bakabar.com, KANDANGAN – Dugaan aksi pencabulan dalam sebuah ritual penyucian diri di Angkinang, Hulu Sungai Selatan (HSS) mencuat ke permukaan.
Pelakunya diduga adalah seorang pemuka agama di desa setempat. Aksi amoral pelaku dilaporkan sudah berlangsung sejak dua bulan lalu.
Kendati begitu, polisi belum dapat menjangkau terduga pelakunya. Berikut fakta-faktanya:
Modus Asusila
Para korban mengaku dilecehkan terduga pelaku saat ritual menyucikan diri. Pengakuan itu didapat media ini dari BA (30) dan AA (16).
Baca selengkapnya di halaman selanjutnya:
“Saya baru dapat kabar sudah ada pemanggilan,” ujar A (31) pendamping para korban.
A bercerita jika terduga pelaku lebih dulu merayu BA lewat anaknya yang rutin mengikuti pengajian.
"Mama ikam [kamu] sudah kena guna guna laki-laki lain, " ujar A menirukan perkataan anak BA.
Mendengar apa yang dikatakan oleh anaknya, BA bersama AA (16) mendatangi rumah terduga pelaku.
"Mereka berdua datang namun yang mengantarkan hanya menunggu di depan rumah," kata A.
Sejurus kemudian terduga pelaku malah mengajak BA ke kamar mandi.
"Ia beralasan untuk menghilangkan pengaruh negatif dengan cara mandi-mandi," ujarnya.
Selang beberapa waktu AA rupanya turut terpengaruh hingga datang sendiri ke rumah terduga pelaku.
Diduga Merekam
Baca selengkapnya di halaman selanjutnya:
Menurut A, korban satu ini yang paling parah. Dia hanya disuruh mengenakan pakaian putih transparan yang telah disediakan tanpa pakaian dalam lalu diguyur air di dalam kamar mandi.
"Ketika mandi-mandi, pria itu sambil menggosok badan hingga kemaluan korban," jelasnya.
Tak hanya itu saat mandi-mandi AA sempat mendengar suara seperti jepretan kamera disusul cahaya putih blitz handphone.
"Korban ini ditutup matanya, disuruh menunggu beberapa menit sambil dilucuti pakaiannya. Tetapi masih mendengar dan melihat cahaya sekilas," ujarnya.
Korban Tak Melapor
A menyayangkan sikap warga desa yang seakan sudah terperdaya ajaran terduga pelaku.
Hampir semua warga sebut dia memilih menutup mata dan telinga. Bahkan orang tua dari salah satu korban meminta supaya melupakan kejadian itu.
"Kami dengar juga, pihak tertentu ada yang melakukan intimidasi terhadap korban merayu supaya tidak lapor ke polisi. Terlebih mengiming-imingi masuk surga," kata A.
Merasa aksi terduga pelaku telah kelewatan, A mendampingi BA melapor ke Satreskrim Polres HSS, Senin (27/12) malam. Di sana mereka menceritakan semua aksi amoral sang guru kepada petugas reskrim yang sedang piket malam.
Kendati begitu laporan BA masih sebatas pengaduan.Kasat Reskrim Polres HSS AKP Matnur masih menyelidiki kasus tersebut lewat informasi yang disampaikan korban.
"Kasus ini masih dalam proses penyelidikan," ungkapnya saat konferensi pers akhir tahun 2021, Rabu (29/12).
Penyelidikan guna mengungkap benar tidaknya ada unsur pelecehan seksual saat pelapor mengikuti ritual mandi-mandi tersebut.
Lebih jauh, polisi siap menjamin keamanan para pelapor yang merasa menjadi korban asusila dalam ritual tersebut. “Silakan lapor,” ujarnya.
Jangan Tunggu Laporan
Direktur Borneo Law Firm Muhammad Pazri mengingatkan polisi lebih proaktif mengingat kasus kekerasan perempuan dan anak tergolong kejahatan luar biasa.
Sesuai rumusan Pasal 76D dan Pasal 76E UU 35/2014 junto Pasal 81 dan Pasal 82 Perpu 1/2016 tentang Perlindungan Anak, menurut Pazri tidak ada keharusan bagi delik tersebut untuk dilaporkan oleh korbannya.
Dengan demikian, tindak persetubuhan dengan anak dan pencabulan terhadap anak merupakan delik biasa. Bukan delik aduan. Artinya, delik ini dapat diproses polisi tanpa adanya persetujuan dari pihak korban.
"Polisi harus tindak tegas, jangan hanya menunggu laporan korban," ujar doktor hukum jebolan Universitas Sultan Agung ini dihubungi media ini, Rabu (29/12).
Dugaan Pelecehan Modus Ritual Mandi di Angkinang HSS, Polisi Mulai Penyelidikan