bakabar.com, BARABAI – Sejumlah fakta baru mengenai bukaan lahan di kawasan hutan Batu Harang Desa Mangunang Seberang Kecamatan Haruyan Kabupatan Hulu Sungai Tengah (HST) terkuak.
Terkuaknya fakta-fakta soal bukaan lahan ini setelah adanya pembahasan bersama antara jajaran Pemkab, aktivis dan organisasi masyarakat pada rapat kerja yang digelar DPRD HST, Rabu (6/10).
Fakta pertama soal KUD Karya Nata yang berencana menggarap lahan seluas 100 hektare.
Anggota DPRD HST, Salpia Riduan, menyebut banyak kejanggalan dari KUD tersebut.
“Ada indikasi besar di belakangnya,” ujar Salpia.
Dilihat dari jejek digital KUD Karya Nata per 2001 sudah stagnan, izin PKP2B sudah kedaluwarsa. Per 2006 KUD ini ada pergerakan. Ada upaya pengurusan izin kuasa pertambangan. Namun saat itu, KUD Karya Nata bermasalah dengan hukum sehingga kembali stagnan.
“Setelah 15 tahun berlalu, tiba-tiba 2021 ini kembali muncul dan langsung membuka lahan. Ini sebenarnya ada apa dan pasti ada rencana besar di belakangnya,” kata Salpia.
Tidak aktifnya KUD Karya Nata selama belasan tahun ini pun sudah dikonfirmasi Camat Haruyan, Chairiah.
“Per 29 September tadi kami undang pihak KUD. Memang sudah tidak aktif lagi sejak 15 tahun yang lalu,” kata Chairiah.
Menariknya, lahan 100 hektare yang diklaim oleh KUD Karya Nata itu belum sepenuhnya dikuasai.
“Tanah seluas 100 hektare itu dimiliki oleh 99 orang. Hanya 25 persen di antaranya yang sudah dikuasai oleh KUD Karya Nata,” terang Chairiah.
Setelah rapat bersama yang digelar DPRD HST soal bukaan lahan yang saat ini telah digarap KUD Karya Nata, gaung “Save Meratus” menggelora. Pernyataan sikap dan komitmen menolak tambang ditanda tangani bersama.
Asisten Bidang Pemerintahan Ainur Rafiq menyatakan, Pemkab HST juga berkomitmen menolak adanya pertambangan di Bumi Murakata. Bahkan Pemkab telah melayangkan surat laporan dugaan bukaan lahan untuk pertambangan ke Dinas ESDM Provinsi.
“Komitmen penolakan tambang batu bara itu sudah lama termuat dalam RPJP dan RPJM dengan fokus pembangunan yang tidak merusak lingkungan,” tegas Rafiq.
Penolakan terhadap pertambangan ini pun diamini mayoritas warga di kawasan hutan Batu Harang.
“Para tokoh masyarakat dan warga sekitar seperti Mangunang Seberang, Hapulang, Haruyan Seberang, Teluk Masjid dan Sungai Jaranih juga menyatakan penolakan jika adanya penambangan batu bara,” terang nggota DPRD HST ldari Dapil II (Kecamatan LAS dan Haruyan), H Taufiqurrahman.
Indikasi penambangan itu pun turut diungkap seorang dosen dari Universitas Lambung Mangkurat (ULM), Akbar Rahman.
Dia menyebut akan ada berbagai cara dan motif yang bakal dilakukan oknum atau mafia tambang jika masyarakat menolak. Misalnya membuat kabupaten baru atau pemekaran.
“Karena kabupaten baru membutuhkan anggaran yang besar untuk memulai pembangunan dan ujung-ujungnya penambangan dilakukan,” kata Akbar.
Sebagai tindak lanjut dari rapat bersama pembahasan bukaan lahan di Batu Harang, Ketua DPRD HST sekaligus Ketua Rapat Kerja, H Rachmadi meminta Pemkab HST memanggil pengurus KUD Karya Nata. Hal itu ditujukan untuk memberikan keterangan.
Mereka juga meminta agar pihak Polres HST melakukan tindakan terhadap aktivitas KUD Karya Nata yang tidak mempunyai izin ataupun dokumen lingkungan hidup.
“Kita secepatnya harus mengagendakan pertemuan kembali dengan Polres HST, Kodim 1002/HST dan kalau perlu dihadirkan pengurus KUD Karya Nata serta menyampaikan hasil pertemuan hari ini bahwa seluruh elemen masyarakat menolak adanya aktivitas pertambangan di HST,” timpal anggota DPRD HST lainnya, Yajid Fahmi.
Sejauh ini, KUD Karya Nata tidak memiliki izin resmi soal bukaan lahan di kawasan hutan Batu Harang Desa Mangunang itu. Izin PKP2B nya sudah kedaluwarsa sejak 2001.
Aktivitas KUD ini pun sempat diihentikan Tim Polda Obvit Kalsel dan Satgas Peti PT AGM. Mereka memerintahkan KUD Karya Nata menarik ekskavatornya dari lahan yang diklaim seluas 100 hektare yang diakui KUD ini, Jumat (17/9) lalu.
Namun, per 27 September, KUD Karya Nata diduga kembali menaikkan ekskavator untuk melakukan aktivitas di kawasan hutan Batu Harang.
“Memang kami menurunkan dua unit alat berat,” kata Ketua KUD Karya Nata, Raniansyah dihubungi wartawan melalui sambungan seluler, Kamis (30/9).
Lahan seluas 100 hektare yang digarap itu, kata dia, merupakan milik KUD Karyanata. Bukan milik pihak manapun.
Raniansyah menyebut akan menggarap lahan tersebut demi kemaslahatan warga sekitar.
Lantas untuk apa membuka lahan 100 hektare itu? Apakah untuk batu bara?
Diketahui, KUD Karyanata memiliki PKP2B hanya saja sudah kedaluwarsa per 2001.
“Terlalu jauh untuk berbicara batu bara. Izinnya masih proses,” kata Raniansyah.
Yang jelas, terang Raniansyah, jika lahan sudah dibuka pihaknya akan memanfaatkannya untuk membantu warga sekitar. Misalnya, membuka obyek wisata ataupun kebun.
“Inikan lahan kami, jika nantinya lahan sudah terbuka, terserah kami,” kata Raniansyah.
“Dan itu cuma membuka lahan dan membersihkannya, jadi kami harap jangan dipermasalahkan,” tutup Raniansyah.
Soal bukaan lahan ini, Dinas Lingkungan Hidup dan Perhubungan (DLHP) HST akan mengambil langkah berkoordinasi dan melayangkan surat resmi ke Polres dan Polda Kalsel.
Kepala Bidang Tata Lingkungan HST, Irfan Sunarko menyebut hal itu dilakukan mengingat bukaan lahan harus punya izin. Terutama izin Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL), Upaya Pengelola Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UKL-UPL), dan Surat Pernyataan Pengelolaan Lingkungan (SPPL).
“Kalau tidak punya ya ilegal," tutup Sunarko.