bakabar.com, MARABAHAN – Disinyalir akibat miskomunikasi, Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) Barito Kuala (Batola) diterpa isu uang pelicin untuk memudahkan urusan.
Dalam sepekan terakhir, terbit postingan melalui media sosial Facebook Group yang diunggah oleh seorang warga Marabahan.
Dirilis 3 Agustus 2020, wanita tersebut mengeluhkan lambatnya proses pengurusan Kartu Keluarga melalui online di Dukcapil Batola.
Untuk memperkuat bukti, diunggah pula sejumlah tangkapan layar percakapan dengan petugas pelayanan online. Terlihat proses pengurusan yang dilakukan dimulai akhir Juni 2020.
Dari tangkapan layar, petugas sempat mengabarkan gangguan jaringan. Beberapa hari berselang, petugas juga meminta yang bersangkutan datang ke Kantor Dukcapil setiap Senin atau Kamis.
Oleh karena tak kunjung selesai selama berhari-hari, hingga bahkan sempat datang langsung, warga tersebut memuntahkan kekesalan.
“Harus kh pakai duit mbak. Uyuh tau lah bolak-balik. Di-PHP lebih sakit daripada putus cinta,” tulis warga tersebut dalam percakapan dengan petugas Dukcapil.
Postingan itu mendapat tanggapan beragam dari warganet lain. Beberapa di antaranya menuding pengurusan dokumen di Dukcapil memang membutuhkan uang pelicin.
Namun tak sedikit pula yang menyangkal, sembari menuliskan pengalaman positif selama pengurusan dokumen pribadi di Dukcapil Batola.
“Kalau dokumen yang diurus lama tidak selesai, warga sebaiknya proaktif datang langsung mengonfirmasi,” sahut Kepala Dinas Dukcapil Batola, H Jakuinuddin, Kamis (6/8).
Dukcapil Batola sendiri membatasi pelayanan tatap muka, demi mencegah penyebaran Covid-19. Semua pelayanan dilakukan dengan sistem daring, baik melalui aplikasi maupun Whatsapp.
Melalui sistem itu, warga mengunggah persyaratan yang dibutuhkan. Selanjutnya dokumen yang sudah selesai, dikirim balik dalam format pdf untuk dicetak sendiri.
Selebihnya Kantor Dukcapil hanya buka setiap Senin atau Kamis untuk melayani pengambilan dokumen fisik seperti KTP dan KIA, maupun konsultasi.
“Meski hanya buka setiap Senin dan Kamis untuk pengambilan dokumen fisik, bukan berarti hari lain kami libur,” tegas Jakuinuddin.
“Semua permintaan dokumen tetap dikerjakan, dengan catatan tak terjadi gangguan jaringan dan data yang dikirimkan sudah lengkap. Faktanya sudah banyak warga yang merasakan manfaat pelayanan online,” sambungnya.
Namun pelayanan daring Dukcapil Batola sempat terhenti selama tiga pekan. Tepatnya sejak pertengahan pekan pertama hingga ketiga Juli 2020.
Penyebabnya dilakukan peningkatan software Sistem Informasi dan Administrasi Kependudukan (SIAK) dari versi 7.3 menjadi 7.4, diikuti perubahan kertas cetak dokumen menjadi HVS A4 80 gram.
Perubahan itu juga mengharuskan sinkronisasi ulang Tanda Tangan Elektronik (TTE).
Dokumen yang menggunakan TTE tidak perlu lagi dilegalisasi, sehingga pengecekan keabsahan dilakukan melalui scan QR-code.
“Tertahan hampir 3 minggu, pekerjaan sempat menumpuk. Lantas untuk mempercepat, kami sempat menggunakan tanda tangan basah,” papar Jakuinuddin.
“Akhirnya operator kami yang berada di 17 kecamatan mesti bolak-balik. Setelah dicetak di masing-masing kecamatan, dokumen dibawa ke Marabahan untuk ditandatangani, lalu dibawa pulang kembali untuk dibagikan,” tambahnya.
Sementara tudingan uang pelicin juga langsung dibantah. “Semua pelayanan dari Dukcapil tidak dipungut biaya. Warga yang pernah berurusan langsung dengan kami, sudah mengetahui aturan itu,” beber Jakuinuddin.
“Lain cerita kalau pengurusan menggunakan jasa orang lain. Wajar kalau kemudian penerima jasa meminta ongkos transport atau cetak dokumen. Hal yang tidak wajar adalah kami dituding memasang tarif,” tandasnya.
Editor: Ahmad Zainal Muttaqin