bakabar.com, KANDANGAN – Wisata Bamboo Rafting di Loksado, Kabupaten Hulu Sungai Selatan (HSS) mulai beroperasi lagi. Para joki pun mulai kembali dapatkan penghasilannya.
Sebelum pandemi Covid-19 ini, tiap akhir pekan banyak "lanting" yang ditanjak (dikemudikan) mengarungi Sungai Amandit, menuju desa Hulu Banyu. Hal itu, merupakan pariwisata unggulan Loksado yang disebut Bamboo Rafting.
Akibat pandemi ini, sebagian besar pariwisata di Loksado, terutama Bamboo Rafting mengalami penurunan drastis.
Sejak Maret lalu, wisatawan hanya sedikit yang datang ke Loksado. Bahkan, tidak ada sama sekali di akhir pekan atau hari libur. Meski demikian, ada sesekali satu-dua orang wisatawan yang naik bamboo rafting.
“Sangat sepi beberapa bulan ini, kami sangat terdampak,” ucap Rudi, salah seorang joki Bamboo Rafting Loksado.
Berkurangnya wisatawan, karena penutupan pariwisata oleh pemerintah serta pelarangan orang luar masuk ke Loksado oleh warga setempat.
Para joki Bamboo Rafting bersyukur, hasil alam melimpah di daerah mampu membuat mereka mampu bertahan.
“Kami selama sepi pengunjung ini hanya bertani dan berkebun, masih bisa untuk membeli makan sehari-hari,” ungkap pria 52 tahun itu.
Kendati demikian, pendapatan dari pertanian tidak bisa dihasilkan dalam hitungan hari. Sebab, mereka terbiasa menggantungkan hidup penghasilan per hari.
Akan tetapi ungkapnya, bantuan pemerintah melalui BLT juga mengalir bagi para warga terdampak, seperti joki Bamboo Rafting.
Sejak awal Agustus ini, sudah ada kelonggaran dari masyarakat. Ada inisiatif, untuk membuka sepenuhnya layanan Bamboo Rafting. Sehingga, saat ini mulai bertambah jumlah wisatawan yang memakai jasa Bamboo Rafting.
Wisatawan dari berbagai daerah, seperti dari Banjarmasin sebutnya, mulai ramai berdatangan.
“Saat akhir pekan, joki di sini kembali kedapatan semua oleh wisatawan yang memakai jasanya,” ungkapnya.
Satu buah lanting bisa mengangkut maksimal 3 penumpang. Jasa sewa satu buah lanting beserta seorang joki, dihargai 300 ribu rupiah.
Demi keamanan, dianjurkan memakai pelampung dengan biaya tambahan 30 ribu rupiah bagi 3 orang penumpangnya.
Uang 300 ribu rupiah tidak mutlak didapatkan seorang joki, tiap satu kali melabuhkan lantingnya.
Sampai di finish, yakni Dermaga Niih di desa Hulu Banyu, lanting bambu kembali diangkut menuju Loksado. Hal itulah yang membutuhkan biaya lain, bagi para joki.
Jasa mengkat bambu dari sungai biayanya 45 ribu rupiah, lalu mengangkut menggunakan mobil pickup menuju Loksado 75 ribu rupiah.
Belum lagi, jika ada yang memakai calo yang diberi bagian serta adapula yang memakai bambu milik orang yang disewa.
Jumlah joki aktif sekitar 20-an orang. Sehingga, para joki juga harus bergiliran dalam membawa wisatawan.
Adanya perputaran uang itu, sehingga tak hanya joki lanting yang terdampak di kala pariwisata lesu. Melainkan jasa-jasa lainnya, termasuk penginapan.
Kepala Bidang (Kabid) Pariwisata, Dinas Pemuda, Olahraga dan Pariwisata (Disporapar) Kabupaten HSS, Moh Zakir Maulidi menjelaskan, secara resmi pihaknya belum membuka kawasan pariwisata.
Terkait masyarakat yang mulai membuka layanan Bamboo Rafting, ia tidak mempermasalahkan, asalkan dengan memperhatikan pencegahan Covid-19.
“Kami mengapresiasi saja, mereka sambil jalan menerapkan protokol pencegahan Covid-19,” ucap Zakir, Selasa (11/8) kemarin.
Zakir berharap, penerapan protokol kesehatan itu akan menjadi pola. Sehingga, jika pariwisata benar-benar dibuka akan sudah siap.
Editor: Muhammad Bulkini