Hot Borneo

Hampir Setahun, Kasus Dugaan Pencucian Uang PT KCE Banjarbaru Masih P-19

Kasus Pencucian Uang PT. Kalimantan Concrete Engineering (PT KCE) 10 Bulan Tersangka Masih P-19 di Polda Kalsel.

Featured-Image
PT. Kalimantan Concrete Engineering (KCE). Foto-net.

bakabar.com, MARTAPURA - Kasus dugaan pencucian uang dan penggelapan jabatan di PT. Kalimantan Concrete Engineering (KCE) Banjarbaru hampir setahun bergulir, namun prosesnya masih P-19 di Polda Kalsel.

Padahal Penyidik Subdit II Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Kalsel sudah menetapkan 2 tersangka kasus ini sejak 13 Juli 2022.

Dua tersangka yakni ARP (69) selaku mantan Dirut PT KCE dan IY (48) mantan Komisaris Utama pada perusahaan yang bergerak di bidang industri produk pondasi itu.

Keduanya disangkakan melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dengan tindak pidana pokok penggelapan dalam jabatan, sesuai Pasal 3 UU nomor 8 tahun 2010 tentang TPPU, dan Pasal 374 KUHP.

Kasus ini bermula dari laporan Yusti Yudiawati ke Polda Kalsel sejak Agustus 2021. Yusti adalah pemegang saham 40 persen dari perusahaan. Per 24 Februari 2022 laporannya resmi diterima.

Kuasa hukum pelapor, Muhammad Rusdi, mengatakan pencucian uang pada PT KCE oleh dua tersangka mengakibatkan kerugian fantastis Rp17 miliar dalam kurun 2019 - 2020.

Pelapor dugaan TPPU di PT KCE,Yusti Yudiawati (kanan) dan Kuasa Hukum M Rusdi (kiri). Foto-bakabar.com/Hendra Lianor
Pelapor dugaan TPPU di PT KCE,Yusti Yudiawati (kanan) dan Kuasa Hukum M Rusdi (kiri). Foto-bakabar.com/Hendra Lianor

Kesimpulan itu, kata Rusdi, merujuk pada hasil audit investigasi dari Kantor Akuntan Publik Gemi Ruwanti 21 Februari 2021 dan laporan kompilasi keuangan PT KCE tahun 2021 dari Kantor Jasa Akuntasi Abdul Kadir dan Rekan tanggal 31 Desember 2021.

"Hasilnya kedua tersangka telah melakukan penggelapan dalam jabatan dan TPPU secara sistematis dan masif dalam kurun waktu 2019 sampai 2020 dengan nilai Rp17 miliar," ujar pengacara asal Martapura ini kepada wartawan, Kamis (25/5).

Ia melanjutkan, kedua tersangka yang merupakan suami istri pada tahun 2019 mendirikan PT Narhina Beton Sejahtera (NBS) yang bergerak di sektor industri serupa PT KCE, yakni menjual produk pondasi, yang pada waktu sama keduanya tetap sebagai Dirut dan Komisaris di PT KCE.

"Mereka berdua membeli tanah untuk PT NBS menggunakan cek tunai PT KCE dan itu diakui oleh penjual tanah, dan sejak itu juga terjadi TPPU sangat masip dan terstruktur. Belum lagi selama keduanya menjabat direksi dan komisaris tidak ada transparansi keuangan PT KCE," papar Rusdi.

Ia juga mengatakan, kedua tersangka membeli tanah untuk PT NBS menggunakan cek tunai PT KCE dan hal itu diakui oleh penjual tanah.

"Tanah tersebut hingga kini belum digaris polisi. Kasus ini sudah P19, hanya saja sudah 4 kali bolak balik dari penyidik Krimsus Polda Kalsel kepada jaksa peneliti Kejati Kalsel," kata Rusdi.

Menurutnya, salah satu penyebab kasus ini belum P-21 lantaran salah satu bukti sertipikat asli tanah PT NBS dijadikan agunan oleh kedua tersangka di Bank CIMB Niaga belum bisa dihadirkan.

Terpisah, penyidik dari Krimsus Polda Kalsel, Ipda Erik Saputra Ante ketika dikonfirmasi membenarkan, bahwa pihaknya menangani kasus dugaan TPPU yang dilakukan oleh kedua tersangka.

Namun, proses hukumnya masih berlangsung, dan mereka baru menerima petunjuk untuk melengkapi berkasnya dari jaksa penyidik Kejati Kalsel.

"Terkait alat bukti sertipikat tanah asli yang jadi agunan di Bank CIMB oleh kedua tersangka yang belum dihadirkan silakan konfirmasi ke Dir Reskrimsus," ujar Ipda Erik via seluler.

Adapun jaksa peneliti Kejati Kalsel, Herry Setiawan, saat dikonfirmasi mengatakan berkas kasus dugaan TPPU yang diserahkan penyidik Krimsus Polda Kalsel masih belum lengkap, karena itu pihaknya kembalikan untuk dilengkapi.

“Salah satunya sertipikat tanah yang menjadi pokok perkara dugaan TPPU hanyalah berupa fotokopi, karena itu kami ingin penyidik melengkapinya dengan sertifikat tanah yang asli,” pungkas Herry Setiawan.

Editor


Komentar
Banner
Banner