Kalsel

Banjir Kalsel, Kerugian Petani Diperkirakan Lebih dari Rp 216 Miliar

apahabar.com, BANJARBARU – Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) menyebut kerugian petani akibat banjir di Kalimantan…

Featured-Image
Banjir yang melanda Kalsel awal tahun ini menyebabkan ratusan ribu jiwa terdampak, selain itu ratusan ribu hektare lahan pertanian juga terdampak. Foto: Istimewa

bakabar.com, BANJARBARU – Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) menyebut kerugian petani akibat banjir di Kalimantan Selatan (Kalsel) diperkirakan mencapai lebih Rp 216,266 miliar.

Namun hal itu diluruskan oleh ketua Dewan Pengurus Wilayah (DPW) Serikat Petani Indonesia (SPI) Kalimantan Selatan (Kalsel), Dwi Putera.

Dwi mengatakan, estimasi kerugian petani bukan hanya dari produk pertaniannya saja.

Menurut Dwi, kerugian petani harus dihitung juga dari kerusakan peralatan dan lahan pertanian seperti, traktor, galangan sawah yang jebol dan rata sama tanah akibat diterjang arus air, serta sisa lumpur juga sampah-sampah plastik yang mencemari lahan pertanian.

“Lalu kerugian petani keramba, kolam dan jala apung yang juga rusak atau hanyut dibawa arus banjir. Jadi angka perkiraan kerugian sebesar Rp 216,266 miliar bisa lebih besar lagi,” ujar Dwi dari pers rilis yang diterima bakabar.com, Minggu (31/1).

Dwi mengatakan, mengingat sektor pertanian pamngan ini sangat penting untuk memenuhi kebutuhan pangan seluruh masyarakat Kalsel baik disaat bencana maupun pascabencana.

“Maka kami DPW SPI Kalsel meminta Pemerintah memasukkan ganti rugi dan perbaikan/rehabilitasi lahan pertanian jadi prioritas utama. Sesuai dengan UU No 41 tahun 2009 tentang Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan dan UU No 19 tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani,” kata Dwi.

Melihat pernyataan Menteri Pertanian dibeberapa media, yang hanya akan menyiapkan bantuan bibit kepada petani terdampak banjir dan bantuan sembako di saat bencana, ujar Dwi, sangatlah jauh dari harapan para petani.

“Di mana dampak bencana ekologis ini sebagian aktornya adalah Pemerintah lewat aparatur penyelenggara negaranya yaitu lewat kebijakan-kebijakan mempermudah perizinan korporasi mengeksploitasi alam secara besar-besaran sehingga Kalsel jadi darurat bencana ekologis,” kata Dwi lagi.

Pihaknya meminta Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah harus sudah merancang program kerja rehabilitasi lahan pertanian lewat proyek-proyek padat karya yang wajib melibatkan para petani mulai dari merancang program maupun pada saat pengerjaan proyek padat karya tersebut.

“Peran para petani sangat mutlak dibutuhkan dalam hal ini, mengingat sebagian lahan pertanian di Kalimantan Selatan berada di lahan rawa gambut yang butuh kearifan pengetahuan lokal yang hanya dimiliki oleh para petani,” kata Dwi.

Jika Pemerintah mengabaikan, lanjut Dwi, hal ini akan berdampak vatal pada saat rehabilitasi lahan pertanian.

Di mana, hal itu sudah banyak contoh program proyek cetak sawah baru yang diselenggarakan baik oleh Pemerintah pusat maupun Pemerintah Daerah yang gagal memenuhi target produksi akibat tidak melibatkan peran petani dengan kearifan pengetahuan lokalnya dibidang pertanian.

“Selain itu kami juga berharap Bapak Presiden Jokowi untuk menyiapkan program bantuan khusus ekonomi kepada para petani dan masyarakat korban bencana ekologis di kalsel ini,” katanya.
“Mengingat pasca-bencana nanti untuk memulai lagi menanam tanaman pangan sampai panen membutuhkan waktu yang tidak singkat. Jadi untuk pemenuhan kebutuhan hidup para keluarga petani selama proses tersebut tetap perlu dibantu,” tandas Dwi Putera

Berdasarkan rilis BPPT pada 22 Januari lalu, menyebutkan estimasi dampak kerugian bencana banjir Kalsel sebesar Rp 1,349 triliun yang terdiri dari sektor pendidikan sekitar Rp 30,446 miliar, sektor kesehatan dan perlindungan sosial sekitar Rp 46,533 miliar, sektor produktivitas masyarakat sekitar Rp 604,562 miliar dan sektor pertanian sekitar Rp 216,266 miliar.

Untuk perhitungan sektor pertanian, BPPT mengacu data luas area yang tergenang berdasarkan citra spasial dan data penggunaan lahan berdasarkan peta Rupa Bumi Indonesia (RBI).

Kemudian data umur padi dari Kerangka Sample Area (KSA) Badan Pusat Statistik serta data-data yang tertuang dalam peraturan daerah.

Sektor Pertanian perhitungan dilakukan untuk mengetahui perkiraan nilai kerugian gagal panen akibat lahan sawah yang tergenang, selain itu perhitungan juga untuk mengetahui kerugian petani akibat hilangnya ikan yang sedang dibudidaya di empang, kolam dan tambak.(*)



Komentar
Banner
Banner