bakabar.com, KANDANGAN – Kasus dugaan pelecehan saat ritual mandi-mandi di Angkinang memasuki babak baru. Teranyar, polisi tengah melakukan upaya penyelidikan.
Disampaikan langsung Kasat Reskrim Polres HSS AKP Matnur bahwa pihaknya sedang menyelidiki kasus tersebut berdasar informasi yang disampaikan korban.
“Kasus ini masih dalam proses penyelidikan,” ungkapnya saat konferensi pers akhir tahun 2021, Rabu (29/12).
Diketahui pada Senin (27/12) malam dua wanita didampingi A (31) yang merupakan seorang pemuda setempat mendatangi Mapolres HSS.
Mereka melaporkan kejadian dugaan pencabulan itu kepada pihak kepolisian.
"Tapi, belum sampai laporan polisi. Bentuknya masih dumas [pengaduan masyarakat]," ujar Matnur.
Karenanya, polisi masih akan menyelidiki ada tidaknya unsur pelecehan seksual saat pelapor mengikuti ritual mandi-mandi tersebut.
Terbaru, bakabar.com menemukan bukan hanya 10, melainkan 11 wanita yang diduga menjadi korban pelecehan pria yang sudah dianggap guru di desa tersebut.
Mayoritas dari mereka enggan melapor secara resmi ke kepolisian lantaran beragam alasan. Bahkan orang tua salah seorang korban mau kasus tersebut ditutup atau selesai secara kekeluargaan.
Terpisah, Direktur Borneo Law Firm Muhammad Pazri mengingatkan polisi lebih proaktif mengingat kasus kekerasan perempuan dan anak tergolong kejahatan luar biasa.
Sesuai rumusan Pasal 76D dan Pasal 76E UU 35/2014 junto Pasal 81 dan Pasal 82 Perpu 1/2016 tentang Perlindungan Anak, menurut Pazri tidak ada keharusan bagi delik tersebut untuk dilaporkan oleh korbannya.
Dengan demikian, tindak persetubuhan dengan anak dan pencabulan terhadap anak merupakan delik biasa. Bukan delik aduan. Artinya, delik ini dapat diproses polisi tanpa adanya persetujuan dari pihak korban.
“Polisi harus tindak tegas, jangan hanya menunggu laporan korban,” ujar doktor hukum jebolan Universitas Sultan Agung ini dihubungi media ini, Rabu (29/12).
PENGAKUAN KORBAN
Baca selengkapnya di halaman selanjutnya:
Seorang pria yang dianggap sebagai pemuka agama di Angkinang diduga melecehkan sejumlah jemaah wanitanya sendiri.
Penelusuran bakabar.com, korbannya mencapai lebih sepuluh orang. Beberapa bahkan masih di bawah umur.
Menurut warga berinisial A (31) aksi cabul terduga pelaku sebenarnya sudah berlangsung sejak dua bulan lalu.
“Awalnya mereka (korban) enggan melaporkan kejadian itu karena malu dan tidak didukung keluarga,” ungkap A kepada bakabar.com, Selasa (28/12).
Terlebih, pihak terkait juga sudah beberapa kali mengajukan mediasi antara korban dan terduga pelaku guna memastikan kebenaran.
“Terakhir kami mengajak mediasi pada Kamis (23/12) lalu namun ia tidak datang. Informasinya telah ke luar daerah,” bebernya.
Selama ini terduga pelaku sudah dianggap layaknya guru pada suatu perkumpulan di Angkinang oleh mereka.
Namun diam-diam mereka malah digagahi oleh pria itu lewat ritual mandi-mandi.
Ada dua korban yang didampingi A yaitu BA (30) dan AA (16).
A bercerita jika terduga pelaku merayu BA lewat anaknya yang rutin mengikuti pengajian.
"Mama ikam [kamu] sudah kena guna guna laki-laki lain, " ujar A menirukan perkataan anak BA.
Mendengar apa yang dikatakan oleh anaknya, BA bersama AA (16) mendatangi rumah terduga pelaku.
“Mereka berdua datang namun yang mengantarkan hanya menunggu di depan rumah,” kata A.
Terduga pelaku kemudian justru mengajak BA ke kamar mandi.
"Ia beralasan untuk menghilangkan pengaruh negatif dengan cara mandi-mandi," ujarnya.
Selang beberapa waktu, ternyata AA turut terpengaruh hingga datang sendiri ke rumah terduga pelaku.
Menurut A, korban satu ini yang paling parah. Dia hanya disuruh mengenakan pakaian putih transparan yang telah disediakan tanpa pakaian dalam lalu diguyur air di dalam kamar mandi.
“Ketika mandi-mandi, pria itu sambil menggosok badan hingga kemaluan korban,” jelasnya.
Tak hanya itu, saat mandi-mandi AA sempat mendengar suara seperti jepretan kamera disusul cahaya putih blitz handphone.
“Korban ini ditutup matanya, disuruh menunggu beberapa menit sambil dilucuti pakaiannya. Tetapi masih mendengar dan melihat cahaya sekilas,” ujarnya.
A menyayangkan sikap warga desa yang seakan sudah terperdaya ajaran terduga pelaku. Hampir semua warga sebut dia memilih menutup mata dan telinga. Bahkan orang tua dari salah satu korban meminta supaya melupakan kejadian itu.
“Kami dengar juga, pihak tertentu ada yang melakukan intimidasi terhadap korban merayu supaya tidak lapor ke polisi. Terlebih mengiming-imingi masuk surga,” kata A.
Merasa perilaku terduga pelaku telah kelewatan, A bersama dua korban tadi melapor ke Satreskrim Polres HSS, Senin (27/12) malam. Di sana mereka menceritakan semua aksi amoral sang guru kepada petugas reskrim yang sedang piket malam.