bakabar.com, MAGELANG - Sebanyak 14.000 siswa Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Kota Magelang menari Gundul-Gundul Pacul bersama-sama dengan mengusung tema Anak Terlindungi Indonesia Maju.
Kegiatan yang menjadi puncak rangkaian acara Hari Anak Nasional itu digelar di GOR Samapta Kota Magelang, Sabtu (2/9) pada pukul 08.00 WIB.
Ribuan siswa itu terlihat antusias, bahkan mereka berangkat sejak pukul 06.00 WIB dari rumah masing-masing menggunakan angkot dengan didampingi guru sekolah.
Kepala Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kota Megelang Imam Baihaqi menuturkan, tari Gundul-Gundul Pacul dipilih sebab memiliki filosofi yang unik. Sebagai informasi, gundul dalam bahasa Jawa artinya kepala, sedangkan pacul artinya bekerja.
Baca Juga: Peringati Hari Anak Nasional di Maluku, Cinta Laura Datang Tak Dibayar
"Diharapkan melalui tari ini, anak bisa memiliki tanggung jawab terhadap pekerjaan dan tetap rendah hati jika menjadi pemimpin di kemudian hari," terang Imam saat ditemui bakabar.com, Sabtu (2/9).
Selain itu, tarian tersebut merupakan sarana untuk mengenalkan sekaligus melestarikan budaya agar semakin diminati generasi muda, khususnya anak-anak.
Acara yang diikuti oleh siswa jenjang SD kelas 5 dan 6 serta SMP kelas 7 dan 8 itu juga dimeriahkan dengan sejumlah atraksi dan unjuk bakat yang ditampilkan oleh anak-anak. Unjuk bakat yang ditampilkan di antaranya pencak silat dari siswa luar biasa (SLB), menyanyi dan bermain biola.
Tak hanya itu, di puncak Hari Anak Nasional tahun ini, para siswa diberi kesempatan untuk menyampaikan sejumlah aspirasi kepada Wali Kota Magelang. Sebagian siswa menyampaikan aspirasi mereka berupa keinginan untuk dihapuskannya bullying dan radikalisme yang akhir-akhir ini marak di masyarakat.
Baca Juga: 23 Juli, dan Sejarah Peringatan Hari Anak Nasional
Seorang guru asal SD Negeri Gelangan Kota Magelang, Srimiyati, mengaku senang dan antusias dengan adanya acara tersebut. "Meskipun tarinya sederhana, mereka berlatih sudah hampir 1 minggu, bawa drum, dan alat musik, yel-yel dan lagu juga dibawakan dengan semangat," terangnya.
Dia menilai, acara tersebut sekaligus sebagai wahana baru untuk mengenali minat dan bakat para siswa terutama di bidang seni. Terbukti, para siswa diberi keleluasaan untuk mengkreasikan hiasan kepala dan kostum menggunakan kain batik sederhana.
Menurut Srimiyati, saat menari, seluruh siswa terlihat melebur tanpa membedakan suku, ras, dan agama. Acara itu semakin menunjukkan bahwa Magelang merupakan kota dengan toleransi yang sangat baik.
"Semoga agenda seperti ini bisa digelar pada kesempatan-kesempatan berikutnya, sehingga semua hak anak di Magelang benar-benar terpenuhi secara merata," pungkasnya.