bakabar.com, BANJARBARU – Kasasi yang dilayangkan oleh Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) untuk mencabut izin PT Mantimin Coal Mining (MCM) melalui PTUN Jakarta dikabulkan Mahkamah Agung (MA) pada 15 Oktober 2019 kemarin.
“Terkait kasasi kita itu yang ada di web-nya MA ternyata di situ ada keputusan bahwa keputusan kasasi terkait gugatan kita terhadap menteri ESDM dan PT Mantimin Coal Mining (MCM) ternyata sudah diputuskan 15 Oktober 2019,” ujar Direktur Eksekutif Walhi Kalsel Kisworo Dwi Cahyono di sela penanaman pohon di kawasan Setdaprov Kalsel, Jumat (10/1).
Keluarnya putusan itu pun berbarengan dengan hari ulang tahun Walhi yang ke-39, sehingga Kis merasa sangat bersyukur.
“Kemudian di sisi lain didalam putusan tersebut kalau kita terjemahkan artinya kasasi kita di kabulkan, dan SK yang tergugat artinya batal,” lanjutnya.
Yang dimaksud yakni, nomor perkara 369-K/TUN-LH/2019 atas nama pemohon Walhi telah diputus pada 15 Oktober 2019. Amar putusannya; Kabul Kasasi, Batal Judex Facti, Adili Sendiri, Kabul Gugatan, Batal Objek Sengketa.
Sayangnya, Walhi belum juga menerima salinan putusan pemberitahuan sejak 15 Oktober 2019 lalu itu. Kis hanya tahu lewat website saja.
“Mudahan putusan di web tidak berubah, kalau berubah kan lucu. Kita akan kawal semua agar penegakan hukum di Indonesia semakin lebih baik, karena ini merupakan suatu kemenangan kita yang peduli terhadap lingkungan,” tuturnya.
Secara gamblang, Kis juga membeberkan sejumlah alasan mengapa pihaknya menggugat PT MCM.
Salah satunya, Walhi amat kuatir keberadaan PT MCM bakal menimbulkan kerusakan lingkungan dan kesulitan bagi warga.
Area PKP2B perusahaan tambang ini disebut berada di bentang alam karst yang berfungsi menampung air pegunungan dan memenuhi kebutuhan air warga sekitar.
“Agar tergugat atau hakim mengabulkan dicabutnya SK pada perusahaan yang berada di tiga kabupaten itu yakni HST, Balangan, dan Tabalong seluas 5.908 hektare,” jelasnya.
Selama ini, lanjut Kis, reklamasi atau lubang tambang masih banyak dibiarkan begitu saja.
“Belum pernah selesai, dan tidak ada satupun perusahaan di Kalsel yang mampu menutup lubang tambang,” tegasnya.
Untuk itu Kis berharap PT MCM, perusahaan yang konon dimiliki pengusaha asal India itu segera angkat kaki dari Pegunungan Meratus.
Untuk diketahui, gugatan WALHI terhadap SK Operasi Produksi PT MCM dan Menteri ESDM berawal dari 4 Desember 2017, saat terbit SK OP PT MCM oleh Menteri ESDM nomor SK: 441.K/30/DJB/2017
Kemudian, pada 28 Februari 2018, Walhi mendaftarkan gugatan di PTUN Jakarta tergugat ESDM, tergugat intervensi PT. MCM.
Lalu, pada 22 Oktober 2018, putusan PTUN Jakarta Niet Ontvankelijke Verklaard (NO). Artinya, gugatan tersebut tidak ditindaklanjuti oleh hakim untuk diperiksa dan diadili sehingga tidak ada objek gugatan dalam putusan untuk dieksekusi.
Sehingga, pada 14 November 2018, Walhi mengajukan banding PT TUN Jakarta
Selanjutnya pada 14 Maret 2019, PT TUN menguatkan putusan PTUN bahwa Niet Ontvankelijke Verklaard (NO) dan 14 April 2019, Walhi mengajukan kasasi di Mahkamah Agung
Hingga akhirnya di 15 Oktober 2019, menurut publikasi website mahkamahagung.go.id Amar Putusan MA; Kabul Kasasi, Batal Judex Facti, Adili Sendiri: Kabul Gugatan, Batal Objek Sengketa.
Persilahkan Tergugat Ajukan PK
Di akhir upaya ligitasi ini, Kis menyilakan tergugat melakukan peninjauan kembali (PK).
“Terkait PK secara hukum memang sah dan memang hak para tergugat,” ujarnya.
Meski begitu, Kis berharap Kementerian ESDM maupun PT MCM melek. Sadar bahwa masyarakat Kalsel menolak tambang di pegunungan Meratus.
“Makanya, kita jalankan eksekusi dari putusan kasasi MA, karena memiliki kekuatan hukum tetap,” lanjutnya.
Sementara, Kis juga sadar. Meskipun kasasi Walhi dikabulkan dalam keputusan MA, tidak menyudahi semua ancaman pengrusakan Meratus.
“Walaupun gugatan Walhi dikabulkan MA, bukan berarti Pegunungan Meratus aman,” pungkasnya.
Baca Juga:Kasasi Dikabulkan, Wabup HST Tetap Ingatkan Stakeholder Lindungi Meratus
Baca Juga:Save Meratus, Mahkamah Agung Kabulkan Gugatan Walhi
Reporter: Nurul MufidahEditor: Fariz Fadhillah