bakabar.com, BARABAI – Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Kalsel telah memenangkan kasasi di Mahkamah Agung (MA). Sayangnya, hingga kini Walhi belum menerima salinan putusan itu.
Sesuai perkara bernomor 369-K/TUN/LH/2019,MA memutus Kabul kasasi, judex facti, adili sendiri, kabul gugatan dan batal objek sengketa yang tertera di websitenya 15 Oktober 2019.
Kabulnya kasasi itu terkait perkara rencana penambangan PT Mantimin Coal Mining (MCM) di Sehunjuran Meratus yang berada di Batang Alai Timur, Hulu Sungai Tengah (HST).
Namun sejatinya, Meratus,khususnya di HST masih jauh dari kata aman terhadap pengrusakan.
Bupati HST, HA Chairansyah mengatakan keputusan MA yang mengabulkan kasasi dari Walhi, memang tidak menjamin hilangnya pertambangan di Bumi Murakata.
Dengan gamblang bupati mengatakan, jika izin diberikan, disesuaikan dan disepakati maka itu (pertambangan) bisa dilaksanakan.
“Yang menjamin itu keputusan pemerintah. Kalau pemerintah konsisten menyelamatkan Meratus maka ini akan berlanjut (tidak ada pertambangan),” kata bupati dijumpaibakabar.comdi akhir jam kantor di depan ruang kerjanya belum lama ini.
Bupati mengharapkan tidak hanya pemerintah daerah, Walhi dan masyarakat saja yang konsisten menyelamatkan Meratus, tapi juga tingkat provinsi hingga pusat.
“Sepanjang menjadi kewenangan pemerintah daerah HST, kami akan mendengar suara rakyat,” tegas bupati.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Perhubungan (DLHP) M Yani sudah menyiapkan kajian-kajian tentang analisis dampak lingkungan (amdal).
Rencananya, Yani yang selama ini juga getol menjaga lingkungan,akan bertandang ke Kementerian ESDMbersama anggota DPRD HST .
“Kamis ini (16/1) kami konfrensi pers nasional menyampaikan kajian itu ke Kementerian,” kata Yani.
Ada dua hasil kajian yang nantinya dibawa ke kementrian itu yakni hasil kajian dampak yang ditimbulkan oleh PT MCM dan AGM jika melakukan pertambangan di HST.
“Hasil kajian ini kerja sama antara pemerintah HST dengan Tim Peneliti Lingkungan Hidup dari Universitas Lambung Mangkurat,” kata Yani.
Meminjam data Walhi, untuk batubara selain PT MCM ada lagi PT Antang Gunung Meratus (AGM). Di HST, perusahaan itu juga memiliki PKP2B.
Dibandingkan MCM yang memiliki izin 1995 hektare PKP2B di Batang Alai Timur, Blok Batu Tangga, Nateh dan Pambakulan, rupanya AGM lebih besar yakni, 3298,57 hektare izin tambang di HST.
PKP2B itu meliputi 5 kecamatan yakni, Batang Alai Selatan 470,12 hektare, Batu Benawa 1197,95 hektare, Hantakan 316,11 hektare, Haruyan 1314,12 hektare dan Labuan Amas Selatan 0,28 hektare.
“Perjuangan kita masih panjang. Masih ada pertambangan batubara yang perusahaannya memiliki PKP2B. Selain itu juga masih banyak yang sifatnya merusak Meratus, seperti tambang emas, biji besi, perkebunan monokultur, dan lainnya,” ujar Direktur Eksekutif Walhi Kalsel, Kisworo Dwi Cahyono dihubungibakabar.combelum lama ini.
Walaupun Meratus dijadikan Geopark, kata Kis, bahkan statusnya bakal dinaikkan menjadi internasional dan diakui Unesco, tidak bisa menjawab tuntutan Save Meratus.
“Keputusan untuk dijadikan geopark itu tidak melibatkan masyarakat adat di Meratus. Bagaimana jika geositenya itu wilayah keramat masyarakat adat? Nantinya ini juga akan bermasalah di sisi lain,” kata Kis.
Sebab tuntutan dari gerakan Save Meratus tidak hanya menyangkut tambang dan perkebunan monokultur. Pada gerakan masyarakat itu ada juga tuntutan agar wilayah adat di Meratus diakui dan disejahterakan.
“Di sini kita memerlukan sinergi dari pemerintah daerah membuat kebijakan dan dimuat dalam RPJMD dan RTRW,” kata Kis.
Setidaknya, lanjut Kis, gugatan-gugatan yang pernah dilayangkan adalah strategi gerakan menuju kemenangan. Save Meratus akan terus digaungkan.
“Kita akan terus melawan, Meratus bisa diselamatkan. Karena kita NKRI, yang mengayomi, melindungi masyarakatnnya bukan untuk negara kesatuan untuk para investor yang merugikan itu,”seru Kis.
Baca Juga: Sudian Noor Ingatkan Semua Pihak Siaga Bencana
Baca Juga: Sekda Optimistis Kalsel Sukses Gelar HPN
Reporter: HN LazuardiEditor: Syarif