bakabar.com, BANJARMASIN - Tiga kandidat bersaing dalam Pemilihan Rektor (Pilrek) Universitas Islam Negeri (UIN) Antasari Banjarmasin. Ada nama Prof Fahmi Al-Amruzi, Prof Mahyuddin Barni, dan tentu saja petahana Prof Mujiburrahman.
Siang kemarin, mereka menerima hasil pertimbangan kualitatif dari panitia. Artinya, memenuhi syarat dan berhak memasuki tahapan selanjutnya.
Wakil Ketua Dewan Eksekutif Mahasiswa UIN Antasari Banjarmasin Arbani menilai sosok rektor terpilih mesti demokratis. Melibatkan mahasiswa dalam setiap pengambilan keputusan strategis.
"Jangan sampai kami seolah tidak dianggap ada," ujarnya kepada bakabar.com, Kamis malam (29/7).
Selain demokratis, rektor terpilih jangan elitis. Proaktif membuka ruang diskusi antar-para civitas akademik. Dari sana ia berharap hubungan mahasiswa dan pejabat kampus tak kaku.
Tak kalah pentingnya, sambung dia, mendukung setiap langkah mahasiswa saat menjalankan peran tugas dan tanggung jawab mengontrol kebijakan publik.
"Misalnya tidak melarang atau bahkan menghalang-halangi mahasiswa untuk melakukan demonstrasi atau gerakan advokasi terhadap kepentingan mahasiswa,"paparnya.
Catatan lainnya, DEMA meminta rektor terpilih mengangkat wakil, maupun dekan [ketua jurusan] yang memahami kebebaasan mimbar. Terlebih orang yang bakal mengisi pos wakil rektor III yang membidangi kemahasiswaan.
"Seseorang yang tidak segan untuk duduk bersama dengan mahasiswa. Seseorang yang tidak memperlakukan kami sebagai anak di setiap saat, apalagi diperlakukan seperti anak kecil. Itu yang kami pikir dibutuhkan kawan-kawan mahasiswa. Jangan sampai malah sebaliknya," katanya.
UIN Antasari, menurutnya saat ini juga butuh pembenahan di sistem pelayanan akademik dan non-akademik. Yang ramah dan berpihak kepada kepentingan mahasiswa.
"Bersikap terbuka dan transparan atas segala kebijakan dan segala informasi lainnya yang mana publik berhak untuk mengetahuinya, terutama mahasiswa," tegasnya.
Evaluasi Kinerja
Salinan evaluasi kinerja calon rektor beredar. Evaluasi diberikan sejumlah senat dalam rapat tertutup, baru tadi. Tak hanya Prof Mujib, dua kandidat lain, Prof Fahmi dan Prof Mahyuddin juga mendapat catatan.
“Kenapa petahana lebih banyak [catatan], karena dia sudah menjalankan. Sementara yang lain kan belum,” ujar Prof Fauzi Asteri, salah satu anggota senat dihubungi bakabar.com, Jumat (30/7) pagi.
Tak ada muatan politis dalam evaluasi tersebut. Murni evaluasi akademis.
“Yang memutuskan nanti menteri agama,” ujarnya.
Evaluasi berangkat dari pernyataan kualifikasi diri (PKD), Masing-masing kandidat diminta membuat PKD meliputi aspek moralitas, integritas, kepemimpinan, manajerial, hingga kompetensi dan reputasi akademisnya selama menjadi dosen atau akademisi di lingkup kampus.
“Kita menjalankan fungsi seperti legislator, nantinya rektor terpilih yang mengeksekusi. Ibarat masakan bagaimana bumbunya itu pas, tidak terlalu manis, atau pedas. Kita memberikan catatan sebagai bahan acuan, tinggal bagaimana yang terpilih nanti meramunya,” ujar Fauzi.
PKD juga meliputi aspek kerja sama nasional dan internasional. Di mana semua calon rektor harus mendeskripsikan pengalamannya dalam membangun kerja sama antar-perguruan tinggi dan lembaga lain dalam level nasional maupun internasional.
“Jadi mereka yang memenuhi syarat, wajib membuat PKD. Kita bukan untuk menguji, tapi lebih memberikan saran, koreksi, dan perbaikan-perbaikan,” ujar Fauzi.
Fauzi sendiri memberikan sederet catatan, antara lain mengenai pembangunan Gedung Layanan Terpadu dan Bekas Asrama Saranti 1&2, rekrutmen dosen PNS dan Non-PNS, hingga hubungan kampus dengan pemerintahan.
“Kemandirian UIN perlu didorong lagi. Sementara ini hubungan kampus dengan pemerintah sudah baik, komunikasi supaya lebih intens lagi,” ujar Fauzi.
Anggota senat lainnya, Prof Saifuddin Sabda mengaku belum puas dengan jawaban para calon rektor.
“Secara keilmuan, belum,” ujarnya dihubungi terpisah, Jumat siang.
Mestinya, menurut Sabda ketiga rektor itu memberikan gambaran lebih konkret bagaimana cara meningkatkan kualitas UIN Antasari.
Tahun 2007, saat masih bernama IAIN, UIN Antasari menjadi acuan Menteri Agama. Bahkan menduduki ranking 7 Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri se-Indonesia.
“Tahun 2007, waktu itu masih IAIN, kita sudah peringkat tujuh PTKM se-Indonesia,” katanya.
Berbeda dengan sekarang, UIN Antasari malah tercecer di peringkat di bawah 100 besar. Hal itulah yang kemudian ia pertanyakan, bagaimana strategi tiga calon rektor mengangkat kembali peringkat UIN.
“Turunnya peringkat universitas disebabkan oleh aspek akademik. Produk akademik yang dilahirkan oleh UIN, misalnya, tulisan kemudian disertasi,” tambahnya.
Ia sedikit bercerita alasan IAIN dulu berhasil menjadi kampus yang bergengsi, salah satunya dengan membuka akses jurnal ilmiah untuk masyarakat.
“Waktu saya wakil rektor 1, itu kita menguatkan jurnal dan E-DR, dulu itu kita buka sehingga banyak orang yang mengakses. Karya-karya dosen itu,” ujarnya.
Untuk diketahui, penyampaian PKD salah satu tahapan akhir dalam proses penjaringan calon rektor sebelum disampaikan ke Menteri Agama.
Hingga 6 Agustus mendatang, senat akan menyerahkan hasil pemberian pertimbangan kualitatif kepada rektor. Kemudian, 11-13 Agustus 2021, berkas para calon rektor diserahkan kepada Menteri Agama, Yaqut Cholil.
“Semua ketentuan diatur dalam Peraturan Menteri Agama RI Nomor 68 Tahun 2015 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Rektor dan ketua Pada Perguruan Tinggi Keagamaan yang Diselenggarakan oleh Pemerintah.
Serta Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Islam Kemenag RI Nomor 7293 Tahun 2015 tentang Pedoman Penjaringan, Pemberian Pertimbangan dan Penyeleksian Rektor/Ketua Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri Pada Kementerian Agama,” ujar Kasubbag Humas dan Informasi UIN Antasari Banjarmasin, Ali Akbar.