Industri Perfilman di Kalsel Dinilai Punya Prospek Cerah

Geliat ekosistem industri perfilman di Bumi Lambung Mangkurat dinilai kian baik.

Featured-Image
Budi Ismanto dan Johansyah Jumberan, dua produser film asal Kalsel yang punya karir cemerlang di kancah nasional hadir dalam sesi diskusi gelaran Layar Film Banjar 2023 di aula Banjarmasin Creative Hub, Jumat (15/12). Foto: apahabar.com/Riyad.

bakabar.com, BANJARMASIN - Geliat ekosistem industri perfilman di Bumi Lambung Mangkurat dinilai kian baik. Bukan tak mungkin di masa mendatang, Kalimantan Selatan (Kalsel) bisa menjadi barometer bisnis sinema baru di luar Pulau Jawa.

Hal itu disampaikan dua produser film asal Kalsel yang kini punya karir cemerlang di kancah nasional, Johansyah Jumberan dan Budi Ismanto.

Seorang Budi Ismanto mulai dikenal luas usai berani menjadi produser film Koboy Kampus (2019) dan Ancika 1995, yang akan tayang pada Januari 2024 mendatang.

Sementara nama Johansyah Jumberan makin harum usai film-nya Saranjana berhasil menembus 1,2 juta penonton di bioskop seluruh Indonesia.

Tak hanya Saranjana, Johansyah Jumberan juga telah membuahkan 5 film lainnya, yakni Catatan Akhir Kuliah (2015), The Chocolate Chance (2017), Love Reborn: Komik, Musik, dan Kisah Masa Lalu (2018), Gas Kuy (2021), Iblis Dalam Kandungan (2022).

Sebagai orang yang sudah malang-melintang di industri film lokal dan nasional, keduanya hadir pada sesi diskusi di gelaran Layar Film Banjar di Banjarmasin Creative Hub, Jumat (15/12/2023), untuk memberikan wejangan dan semangat kepada para pegiat film di Kalsel.

Budi Ismanto mengungkapkan, industri perfilman di Kalsel punya prospek yang amat cerah. Dikatakannya, Kalsel punya sumber daya manusia yang mumpuni, tak kalah dengan daerah-daerah lainnya.

Saranjana, kata Budi, menjadi satu contoh bukti, kalau Kalsel punya potensi yang sangat bagus. Baik dari sisi sumber daya manusia, hingga kearifan lokal yang bisa diangkat menjadi film.

Budi melihat, pegiat-pegiat film di Kalsel, sudah punya ide-ide yang cukup menarik dari sisi alur cerita. Namun bukan berarti tak punya cela, beberapa kritik lantas disampaikan pria berkumis itu.

"Ide kawan-kawan kadang terlalu utopis. Terjebak dengan gaya teater. Atau pemilihan genre yang kabur," ujarnya.

Kendati demikian, Budi yakin, jika terus mau belajar dan tak cepat puas diri, pegiat-pegiat film di Kalsel akan bisa semakin gemilang di masa mendatang.

"Terlebih di era digital seperti sekarang, kesempatan untuk berkreasi makin lebar. Banyak platform seperti Netflix, Disneystar, WebTV, Maxstream dan lainnya yang bisa dimanfaatkan untuk menayangkan film-film kita," katanya. 

Satu hal yang tak kalah penting, nilai Budi, jika industri perfilman di Kalsel ingin terus sukses, dukungan pemerintah daerah sangat-sangat diperlukan.

Selama ini, peran pemerintah dalam mendukung kemajuan industri film disebutnya masih sangat minim.

"Pemerintah terkesan tidak percaya kepada pegiat film lokal. Misalnya saja, film-film yang dibuat oleh instansi pemerintahan justru dibuat oleh orang-orang luar Kalsel," kritiknya.

"Kita butuh support pemerintah. Ini sangat penting. Misalnya perizinan atau hal lainnya. Untung-untung kalau bisa bantuan pendanaan," imbuhnya.

Selain pemerintah, pengusaha-pengusaha lokal juga diharapkan bisa berkontribusi untuk menyokong bisnis ini.

"Daripada uangnya dipakai untuk pesta pora atau hanya disimpan, mending diinvestasikan membuat film. Karena bisnis ini menjanjikan. Sebab dari waktu ke waktu, orang akan selalu butuh hiburan," tuturnya.

"Satu sisi, industri ini juga bisa sebagai pembuka lapangan pekerjaan, karena mampu menyerap banyak tenaga kerja," tambahnya.

Senada dengan Budi, Johansyah pun mengungkapkan, dukungan pemerintah ataupun pengusaha lokal masih sangat minor.

Padahal, kata Joe, sapaan akrabnya, banyak konglomerat-konglomerat di Kalsel sangat terkenal dengan uang yang tak berseri.

"Dari dulu saya gemes. Mereka itu masih menilai membuat film itu hanya buang-buang duit. Padahal itu salah besar," keluhnya.

Sisi lain, Joe berujar, terkadang pegiat film lokal kurang bisa mempresentasikan rencana proyeknya kepada para investor, sehingga cukup kesulitan mencari pendanaan.

"Kadang, pelaku-pelaku film lokal ini asal-asalan mengajukan proposal. Menjanjikan hal-hal yang tak masuk akal kepada investor, sehingga ketika itu tidak tercapai, maka akan kehilangan kepercayaan," tuturnya.

"Ke depan penting untuk kita belajar merubah perspektif agar bisa menarik investor," pesannya.

Terlepas dari kritik, Budi dan Joe berkeinginan untuk terus berkarya dan melambungkan nama Kalsel di kancah nasional.

Keduanya lantas berjanji, di waktu akan datang, mereka berkeinginan melibatkan lebih banyak orang lokal di Kalsel untuk berkolaborasi membuat film yang bisa diperhitungkan di kancah nasional.

Editor


Komentar
Banner
Banner