Kalsel

Hakim, Penjual Es Dawet di Tapin yang Rindu Kampung Halaman

Hakim, perantau asal Desa Petambakan, Banjarnegara Provinsi Jawa Tengah, merasa risau. Sebab, ia termasuk orang yang…

Featured-Image
Hakim bersama gerobak es dawetnya. Foto-apahabar.com/Muhammad Fauzi Fadilah

Hakim, perantau asal Desa Petambakan, Banjarnegara Provinsi Jawa Tengah, merasa risau.

Sebab, ia termasuk orang yang selalu mudik setiap tahun. Namun, tahun ini nampaknya pedagang es dawet ini harus mengurungkan niatnya untuk kembali ke kampung halamannya.

Muhammad Fauzi Fadilah, Rantau

Kondisi Indonesia, bahkan dunia saat ini memang tak semanis es dawet buatan pria 23 tahun itu. Penyebabnya? Apalagi kalau bukan virus Corona atau Covid-19 yang sudah bikin repot manusia seluruh dunia.

Virus Corona itu jua lah, yang membuat Hakim bingung. Kalau ia nekat mudik, ia khawatir akan meningkatkan potensi penyebaran virus kepada orang-orang di kampungnya. Jika bertahan, ia tentu tidak bisa bertemu dengan keluarganya.

Padahal, pria yang setiap hari berjualan es dawet khas Banjarnegara di kawasan Rantau Baru Ruang Terbuka Hijau (RTH) sudah menyisihkan uang untuk mudik.

“Takut, Mas. Perlahan tapi pasti korban makin bertambah,” katanya.

Meski hanya lulusan SMP, tetapi Hakim termasuk melek teknologi. Melalui gawai miliknya, ia rutin memantau perkembangan Covid-19 melalui berita daring dan media sosial.

Setelah menimbang-nimbang, ia pun memutuskan untuk tetap bertahan di Bumi Ruhuy Rahayu, meskipun 6 rekannya sesama pedagang es dawet sudah memesan tiket mudik ke kampung halaman mereka masing-masing.

“Rinduku tak setimpal dengan keselamatan keluargaku,” katanya.

Sejak merantau 3 tahun lalu, dan memutuskan untuk menjalani profesi sebagai pedagang, saat inilah periode terburuk yang pernah ia alami. Penjualannya menurun drastis.

Apalagi pemerintah sedang memberlakukan ‘social distancing’. Sekolah-sekolah diliburkan. Beragam aktivitas dibatasi. Ia pun kehilangan konsumen terbesar dari es dawet miliknya.

Akan tetapi, terkait kebijakan itu, ia mengaku setuju dengan pemerintah. “Setuju saja, ini untuk kemanusiaan kan?” jawabnya singkat.

Akibat pembatasan itu, setoran ke bos pun berkurang. Biasanya ia bisa menjual 100 gelas per hari, kini hanya setengahnya. Biasanya, dalam satu hari dia bisa mendapatkan Rp 500 ribu. Namun, saat ini pendapatannya hanya berkisar Rp 200 ribuan.

Pemerintah Kabupaten Tapin berencana memberikan kebijakan mengadakan bantuan untuk penduduknya yang terimbas Covid-19.

Namun, sepertinya Hakim tak terlalu banyak berharap dari bantuan itu. Ia sendiri tak memberikan respons saat mendengar rencana pemerintah daerah memberikan bantuan kepada warga terdampak Covid-19.

Selama 7 jam mangkal di RTH, kantong plastik hitam sedikit transparan tempat menyimpan uang milik Hakim terlihat masih kendor. Yang terdengar hanya uang receh yang saling beradu.

Hakim hanya berharap virus Corona segera lenyap dan aktivitas masyarakat kembali seperti sedia kala.

Editor: Puja Mandela



Komentar
Banner
Banner