Tak Berkategori

‘Emas Hitam’ Melesat ke Langit, Tembus US$110 Per Barel!

apahabar.com, JAKARTA – Harga minyak mentah global melesat pada perdagangan terakhir pekan ini, Jumat (13/5/2022). Harga…

Featured-Image
Ilustrasi minyak mentah Indonesia (ICP). Foto: Reuters

bakabar.com, JAKARTA – Harga minyak mentah global melesat pada perdagangan terakhir pekan ini, Jumat (13/5/2022).

Harga kontrak minyak mentah Brent naik 3,8% ke level US$ 111,55/barel sedangkan harga minyak mentah acuan AS West Texas Intermediate (WTI) melesat 4,1% dan ditutup di level US$ 110,49/barel.

Namun dalam sepekan terakhir harga minyak mentah cenderung variatif. Harga minyak Brent masih terkoreksi 0,75% sedangkan minyak WTI terpantau naik 0,66%.

Ada tiga faktor utama yang menggerakkan harga si emas hitam pekan ini yaitu pasokan di AS, kondisi Covid-19 di China hingga perkembangan sanksi ekonomi untuk Rusia.

“Belum ada peningkatan stok bensin (AS) sejak Maret,” kata Robert Yawger, direktur eksekutif energi berjangka di Mizuho.

Permintaan terhadap bensin diperkirakan siap melonjak ketika musim mengemudi musim panas dimulai pada liburan akhir pekan Memorial Day AS.

Harga minyak mentah bergerak dengan fluktuasi yang tinggi akhir-akhir ini. Semua ini disebabkan oleh adanya embargo minyak Rusia ole Uni Eropa (UE) yang akan semakin memperburuk kondisi rantai pasok global.

Louis Dickson dari Rystad Energi menyampaikan bahwa jika sanksi tersebut diterapkan seluruhnya, maka pasokan dari Rusia akan berkurang sampai 3 juta barel per hari (bph).

Hal tersebut akan akan benar-benar mengganggu, dan pada akhirnya menggeser arus perdagangan global, memicu kepanikan pasar dan volatilitas harga yang ekstrem, tutir Dickson melansir Reuters.

Di China, pihak berwenang berjanji untuk mendukung pemuliuhan ekonomi dan pejabat kota mengatakan Shanghai akan mulai melonggarkan pembatasan lalu lintas dan membuka toko bulan ini seiring dengan kasus Covid-19 yang membaik.

“Harga minyak mentah reli di tengah optimisme bahwa situasi COVID China tidak memburuk dan karena aset berisiko rebound,” kata Edward Moya, analis pasar senior di perusahaan data dan analitik OANDA.



Komentar
Banner
Banner