Seperti namanya, Kampoeng Bamboe yang berada di atas tanah seluas 4 hektare ini dipenuhi tumbuhan bambu. Begitulah awalnya sebelum ditemukan salah satu panorama unggulan dari wisata ini.
HN Lazuardi, BARABAI
Kampoeng Bamboe, nampak familiar di telinga. Di Indonesia tak jarang kita temui tempat yang diberi nama itu. Seperti di Bogor, Jawa Barat.
Semuanya memiliki identitasnya sendiri-sendiri. Seperti Kampoeng Bamboe di Desa Tandilang kecamatan Batang Alai Timur (BAT), ada cerita dibalik nama itu.
Jauh sebelum nama itu muncul, wisatanya dinamakan Benteng Bambu. Dinamakan demikian sebab jika masuk ke dalam lahan wisata, dulunya dipenuhi rimbunan tumbuhan berbatang hijau itu.
Mulanya pemilik sekaligus pengembang, Rusiansyah hanya memiliki lahan yang berada di puncak wisata itu. Tepatnya pada 2012, Rusiansyah membeli lahan itu.
Di 2018, dia kembali membeli tanah yang terdapat 10 kolam milik warga yang berada di paling bawah wisata itu. Sekarang dijadikan spot memancing.
Hingga 2019, Rusiansyah kembali membeli tanah yang masih di lokasi itu. Sekarang total tanah yang dijadikan wisata itu mencapai 4 hektare.
“Saat membuka lahan untuk dijadikan wisata, saya kesulitan membersihkan bambu-bambu. Dari pada dibuang, bambu tadi saya jadikan konsep wisata saja seperti gazebo aula dan lainnya,” kata Rusiansyah yang mengabdi sejak 2009 di SMPN 25 yang tak jauh dari wisata itu.
Pembuatan wisata itu, diakui Rusiansyah dengan tidak sengaja. Mulanya dia hanya berjalan-jalan di pagi hari.
Matanya saat itu tertuju pada matahari yang terbit di antara anak gunung halau-halau.
“Karena pancaran luar biasa indah, jadi kita buat spot pertama di puncak itu sebagai wisata dengan sebuah bahtera atau perahu,” kata Rusiansyah.
Hingga seperti sekarang, wisata itu menyediakan berbagai spot untuk wisata. Seperti tempat memancing, wahana bermain dan berkumpul.
Perjalanannya dalam membangun wisata itu tentunya tidak mulus. Mulai dari dana pembelian, pembukaan lahan, pembuatan sarana di dalamnya hingga mendapat keluhan pengunjung.
“Pernah ada yang komplain. Biaya untuk berwisata di sini mahal,” kata Rusiansyah.
Keluhan itu berdasarkan biaya masuk yang bertambah ketika memasuki wahana bermain. Padahal wahana itu juga sebagai spot andalan wisata itu ketika sunrise.
Dijelaskan, Rusiansyah untuk membuka lahan itu biayanya dua kali lipat dari harga tanah. Selain itu, pembuatan dan perawatannya pun memakan dana yang tak sedikit.
“Sementara ini memang belum maksimal, pemandu wisatanya masih belum memadai jadi saat ini kita patok harga untuk masuk wahana Rp5.000,” kata Rusiansyah.
Jadi total keseluruhan masuk, dari parkir untuk roda dua sebesar Rp5.000, roda empat 10.000, biaya masuk perorang Rp5.000, ditambah jika ingin masuk sampai puncak tambah lagi Rp5.000. Bayarnya ketika sampai puncak. Di situ ada pos penjagaan.
Ke depannya, Rusiansyah bakal menambah lagi spot wisata seperti outbond, flying fox dan wisata buah mantual.
“Target di 2020 ini. Yang diutamakan outbond dulu karena banyak permintaan,” kata Rusiansyah warga Mahang Pandawan.
Baca Juga:Picu Adrenalin, Wahana Kampoeng Bamboe Sajikan Pesona Meratus
Editor: Ahmad Zainal Muttaqin