bakabar.com, BANJARMASIN - Siapa yang tidak tahu Ratu Zaleha, sosok terkenal dalam Perang Banjar yang berlangsung sejak era kakeknya, Pangeran Antasari, pada 1859 silam.
Bahkan, dilanjutkan sang ayah, Gusti Muhammad Seman.
"Kemudian, diteruskan Ratu Zaleha bersama suami, Gusti Muhammad Arsyad dalam episode Perang Banjar di Hulu Barito, Kalimantan Tengah," ucap Dosen Program Studi Pendidikan Sejarah FKIP ULM, Mansyur kepada bakabar.com, Sabtu (25/7) pagi.
Sejak dilahirkan sampai berusia 36 tahun, Ratu Zaleha hidup di pedalaman dan berpindah-pindah guna menghindari serangan dari pasukan Belanda.
Lantaran selalu dikejar-kejar pasukan marsose Belanda, Ratu Zaleha merasa sangat letih dan lelah. Apalagi usianya yang telah memasuki angka 40-an.
"Hingga berakhir karena tertangkap pada 1905," kata Mansyur.
Tepatnya pada 25 Juli 1906 silam, Sekretaris Goebermen melayangkan surat kepada Gubernur Jenderal Hindia Belanda dan Assisten Residen Bogor.
Dalam surat bernomor 1198 itu, Ratu Zaleha diusulkan mendapat tunjangan f 125 per bulan dari pemerintah Hindia Belanda dalam pengasingannya di Kampung Empang, Buitenzorg (sekarang Bogor).
Sebelum dibawa ke tempat pengasingan, Ratu Zaleha bersama ibunya Nyai Salamah dibawa dan diamankan terlebih dahulu di Martapura.
Setelah beristirahat di sana, Ratu Zaleha dan ibunya dibawa ke Banjarmasin dan kemudian diberangkatkan ke Buitenzorg atau sekarang dikenal dengan Bogor.
"Pengasingan ini menyusul suaminya Gusti Muhammad Arsyad, yang sudah lebih dahulu diasingkan dua tahun sebelumnya, tepatnya pada 1904," beber Mansyur.
Ratu Zaleha sendiri diasingkan di Bogor dan menjalani kehidupan selama 31 tahun.
Paham kodratnya sebagai seorang istri yang berbakti kepada suami sesuai dengan ajaran Islam, ia meminta kepada Pemerintah Hindia Belanda untuk memilih diasingkan di Buitenzorg atau Bogor.
"Alasannya, menyusul suaminya Gusti Muhammad Arsyad. Ratu Zaleha berangkat disertai Nyai Salamah ibundanya," sebutnya.
Selama puluhan tahun Ratu Zaleha berada di pengasingan Bogor menjalani sisa-sisa usia yang semakin senja.
"Akhirnya, pada 1937 Penguasa Pemerintah Hindia Belanda kemudian memulangkan Ratu Zaleha dan Gusti Muhammad Arsyad beserta keluarga besarnya ke Banjarmasin," pungkas Mansyur.
Editor: Ahmad Zainal Muttaqin