bakabar.com, BANJARMASIN – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kalimantan Selatan (Kalsel) bidik dua kasus dugaan praktik mafia tanah. Menyusul adanya aduan ke Tim Pemberantasan Mafia Tanah Kejati Kalsel.
Tim tersebut tengah membidik dua kasus dugaan praktik mafia tanah di Kabupaten Banjar dan Kota Banjarbaru. Hal ini diakui Kasi Penerangan Hukum Kejati Kalsel Romadu Novelino seperti dikutip bakabar.com dari Antara, Minggu (27/3).
Disebutkannya untuk di Kabupaten Banjar locusnya di kawasan Kecamatan Gambut. Sedangkan di Banjarbaru berada di kawasan Kecamatan Cempaka tepatnya di Kelurahan Sungai Tiung.
Sementara itu, pada Sabtu (26/3), Kejati Kalsel kedatangan salah satu korban kasus dugaan mafia tanah, Treeswaty Lanny Susatya.
Wanita berusia 62 tahun ini meminta perlindungan hukum ke Kejati Kalsel, agar perampasan tanah miliknya dapat diproses secara hukum.
“Tanah milik saya SHM 2525 seluas 10.836 M3 terletak di Jalan Ahmad Yani Km 16,696, Kecamatan Gambut, Kabupaten Banjar dengan GS 3218/PPT tahun 1993 dikuasai mafia tanah yang menduduki tidak berdasar hukum,” kata Treeswaty dikutip dari Antara, Minggu (27/3).
Selain mengadu ke Kejati, Treeswaty juga telah melaporkan ke Ombudsman RI di Jakarta pada 21 Desember 2021 lalu.
Melalui aduannya itu, ia berharap mendapatkan haknya kembali setelah pada 11 November 2021 tanahnya dieksekusi atas permohonan SHM 1232 lewat Pengadilan Negeri (PN) Martapura dan BPN Kabupaten Banjar.
“Padahal eksekusi terhadap objek dan putusan tidak sesuai SHM 1232 GS 1207 dengan ukuran 59,4 x 340 meter atau total 20.196 M2 tidak sesuai kewenangan SK Gubernur yang hanya 20.000 M2 patut diduga SK palsu dan surat ukur 1 Juli 2013 telah dinyatakan cacat,” ungkapnya.
Treeswaty pun kini menunggu proses hukum atas laporannya di Polda Kalsel yang kemudian dilimpahkan ke Polres Banjar.
Namun dia mengaku kecewa karena penyelidikan di polisi terhambat lantaran tak adanya izin Ketua Pengadilan agar pegawainya bisa diperiksa untuk dimintai keterangan sebagai saksi.
“Padahal Perma MA ada di bawah Undang-Undang Pasal 421 KUHP yang bisa memeriksa setiap pejabat diduga melakukan tindak pidana. Jadi polisi bisa menggunakan pasal tersebut untuk tidak menghentikan laporan saya,” katanya.
Pada 13 Oktober 2021 dia melapor ke Polda Kalsel dan kemudian dilimpahkan ke Polres Banjar pada 19 Oktober 2021 atas dugaan tindak pidana pemalsuan surat Pasal 263 ayat 1 KUHP dan atau Pasal 266 ayat 1.
“Sebelumnya juga ada laporan ke Bareskrim 29 Maret 2021 atas dugaan pemalsuan surat dalam akte atau otentik dan penyerobotan tanah Pasal 385 KUHP dengan 12 orang terlapor,” katanya.
Sementara itu, Ketua Pengadilan Negeri Banjarmasin Moch Yuli Hadi mengaku mengklarifikasi terlebih dahulu anak buahnya yang disebut diperlukan polisi keterangannya atas laporan Treeswaty Lanny Susatya.
Meski begitu, dia tak menampik tetap merujuk Surat Edaran Mahkamah Agung RI Nomor 04/2002 yang menyatakan pejabat Pengadilan yang melaksanakan tugas yustisial tidak dapat diperiksa baik sebagai saksi ataupun tersangka.
“Jadi sepanjang pelaksanaan tugasnya sebagai hakim, panitera, jurusita dan jurusita pengganti tidak bisa diperiksa penyidik,” jelasnya.
Buntut Korban Mafia Tanah, Akses Menuju Perumahan Grand City Balikpapan Ditutup Total