bakabar.com, KANDANGAN – HW (40) memenuhi panggilan polisi setelah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan tanah aset daerah di Dinas Pemuda Olahraga dan Pariwisata (Disporapar) Hulu Sungai Selatan (HSS), Selasa (6/9).
HW yang merupakan aparatur sipil negara (ASN) Pemkab HSS menyambangi Kantor Satreskrim Polres HSS didampingi dua orang pengacaranya.
Berdasarkan keterangan HW, pihaknya datang setelah sebelumnya pada Agustus 2021 sampai dengan Agustus 2022 diperiksa memberikan keterangan Berita Acara Pemeriksaan (BAP).
“Tanggal 31 Agustus 2022 ditetapkan tersangka disusul surat dari polisi,” ucapnya.
HW mengaku tidak mengetahui terkait adanya kasus dugaan korupsi. Pasalnya, dia hanya sebagai Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) atau melaksanakan pekerjaan sesuai arahan dari pimpinan.
Mengenai pembelian tanah, sebelumnya objek tanah tersebut sudah dinilai oleh apraisal (pihak ketiga) yang berkompeten untuk mengonfirmasikan status sampai dengan harga tanah tersebut yang menjadi acuan oleh pemerintah daerah.
Hal tersebut dimaksudkan untuk mengambil keputusan terkait legalitas dan kewajaran dari harga tanah tersebut sebagaimana ketentuan yang berlaku.
“Secara teknis, kita bekerja sudah seusai peraturan dan atas petunjuk pimpinan,” terangnya.
Apalagi, proses jual beli tanah tersebut diketahui pimpinan. Sesuai struktur organisasi pemerintahan bahwa kepala dinas yang mengetahui, menyetujui, dan keputusan atas pengeluaran anggaran.
“Saat ini yang saya tahu hanya saya (PPTK) dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) yang ditetapkan tersangka,” ungkap HW.
Pihaknya tak pernah menyangka bakal jadi tersangka, alasannya lantaran HW hanya bekerja sebagai pelaksana teknis berdasarkan perintah dan arahan dari pimpinan.
HW meminta agar proses hukum yang berjalan benar-benar sesuai berdasarkan undang-undang.
“Saya minta keadilan yang seadil-adilnya, karena saya hanya menjalankan perintah atasan,” pungkasnya.
Terpisah, Kasatreskrim Polres HSS AKP Matnur menjelaskan bahwa pihaknya sudah mendapatkan bukti-bukti hasil penyidikan kasus korupsi pengadaan tanah aset daerah tersebut.
“Sudah masuk ke tahap penetapan tersangka. Kita memiliki tiga alat bukti,” jelasnya.
Diketahui, permasalahan jual beli tanah di RT 2, RW 1 Desa Hulu Banyu, Kecamatan Loksado tersebut sebelumnya pernah disidangkan pada Pengadilan Negeri (PN) Kandangan dalam gugatan yang diajukan pemerintah daerah kepada pemilik tanah.
Dalam gugatan yang diajukan pemerintah daerah tersebut, ternyata tanah yang dijual statusnya masuk dalam kawasan hutan lindung.
Sedangkan putusan PN Kandangan Nomor 1/Pdt.G/2022/PN Kgn sebagai mana yang telah diberitakan, majelis hakim menjatuhkan putusan gugatan tidak dapat diterima atau NO.
Pertimbangannya, pemerintah daerah tidak menunjukkan bukti bahwa tanah yang dibeli berstatus hutan lindung dari instansi berwenang yakni Badan Pertanahan Nasional.
Majelis hakim juga mempertimbangkan bahwa seharusnya gugatan tersebut tidak perlu diajukan karena tanah yang dibeli jika benar-benar berstatus hutan lindung maka bisa dikonversi sebagaimana keterangan pihak notaris saat diperiksa sebagai saksi persidangan.
Pasalnya, tujuan pembelian tanah sesuai dengan tujuan yakni untuk pengembangan wisata alam Objek Wisata Air Panas Tanuhi Loksado.