bakabar.com, BANJARMASIN – Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Kalimantan Selatan (Kalsel) pesimis terhadap upaya pemerintah daerah untuk mengakomodir para buruh di tengah pandemi Covid-19 saat ini.
Sebab para buruh yang terdampak pandemi ini masih menunggu bantuan jaring pengaman sosial (JPS) dari pemerintah.
Rasa pesimis itu pun menguat, lantaran anggaran yang dialokasi pemerintah daerah tergolong kecil, jika dibandingkan daerah tetangga seperti Kalimantan Tengah.
Berdasarkan data yang diperoleh dari Kementerian Dalam Negeri mengenai realokasi anggaran per tanggal 24 April 2020, Pemprov Kalsel menganggarkan dana Rp 10 miliar untuk JPS masyarakat.
Angka itu dinilai kecil jika dibandingkan Pemprov Kalteng yaitu sebesar Rp 230 miliar.
“Wajar kami cukup pesimis dengan jumlah anggaran yang direncanakan oleh Pemprov Kalsel saat ini untuk dapat mengakomodir sepenuhnya para buruh yang terdampak di daerah,” Ketua DPD GMNI Kalsel, Muhammad Luthfi Rahman, Jumat (1/5) siang.
Lutfi menilai nasib buruh saat ini jelas sangat kritis dan perlu penanganan cepat serta tepat oleh Pemerintah Pusat bersama Pemerintah Daerah.
Melihat kondisi ini, DPD GMNI Kalsel menyatakan beberapa sikap kepada pemerintah.
Pertama, mendorong pemerintah memberikan kebijakan program stimulan kepada UMKM dan perusahaan agar gaji atau upah buruh dan tunjangan hari raya (THR) dapat dibayarkan sepenuhnya serta menghindari pemutusan hubungan kerja (PHK) atau furlough.
“Berikan program pinjaman lunak terhadap UMKM dan perusahaan yang terdampak atas Covid-19,” tegas Lutfhi.
Kedua, berikan program relaksasi pembayaran cicilan pokok kepada pelaku UMKM hingga beberapa bulan ke depan.
Dan, relaksasi pembayaran iuran Jamsostek atau BPJS Ketenagakerjaan kepada perusahaan yang dirugikan wabah pandemi Covid – 19 ini.
“Mendorong pemerintah untuk memberikan JPS, baik tunai maupun dalam bentuk sembako kepada pekerja di segala sektor yang terdampak. Meninjau ulang terhadap program - program JPS yang ada saat ini dengan menimbang efektifitas dalam pemenuhan kebutuhan buruh,” paparnya.
Selanjutnya, pihaknya mendorong pemerintah membuka posko aduan pekerja secara daring ataupun melalui call center dan secara langsung di lokasi posko seluruh daerah.
Dengan tujuan agar dapat memberikan informasi dan perlindungan terhadap hak - hak buruh yang tercantum dalam Undang - Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang pada saat ini rawan dilanggar oleh perusahaan.
“Terpenting tunda Pembahasan RUU Cipta Kerja secara keseluruhan, tidak hanya pada klaster ketenagakerjaan. Lakukan pembahasan ulang yang melibatkan masyarakat, aktivis serta pihak - pihak terkait yang ahli di bidangnya,” ujar Lutfhi.
Ia mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk tetap memberikan perhatian terhadap UU Cipta Kerja sembari bergotong - royong bersama melewati keadaan yang sulit saat ini atas dampak pandemi Covid- 19.
“Masa - masa sulit yang kita hadapi sekarang menjadi ujian besar bagi bangsa Indonesia. Yakin dan optimis kita pasti bisa melewati momentum ini, ingat bangsa kita adalah bangsa pejuang, bukanlah bangsa tempe. Sudah sekian kali kita mengalami dan melewati tahun Viveri Pericoloso. Kuncinya ialah mari kita kembali pada sumber segala sumber kita yaitu gotong royong,” pungkasnya.
Reporter: Muhammad Robby
Editor: Ahmad Zainal Muttaqin