bakabar.com, BANJARMASIN – Pemandangan Siring Piere Tendean Banjarmasin hari kedua lebaran Idulfitri 1441 Hijriah sangat berbeda, jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya.
Betapa tidak, berdasarkan pantauanbakabar.comdi lapangan, Senin (25/5) destinasi wisata unggulan Pemerintah Kota (Pemkot) Banjarmasin ini tampak lengang.
Bahkan, tidak ada satu pun pemotor yang parkir di sepanjang jalan Piere Tendean Banjarmasin.
Begitu pula di lahan parkir sekitar menara pandang.
Yang ada hanya beberapa aparat kepolisian dari Samapta Polda Kalsel berpatroli di sana.
Selain itu, terdapat belasan masyarakat yang beraktivitas di sekitaran pasar terapung.
Dari wanita paruh baya yang membawa barang dagangan sembari mencuci pakaian hingga sekelompok lelaki tua duduk santai di bawah rimbunnya pepohonan.
Di sela-sela aktivitas itu, rupanya masih ada sebagian pelancong yang menyempatkan diri berswafoto.
Meksipun hari ini jumlahnya masih bisa dihitung jari.
Beranjak ke arah menara pandang, belasan armada klotok tersusun rapi di pinggiran sungai Martapura.
Di tengah terik, seorang motoris klotok tampak tertidur pulas di bawah tenda karcis masuk penumpang.
Mahfum, tak ada satu orang pelancong pun yang memakai jasa wisata susur sungai tersebut.
Suasana sepi ini berlangsung selama kurang lebih dua bulan ke belakang. Setelah Kota Banjarmasin darurat Corona virus disease atau Covid-19 dan diberlakukannya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
Walhasil mereka harus gigit jari sembari menunggu bantuan dari Pemkot Banjarmasin.
Memang pada bulan pertama, mereka mendapatkan bantuan berupa sembako dari Wali Kota Banjarmasin, Ibnu Sina.
Namun setelah itu, tak ada sedikitpun bantuan yang mereka terima.
Padahal, sebagian masyarakat telah mendapatkan beberapa bantuan dari pemerintah.
“Setelah itu tak ada lagi bantuan. Kalau jumlah paket sembako yang diberikan kemarin kurang lebih Rp 60 ribu. Itu bakulnya masih ada,” ucap Motoris Kelotok Siring Piere Tendean Banjarmasin, Syaibani beberapa waktu lalu.
Sejak satu bulan kemarin, Ia bersama puluhan motoris kelotok lainnya telah mengajukan bantuan ke Pemkot Banjarmasin.
Namun sampai dengan saat masih belum menemukan titik terang.
“Sudah sejak satu bulan lalu, namun belum juga ada hasil,” katanya.
Demi memenuhi kebutuhan sehari-hari, Syaibani pun harus memutar otak.
Bahkan, ayah empat anak ini rela menjual sepeda motor kesayangan.
Ya, motor kesayangan, yakni jenis Honda Beat 110 CC seharga Rp 7 juta.
Tak hanya itu, ia juga menjual seluruh perhiasan berupa emas.
“Apa yang bisa dijual, ya akan kami jual,” bebernya.
Syaibani hanya 1 dari 88 motoris kelotok di Banjarmasin yang merasakan dampak dari wabah virus Corona ini.
Selaku orang yang turut serta memajukan pariwisata di Banjarmasin khususnya wisata sungai, maklum Syaibani meminta diprioritaskan dalam hal bantuan terdampak Covid-19 ini.
“Semoga Pemkot Banjarmasin memberikan bantuan kepada kami. Baik itu berupa sembako maupun uang. Kami memang lagi membutuhkan,” pungkasnya.
Reporter: Muhammad Robby
Editor: Ahmad Zainal Muttaqin