bakabar.com, BANJARMASIN - Kalsel masuk kategori kerawanan tinggi isu kampanye politik bermuatan SARA, informasi hoaks dan ujaran kebencian pada Pemilu 2024 di bidang sosial media.
"Kerawanan di Kalsel menempati posisi nomor lima di Indonesia," kata Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kalsel, Aries Mardiono, di sela Pendidian Politik bagi Masyarakat/Organisasi Wartawan dan Media yang dilaksanakan Kesbangpolinmas Kalsel di Kabupaten Banjar, Kamis (2/11/2023).
Kerawanan di media sosial di Kalsel berada setelah DKI Jakarta, Maluku Utara, Kepulauan Bangka Belitung dan Jawa Barat.
Aries Mardiono mengungkapkan, Bawaslu RI bersama para pakar telah melakukan pemetaan indeks kerawanan Pemilu 2024 di 38 provinsi di Indonesia, termasuk di media sosial.
"Tingginya kerawanan di Kalsel dengan melihat pelaksanaan Pemilu 2019 dan Pilkada 2020 lalu," jelasnya.
Diakuinya, kontestasi politik pada Pilkada 2020 di Kalsel cukup keras, termasuk persaingan di media sosial yang juga memuat ujaran kebencian.
"Konten yang memuat ujaran kebencian ini pun sempat diadukan ke Bawaslu Kalsel," ujar Aries Mardiono.
Untuk itu, Bawaslu Kalsel akan berkonsentrasi untuk melakukan pengawasan di media sosial untuk mencegah beredarnya isu kampanye politik yang memuat SARA, informasi hoaks dan ujaran kebencian.
"Bawaslu memiliki komunitas digital yang akan melakukan pencegahan terhadap isu-isu kampanye politik yang bermuatan SARA, informasi hoaks, dan ujaran kebencian," jelasnya.
Sementara itu, Ketua KPU Kalsel, Andi Tenri Sompa mengungkapkan, tahapan Pemilu 2024 yang sudah berlangsung, terutama dengan diumumkannya daftar calon legislatif (DCT) dan dimulainya kampanye Pemilu.
"Kita juga akan segera mempersiapkan logistik Pemilu agar bisa tiba tepat waktu," kata Andi Tenri.
Sekretaris PWI Kalsel, Toto Fachruddin menambahkan, media kini mengarah pada industri, bahkan industri pun terjun ke media, sehingga produk jurnalistik sulit bersikap adil, termasuk pada Pemilu 2024 ini.
"Namun sebaiknya tuntutan industri, pemilik modal, pemasang iklan dan lainnya tidak mempengaruhi produk media, karena keberadaan harus berpihak kepada publik;" jelas Toto.
Diminatinya bisnis media ini, terutama media mainstream dikarenakan media masih efektif untuk membangun opini publik, bahkan menjadi bahan literasi politik bagi masyarakat, dibandingkan media sosial.
"Media mainstream diperlukan untuk framing dan menentukan arah ke depan, mengingat budaya literasi masyarakat Indonesia sangat rendah," tegasnya.
Sedangkan media sosial lebih sebagai entertaiment bagi masyarakat, bukan sumber informasi terpercaya.
Sebelumnya, Kabid Politik Dalam Negeri, Kesbangpolinmas Kalsel, Sri Rahmah mengatakan, pendidikan politik ini untuk memperkaya informasi, literasi dan wawasan bagi insan pers agar bisa menjadikan Pemilu 2024 dapat berjalan kondusif.
"Pers berperan sebagai kekuatan negara untuk pelaksanaan Pemilu agar bisa memberikan kontribusi positif bagi kemajuan negara," tambahnya.