Borneo Hits

Alasan Kemenag Belum Cabut Izin Madrasah Diniyah di Martapura Terkait Kasus Pencabulan

Oknum pimpinan salah satu madrasah sebelumnya disebutkan pondok pesntren di Martapura, (MR) ditetapkan sebagai tersangka kasus pencabulan terhadap muridnya bebe

Featured-Image
Priorotaskan pendidikan santri jadi alasan belum dicabutnya izin opersional madrasah yang tersandung kasus pencabulan. Foto: iStock

bakabar.com, MARTAPURA - Meski terbukti bermasalah, Kementerian Agama (Kemenag) Banjar belum mencabut izin opersional madrasah yang dicoreng oknum pimpinan.

Oknum berinisial MR telah ditetapkan sebagai tersangka kasus pencabulan terhadap sejumlah siswa beberapa waktu lalu.

Lantaran kasus itu, Kepala Kanwil Kementerian Agama Kalimantan Selatan, Muhammad Tambrin, meminta Kemenag Banjar agar mencabut izin operasional madrasah tersebut.

Namun Kemenag Banjar belum mencabut izin opersional madrasah dimaksud. Terdapat beberapa alasan yang menyebabkan mereka belum mencabut operasional madrasah tersebut.

Dijelaskan Kasi Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren di Kemenag Banjar, Akhmad Shaufie, terdapat mekanisme dan syarat khusus kalau memang ingin mencabut izin operasionalnya

"Hal itu sudah ada aturan baku di Kemenag," tuturnya.

"Kami juga belum menerina instruksi tertulis dari Kakanwil, meski beliau sudah menyampaikan secara lisan soal permintaan pencabutan izin opersional itu," sambunya.

Menurut Shaufie, dalam kasus pencabulan tersebut, yang bersalah adalah oknum pimpinan. Bukan sekolahnya. Pencabutan izin operasional pun akan berdampak besar bagi madrasah.

“Ratusan peserta didik di sana akan terkena dampaknya. Mereka masih perlu tempat untuk menimba ilmu. Ini yang perlu dipertimbangkan dengan matang," papar Shaufie.

"Hal ini akan segera kami jelaskan ke Kakanwil. Sebagai pembina, keberlanjutan pendidikan santri menjadi priotas," imbuhnya.

Sebelumnya, MR (42) sendiri ditetapkan sebagai tersangka kasus pencabulan setelah mendapatkan laporan dan pengakuan dari terlapor.

Dari kasus tersebut, sedikitnya ada 20 santri yang menjadi korban. Jumlah itu berdasarkan pengakuan pelaku. Polisi melakukan pendalaman.

Atas perbutan tersebut, MR dijerat Pasal 82 Undang-Undang Perlindungan Anak dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara.

Editor


Komentar
Banner
Banner