Banjarmasin masih berlangsung atau diperpanjang hingga 21 Mei mendatang.

Belakangan, terdapat perbedaan kebijakan antara Peraturan Wali Kota Nomor 33 Tahun 2020 dengan Surat Edaran dari Satpol-PP Banjarmasin hingga beredar di media massa.

Kondisi itu dinilai mencerminkan adanya perbedaan pandangan terhadap penanganan pandemi Covid-19 di wilayah hukum pemerintah kota Banjarmasin. Khususnya terkait larangan buka café, rumah makan, dan restoran.

Perwali memberikan batasan hingga pukul 21.00, sementara SE Satpol-PP tidak memberikan batas waktu sama sekali.

Satpol PP terkesan hendak menutup total, termasuk dealer mobil atau motor, toko onderdil, bengkel, variasi serta toko elektronik selama 14 hari ke depan.

Padahal kebijakan itu didasarkan pada visi dan misi bersama dalam menyelesaikan masalah-masalah publik. Sehingga output yang hadir di masyarakat sama.

Selain itu aktor yang terlibat diharap mampu memahami peran dan fungsinya. Siapa berhubungan dengan siapa. Dan siapa berkolaborasi dengan siapa.

img

Pengamat Politik dan Kebijakan Publik FISIP ULM, Taufik Arbain. Foto-Istimewa

“Jika terdapat keputusan berbeda dengan regulasi di atasnya dan atau mengambil tindakan menghentikan kolaborasi di lapangan, sementara itu merupakan ranah antarpimpinan, maka tindakan tersebut telah menabrak etika publik dalam pemerintahan,” ucap Pengamat Politik dan Kebijakan Publik FISIP ULM, Taufik Arbain melalui siaran pers yang diterima bakabar.com, Senin (11/5) dini hari.

Taufik menyayangkan adanya pernyataan bahwa Perwali memiliki kelemahan sehingga perlu direvisi.

Sekalipun itu benar, namun bukan berarti dilakukan oleh bawahan wali kota secara terbuka dalam hal ini aparat penegak hukum daerah.

Itu, kata dia, merupakan ranah anggota DPRD, akademisi, Non-Government Organization,dan public sector untuk mengkritisi sebagai bagian dari fungsi deleberatif implementasi demokrasi di ranah publik.

“Menurut saya ini sebagai tindakan patologi birokrasi yang mencerminkan rendahnya loyalitas, bahkan cenderung mempermalukan kelembagaan publik,” tegas Taufik Arbain.

Efeknya di masyarakat akan menurunkan partisipatif dan antipati atas segala tindakan pemerintah di masa mendatang. Karena publik tidak mendapatkan trust atau kepercayaaan akibat tindakan tersebut.

Masyarakat sangat memahami aparat dan ASN bekerja luar biasa dalam menjalankan fungsinya guna penanganan Covid-19 ini.

“Tetapi kesabaran dan tindakan yang berlandaskan aturan hukum, kehati-hatian dan etika serta keteladanan adalah kepastian yang harus dimiliki karena menyangkut hajat orang banyak,” tegas Doktor Alumnus Managemen dan Kebijakan Publik Fisipol UGM ini.

Di era paradigm new public service dalam pelayanan publik ini, kata dia, lebih mengedepankan humanity relation. Tidak ada gagah-gagahan pada pemerintah sipil ala polisi India.

“Sebab tindakan berlebih itu hanya milik kepolisian dan TNI yang telah diatur dalam undang-undang,” sebut Ketua Umum Indonesian Association Public Administration (IAPA) Kalsel ini.

Meski begitu, Taufik mengapresiasi sikap yang diambil Wali Kota Banjarmasin Ibnu Sina menarik cepat surat edaran Satpol-PP tersebut.

Edaran itu berkaitan dengan upaya penutupan sementara beberapa kegiatan usaha saat PSBB jilid II.

Tindakan itu dinilai penting. Dan diperlukan dalam rangka pelaksanaan PSBB jilid II.

“Di mana menyarakan agar benar-benar memahami konsep dan maksud dari PSBB dalam tataran implementasi di level kabupaten atau kota, termasuk inovasi kebijakan yang tidak menabrak filosofi dari PSBB,” tandasnya.

Reporter: Muhammad RobbyEditor: Fariz Fadhillah



Komentar
Banner
Banner