Hot Borneo

Inovasi Padi Apung di Rawa Lebak Nagara Perlu Dipikirkan Lagi

apahabar.com, KANDANGAN – Inovasi coba dilakukan pemerintah lewat pengembangan tanaman padi apung di lahan rawa kawasan…

Featured-Image
Dua petani menanam padi di sawah apung yang sedang diuji coba penerapannya. Foto ilustrasi: Antara

bakabar.com, KANDANGAN – Inovasi coba dilakukan pemerintah lewat pengembangan tanaman padi apung di lahan rawa kawasan Nagara, Daha Utara Hulu Sungai Selatan (HSS). Kendati begitu, wacana ini dinilai perlu dipikirkan lagi.

Metode tanam apung diklaim sebagai cikal bakal solusi penanganan dampak perubahan iklim pada daerah genangan air di daerah lahan rawa lebak.

Tahun ini, uji coba mulai dilakukan pemerintah provinsi di Desa Paharangan, Daha Utara, Kabupaten HSS.

Ketua Serikat Petani Indonesia (SPI) Kalimantan Selatan (Kalsel), Dwi Putra Kurniawan melihat inovasi pengembangan tanam padi melalui media styrofoam atau gabus butuh biaya yang tak sedikit.

“Oleh karenanya, Dinas Pertanian perlu memikirkan bagaimana solusi terbaik yang diberikan kepada para petani,” ujarnya dihubungi bakabar.com, Rabu (15/6).

Menurut Dwi, tidak ada salahnya pengembangan tanaman padi apung dilakukan bila hanya sebatas riset atau percobaan. “Jika sebagai contoh, perlu diperhatikan lagi seberapa banyak biaya yang akan dikeluarkan oleh para petani kita,” kata Dwi.

Selain styrofoam, kata Dwi, petani juga perlu membeli pupuk hingga obat-obatan dengan jumlah lebih banyak dibanding menanam padi di lahan normal.

Sebab, pupuk dan obat-obatan menjadi lebih cepat terurai dan terbuang karena dalam prosesnya akan cepat larut di dalam air kawasan rawa.

Dwi mengaku tidak anti dengan ide baru tersebut. Namun jangan sampai percobaan tersebut hanya akan membuang-buang anggaran.

“Takutnya tidak berhasil, untuk bisnis atau usaha sepertinya masih belum layak dan sifatnya belum dibutuhkan mendesak di Kalsel,” ucap Dwi.

Berdasar data, Kalsel mengalami surplus beras sekalipun pada kenyataannya lahan pertanian terus menyusut setiap tahunnya.

Penyebabnya, kata dia, apalagi kalau bukan minat masyarakat khususnya generasi muda untuk menjadi petani berkurang. Ditambah dampak bencana banjir beberapa waktu lalu yang merusak lahan pertanian.

“Lebih baik fokus mengoptimalisasi lahan-lahan yang tidak dimanfaatkan dan yang telah rusak,” terangnya.

Diakui Dwi, niatan pemerintah untuk memanfaatkan lahan rawa lebak sudah benar. Yang menjadi perhatian selanjutnya, adalah bagaimana cara menjaga sirkulasi air.

Dwi lebih sepakat jika pemerintah lebih fokus mengembalikan rawa lebak yang sekarang ke fungsi awalnya dengan peningkatan dan optimalisasi.

Jika memang terus dilakukan, Dwi berpesan agar petani terus dibantu, diberikan bimbingan dalam pengembangan proses tanam padi apung.

“Harus ada pendampingan intensif,” ujarnya.

Target 8 Ton

img

Uji coba tanaman padi apung di Daha Utara, HSS. Foto-Istimewa

Kepala Dinas Pertanian HSS Muhammad Noor menyebut hasil uji coba padi apung yang dilakukan bersama Dinas Ketahanan Pangan dan Hortikultura Kalsel sudah cukup bagus.

Dimulai sejak April 2022, uji coba skala kecil dengan luasan lahan 180×80 sentimeter itu mengandalkan tiga macam varietas padi.

“Alhamdulillah pertumbuhan usai 53 hari sudah bagus, kita perkirakan nantinya ini akan berproduksi sekitar 8 ton per hektare,” terangnya.

Di awal, kata dia, biaya produksi padi apung akan cukup mahal. Namun selanjutnya petani tidak akan mengeluarkan banyak biaya.

“Karena sudah memiliki media yang ketahanannya bisa sampai lima tahun,” ujarnya.

Kegiatan percontohan ini, kata Muhammad Noor, dimaksudkan untuk memanfaatkan lahan rawa di HSS yang cukup luas.

Padi apung sendiri memiliki sederet keunggulan. Yakni tanpa perlu mengolah tanah, tidak perlu membersihkan gulma, dan tidak terpengaruh iklim atau kondisi musim penghujan serta kemarau.

“Mudah-mudahan uji coba padi apung berhasil dan bisa kita kembangkan,” harapnya.



Komentar
Banner
Banner