Hot Borneo

Banjarbaru Kembali Masuk PPKM Level 3, Begini Tanggapan Ahli Epidemiolog

apahabar.com, BANJARBARU – Kota Banjarbaru kembali masuk dalam Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) level 3. Hal…

Featured-Image
Ilustrasi, vaksinasi anak yang diselenggarakan BINDA Kalsel bekerja sama dengan Pemkot Banjarbaru. Foto-apahabar.com/Nurul Mufidah.

bakabar.com, BANJARBARU – Kota Banjarbaru kembali masuk dalam Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) level 3.

Hal itu tertulis dalam Intruksi Menteri Dalam Negeri terbaru, nomor 23 tahun 2022.

Disebutkan, wilayah Kabupaten/Kota dengan kriteria level 1 yaitu Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Kabupaten Tabalong, dan Kabupaten Tanah Bumbu. Lalu, level 2 yaitu Kabupaten Tanah Laut, Kabupaten Kotabaru, Kabupaten Banjar, Kabupaten Barito Kuala, Kabupaten Tapin, Kabupaten Hulu Sungai Utara, dan Kabupaten Balangan. Dan, level 3 yaitu Kota Banjarmasin dan Kota Banjarbaru.

Adapun Inmendagri terbaru berlaku sejak 26 April hingga 9 Mei 2022.

Ihwal ini, dibenarkan Koordinator Tim Surveilens Epidemiologi Penanggulangan Wabah Corona Virus Disease Dinas Kesehatan Kota Banjarbaru, Edi Sampana.

“Betul,” ujarnya kepada bakabar.com Selasa (26/4). Namun, menurutnya penetapan Banjarbaru di PPKM level 3 ini sedikit aneh. Sebab vaksinasi di kota Idaman cukup baik dan kasus harian rendah.

“Kita hanya bisa menduga-duga kenapa PPKM Banjarbaru naik menjadi level 3 lagi,” tambahnya.

Dugaan pertama, mungkin penyebabnya adalah jumlah tes Covid-19 yang dilakukan per hari jauh di bawah saran Inmendagri yakni minimal 40 tes per hari. Kedua, karena jumlah tracing Covid-19 rendah, karena minimal 14 kontak erat diwawancarai bila menemukan 1 kasus Covid-19. Namun di Banjarbaru masih kurang dari itu. Karena, lanjutnya jika dilihat dari data assesmen situasi pandemi Covid-19 per 24 April. Dari 8 indikator, hanya indikator tracing yang tidak masuk kategori memadai.

“Indikator tracing masih terbatas. Artinya yang diwawancarai dan dilanjutkan dengan dites sangat rendah, tidak sampai 14 orang per 1 kasus positif,” jelasnya.

Kemudian, kata Edi kalau jumlah tes yang dilakukan sedikit dan jumlah kasus terdeteksi sedikit, orang patut curiga bahwa data kasus itu tidak menunjukkan angka yang sebenarnya.

“(Mungkin) orang curiga, sebenarnya kasusnya banyak, tetapi karena tes yang dilakukan sedikit, maka kelihatannya kasus sedikit,” terangnya.

Alasan tracing rendah karena banyak kontak erat menolak diwawancarai dan dites. Meski begitu, ia mengupayakan ke depan akan meningkatkan tracing agar level PPKM di Ibu Kota Provinsi dapat kembali turun.



Komentar
Banner
Banner