bakabar.com, BARABAI – Berkas perkara kasus dugaan pembunuhan 2 anak kandung di Kecamatan Batu Benawa Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST) dinyatakan lengkap atau P-21.
Sesuai Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana atau KUHAP, suatu perkara jika sudah dinyatakan P-21 maka masuk tahap 2.
Pada tahap 2 ini, penyidik Polres HST menyerahkan tanggung jawab tersangka dan barang bukti perkara kepada Jaksa Penuntut Umum atau PU.
“Ini sudah sesuai hukum acara. Setelah berkas perkara lengkap, formil dan materil maka PU mengeluarkan P-21. Kemudian akan dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Barabai untuk disidang,” kata JPU, Prihanida Dwi Saputra, di Rutan Barabai, Kamis (4/3).
Penyerahan tersangka dan barang bukti dilakukan di ruang rapat Rumah Tahanan (Rutan) Kelas II Barabai, Kamis siang.
Baca di halaman selanjutnya, proses tahap 2 di Rutan Barabai berlangsung dramatis….
Sebelum benar-benar menerima tanggung jawab tadi, Jaksa yang akrab disapa Mas Han ini menjelaskan, PU akan memeriksa dan meneliti tersangka serta barang bukti maupun kelengkapan lainnya.
Hal itu dilakukan untuk memastikan kesesuaian dengan berkas yang diterima PU. “Makanya pada tahap 2 ini kita tanyai [tersangka],” kata Mas Han.
Tersangka, sang ibu atau Sutarti (27) saat proses tahap 2 itu nampak didampingi seorang dokter spesialis ahli kejiwaan dari RS di Kandangan, Sofyan Nata Siragih, Penasihat Hukum (PH) Achmad Gazali Noor, penyidik Polres dan Jaksa dari Kejari HST
Sekitar satu jam mereka menanyai Sutarti di ruang rapat Rutan itu. Terhitung sejak pukul 11.30 hingga 12.30 Wita.
Sutarti nampak fasih menjawab dengan bahasa Indonesia, terutama ketika ditanyai beberapa hal terkait kehidupannya dan kejadian November 2020 lalu.
Hanya saja jawabannya meracau. Terkadang dia menggunakan aksen melayu ketika menjawab pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan ke dia.
Sesekali dia menangis ketika memberikan jawaban. Bahkan ketika hendak mengakhiri tanya jawab, Sutarti nampak enggan kembali ke dalam ruang tahanannya.
Perlu waktu untuk membujuk, barulah Sutarti mau mengikuti agar kembali ke dalam ruang tahanannya.
Soal kondisi kejiwaan Sutarti, Mas Han menjelaskan akan diungkap di dalam persidangan.
“Jadi dalam Pasal 44 KUHP, orang tidak dapat diminta pertanggungjawaban atas perbuatannya karena gangguan jiwa atau pertumbuhan akalnya tidak sehat, tidak dipidana. Tapi pada Ayat 2 dijelaskan sebagai gantinya akan direhabilitasi di RS Jiwa paling lama satu tahun,” jelasnya.
Meskipun demikian, lanjut dia, persidangan tetap dilaksanakan. Hal ini dilakukan untuk membuktikan perbuatan yang dilakukan Sutarti.
“Dibuktikan tindak kriminalnya dulu, setelah tindak pidana terbukti, kita lihat responsbeliti-nya. Orang ini bisa tidak diminta pertanggungjawaban. Kalau tidak bisa baru direhabilitasi,” terang Mas Han.
Melihat kondisi Sutarti yang masih sering meracau apakah memungkinkan untuk dibawa ke persidangan?
“Makanya kita minta bantuan ahli jiwa. Tinggal Hakim, apakah nanti disidang langsung mengeluarkan penetapan rehab atau seperti sidang kasus nabi palsu [yang disidangkan beberapa kali],” terang Mas Han.
Lalu kapan Sutrati akan dibawa ke meja hijau?
“Segera berkas akan dilimpahkan ke pengadilan dan disidangkan,” tutup Mas Han.
Seperti diberitakan sebelumnya, dua bocah ditemukan tak bernyawa di kediamannya.
Ironisnya, bocah laki-laki dan perempuan itu ditemukan tanpa memakai busana dengan sang ibu.
Anak Sutarti, MNH (6) dan SNH (4) ditemukan setelah warga setempat yang disaksikan anggota Polres HST mendobrak pintu rumahnya di Desa Pagat RT 8 Kecamatan Batu Benawa, Hulu Sungai Tengah (HST), Rabu (25/11) sore.
Dua bocah itu diduga dibunuh oleh ibu kandungnya sendiri, Sutarti.
Warga menduga Sutarti nekad membunuh dua anaknya tersebut lantaran mengalami depresi.
Dugaan itu terlintas lantaran kondisi Sutarti saat ditemukan dalam keaadaan tanpa busana bersama dua anaknya dan mengoceh tak jelas.
Hingga saat hendak diamankan pihak kepolisian pun, dia masih meranyau tak jelas.
“Kalau dibilang depresi, ya harus dibuktikan dulu. Sekarang masih dalam proses observasi kejiwaan,” kata Dany.
Berdasarkan hasil visum et repertum pada tubuh dua bocah atau anak kandung Sutarti, tidak didapati tanda-tanda kekerasan.
Dikatakan Dany, lama kematian MNH dan SNH berkisar antara 4 sampai 8 jam.
Penyebab kematian anak laki-laki dan perempuan Sutarti itu disebutkan mati lemas. Diduga akibat mulut dan hidung kedua bocah itu dibekap.
“Tanda mati lemas karena kehabisan oksigen,” terang Dany.
Mendalami kasus ini, penyidik Polres HST sudah memeriksa 5 saksi. Namun polisi tidak membeberkan siapa saja yang telah diperiksa.
Informasi yang dihimpun bakabar.com, dua di antara saksi itu masih belia. Yakni, AN (15) dan RI (9).
Kaka beradik inilah saksi kunci atas kejadian itu. Mereka mendapati dua adik tirinya, MNH (6) dan SNH (4) sudah tak bernyawa di kamar rumah ibu kandungnya sendiri sekitar pukul 09.00-10.00 di Desa Pagat RT 8, Rabu (25/11).
Runtut kejadian diceritakan paman saksi, Ipul (50) yang juga adik ipar Sutarti. Dia baru tau kronologis kejadiaan setelah RI menceritakan kesaksiannya kepada penyidik.
“Dari yang saya dengar, mulanya anak kandungnya yang laki-laki, tubuhnya dibalut menggunakan kain. Kemudian dari leher hingga kepala juga diikat kain, seperti mayat,” ujar Ipul.
Kemudian, anak yang perempuan masih berumur 4 tahun. Dari pengakuannya, mulut dan hidung bocah ini ditutup menggunakan tangan.
“Melihat hal itu, anak tirinya jadi lari ke tempat saya tanpa menggunakan baju tadi. Mungkin karena saking takutnya. Tapi waktu itu dia tidak bicara apa-apa sampai saya antar ke rumah keluarganya di Waki (salah satu desa di Kecamatan Hantakan),” tutup Ipul.
Pascakejadian itu, kejiwaan Sutarti diobservasi di RS Kandangan oleh dokter spesialis ahli di bidangnya.
Selama 3 minggu diobservasi, dokter kejiwaan di RS Kandangan itu baru bisa menyimpulkan hasilnya.
“Berdasarkan hasil observasi yang kami terima, sesuai hasilnya, tersangka memang mengalami gangguan jiwa,” kata Kasat Reskrim Polres HST, AKP Dany Sulistiono pada bakabar.com, Kamis (17/12/2020) silam.
Atas perbuatan itu, Sutarti dijerat Pasal 80 Ayat 3 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Penyidik Polres HST pun telah melimpahkan berkas kasus ini ke Kejari setempat.
“Kita sudah tahap satu, berkas sudah dikirimkan ke Kejaksaan Negeri (Kejari) HST per 23 Desember tadi,” terang Dani.
Kasi Tipidum Kejari HST, Herlinda melalui salah satu Jaksa Penuntut Umum (JPU) kasus ini, Prihanida Dwi Saputra menyebutkan telah melakukan penelitian atas perkara itu.
Jaksa pun telah memeriksa kelengkapan formil dan materilnya agar bisa dinyatakan P-21 atau hasil penyidikan bisa dinyatakan sudah lengkap.
Hal itu dilakukan agar penyidik Polres HST bisa menyerahkan tanggung jawab atas tersangka dan barang buÄ·ti kepada JPU atau Penuntut Umum (PU).
Dengan demikian, perkara atau kasus ini bisa segera disidangkan di Pengadilan Barabai untuk mendapatkan kepastian hukum.
“Kita sudah proses tahap 2 atas perkara itu,” terang Jaksa yang kerap disapa Mas Han kepada bakabar.com, Kamis (4/3) sore.
Pada proses tahap 2 ini kejaksaan akan memeriksa barang bukti maupun identitas tersangka serta kelengkapan lainnya.