bakabar.com, MARABAHAN – Kendati bukan lagi pilihan utama bahan bangunan, sejumlah pengrajin atap daun rumbia masih bertahan di Barito Kuala.
Memang dibandingkan seng, asbes hingga sirap sekalipun, atap daun rumbia memiliki ketahanan yang terbilang rendah.
Oleh karena terbuat dari tumbuhan, atap daun rumbia juga rentan terbakar, terutama yang berumur lebih dari 5 tahun.
Namun demikian, sejumlah pembuat atap daun rumbia masih banyak ditemui di Batola. Salah satunya di Desa Anjir Serapat Muara Kecamatan Anjir Muara.
Kebanyakan pembuat atap daun rumbia dari kalangan ibu-ibu rumah tangga. Biasanya mereka mulai bekerja, ketika intensitas pekerjaan di sawah mulai berkurang.
“Lumayan untuk menambah penghasilan, terutama kalau pekerjaan di sawah sudah tidak terlalu banyak,” papar Nita, salah seorang pembuat atau daun rumbia.
Satu lembar atap daun rumbia dijual seharga Rp1.000. Kalau dikerjakan terus-menerus, mereka mampu membuat minimal 2.000 lembar per bulan atau menghasilkan pendapatan Rp200 ribu.
“Kami sudah turun-temurun membuat atap daun rumbia. Saya sendiri sudah sekitar 20 tahun menjalani usaha ini,” jelas Nita.
Tidak hanya daun, rumbia yang sudah tua dan mengandung sagu, dapat dijual seharga Rp60 ribu sampai dengan Rp80 ribu.
“Sampai sekarang kami belum kekurangan bahan baku. Selain di belakang rumah, banyak pohon rumbia di pinggir jalan dan sungai,” sahut Suriah, Kepala Desa Anjir Serapat Muara.
Pemasaran dilakukan di pasar-pasar terdekat. Juga tidak jarang konsumen datang sendiri dan membeli ribuan lembar atap daun rumbia.
“Memang atap daun rumbia sudah jarang dipakai untuk rumah tinggal. Biasanya kami memakai atap daun untuk pondok di sawah atau kandang ternak,” beber Mujahidin, salah seorang pembeli dari Alalak.
“Selain ringan dan cukup baik menahan panas, atap daun rumbia lebih murah ketimbang seng atau asbes,” tandasnya.