Kalsel

Era Industrialis dan Deformasi Pabrik Kayu dalam Konteks Masyarakat Banjar

apahabar.com, BANJARMASIN – Yayasan Palatar kembali menggelar kegiatan Basurah 1.2 bertempat di Kampung Buku, Jalan Sultan…

Featured-Image
Yayasan Palatar kembali menggelar kegiatan Basurah 1.2. Foto-Istimewa

bakabar.com, BANJARMASIN – Yayasan Palatar kembali menggelar kegiatan Basurah 1.2 bertempat di Kampung Buku, Jalan Sultan Adam, Rabu (10/7/2019) sekitar pukul 20.00 WITA.

Ada sesuatu yang berbeda dalam diskusi Basurah yang akan datang. Selain karena digelar untuk sekaligus launching tempat Warung Buku yang telah mendukung kegiatan Basurah kali ini, Yayasan Palatar juga bekerja sama dengan kelompok teater Banjarmasin, Teater Kompak, untuk menggelar Basurah.

Deformasi Tubuh Batang Banyu menjadi tema yang diangkat dalam Basurah mendatang.

Mengajak dan membantu seniman, baik individu maupun kelompok dalam proses pengkaryaannya merupakan salah satu misi dari Yayasan Palatar untuk melahirkan kebaruan-kebaruan yang tidak lepas dari nilai-nilai lokalitas sebagai sebuah identitas seni yang berhubungan dengan budaya, sosial dan kemanusiaan.

Basurah 1.2 menghadirkan 2 Panyurah yaitu Furkon (Sutradara "Bansau"/ Kompak) dan Edi Sutardi (Praktisi teater/ Inisiator teater lingkungan) sebagai pemantik dalam diskusi nanti.

Sebagai sutradara dari kelompok Teater Kompak, Furkon atau yang lebih akrab dipanggil Ukon, ia mencoba mengeksplorasi pabrik kayu (Bandsaw; dalam konteks masyarakat Banjar disebut Bansau) di pinggiran sungai daerah Banjarmasin.

Furkon Mengungkapkan dalam risetnya melihat dan mengobservasi Bansau bahwa telah terjadi peristiwa deformasi yaitu perubahan bentuk dan dimensi dari suatu objek dengan tetap mempertahankan partikel aslinya.
Dilihat dari sisi yang lebih luas bansau adalah alat pemotong apa saja.

“Dari segi ekonomi bansau bisa saja memotong urat nadi perekonomian masyarakat yang menggantungkan hidup pada bansau,” cetusnya.

Dari segi sosial budaya, kata Furkon, bansau bisa saja memutus warisan leluhur yang sudah dijaga yang berdampak pada perilaku masyarakatnya. Dengan tidak menghormati atau menjaga alam sebagai sistem rantai kehidupan.

Hadirnya berbagai macam industri melahirkan pergesekan budaya. Tabrakan budaya lama dengan budaya baru memicu perubahan pada masyarakatnya yang mungkin berujung pada krisis identitas masyarakat itu sendiri.

Menurut Novyandi Saputra sebagai Dramaturg dalam karya ini berpendapat bahwa Bansau merupakan sebuah ruang yang mewakili tumbuhnya era industrialis di Banjarmasin membentuk tubuh-tubuh baru yang hidup di sekitar batang banyu sungai Martapura dalam proses panjang.

Tubuh-tubuh ini menjadi gambaran nyata sebuah laku juang berasas kapital. Jika melihat apa yang diungkapkan oleh Piere Bourdieu tentang "Kapital (modal) terbentuk pada konsep masyarakat (society) yang didasari atas kelas (social life: class based)" (Wacquant, 1989: 1-3).

“Lalu kemudian ditambahakan lagi bahwa subjek atau individu menempati suatu posisi dalam ruang sosial multidemensional,” ujarnya.

Ruang tidak didefinisikan oleh keanggotaan kelas sosial, namun melalui jumlah setiap jenis modal yang dia miliki. Modal ini mencakup Jaringan sosial, nilai-nilai budaya, dan selera." (Bourdieu, 1989: 197).

Sejak muda para lelaki di pinggiran batang banyu sungai besar ini seperti tak punya pilihan. Hampir sebagian memilih untuk bekerja di Bansau, sehingga kemudian mereka dibentuk oleh kuasa pemilik modal untuk menarik kayu-kayu besar, menggulingkan, memotong sampai pada penyusunan menjadi sebuah struktur yang menurutnya sangat artistik.

Tubuh-tubuh pemuda ini terlatih secara mekanik menjadi sebuah mesin organik yang berdampingan dengan mesin-mesin Bandsaw dan Dumping dalam proses pengolahan.

Kemudian kehadiran Edi Sutardi yang sudah melalang melintang dalam dunia teater tentu akan mebentuk garis terjemah khusus terhadap gagasan dan konsep karya Bansau karya dan sutradara Furkon (Kompak) ini.

Khususnya, dalam paradigma teater lingkungan yang bersetting industri Bansau di pinggiran Sungai martapura serta perihal artistik apa saja yang bisa diangkat untuk diterjemahkan secara simbolik pada wacana karya tersebut.

Tentu diskusi akan lebih menarik ketika seluruh orang yang hadir turut memberikan pandangan dan bertukar pikiran dalam forum nanti.

Basurah kali ini merupakan bagian dari Work On Progres dari Karya "Bansau", karya dan Sutradara Furkon yang merupakan kolaborasi produksi dari Kompak Banjarmasin dan Yayasan Palatar.

Baca Juga: Jaga Keamanan dan Ketertiban, Polresta Banjarmasin Intensifkan Patroli Keliling

Baca Juga: Begini Penjelasan KPU Kalsel Terkait Caleg DPRD Tanah Bumbu yang Bermasalah

Baca Juga: BPBD Kalsel Ciduk Oknum Pembakar Lahan di Guntung Damar Banjarbaru

Baca Juga: Tak Disangka, Gimar 'Jackie Chan' Jabat Direktur Bank Sampah di Barabai

Reporter: Muhammad Robby
Editor: Syarif



Komentar
Banner
Banner