Kasus Korupsi

Wali Kota Bima Resmi Tersangka Korupsi, KPK: Langsung Ditahan

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Wali Kota Bima periode 2018-2023, Muhammad Lutfi, sebagai tersangka.

KPK menetapkan Wali Kota Bima periode 2018-2023 sebagai tersangka dugaan korupsi pengadaan barang dan jasa, Kamis (5/10). (apahabar.com/Nandito Putra)

apahabar.com, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Wali Kota Bima periode 2018-2023, Muhammad Lutfi, sebagai tersangka.

Ketua KPK Firli Bahuri mengatakan Lutfi ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan barang dan jasa di lingkungan Pemerintah Kota (Pemkot) Bima.

Selain itu Lutfi juga diduga menerima gratifikasi di lingkungan Pemkot Bima. Kasus dugaan korupsi yang menjerat Lutfi berawal pada 2019 lalu. 

Firi menjelaskan ketika itu Lutfi bersama salah satu anggota keluarga intinya mulai mengkondisikan proyek-proyek yang akan dikerjakan oleh Pemerintah Kota Bima.

Baca Juga: KPK Sita Mobil Mewah dari Rumah Pribadi Mentan Limpo di Makassar

"Karena kebutuhan dan kepentingan proses penyidikan, tim penyidik menahan tersangka selama 20 hari pertama terhitung 5 Oktober 2023 sampai dengan 24 Oktober 2023 di Rutan KPK," Firli Bahuri di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Kamis (5/10).

Firli merinci, dalam penyelidikan, Lutfi meminta dokumen berbagai proyek yang ada di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Pemkot Bima.

Lutfi lalu menggunakan jabatannya untuk memerintahkan pejabat di Dinas PUPR dan BPBD untuk merancang proyek bernilai besar di rumah dinas Wali Kota Bima

Nilai proyek di Dinas PUPR dan BPBD Pemkot Bima untuk Tahun Anggaran 2019-2020 mencapai puluhan miliar rupiah.

Baca Juga: KPK Kembali Geledah Rumah Mentan SYL di Makassar

"Ada juga dugaan penerimaan gratifikasi dalam bentuk uang dari pihak lain dan penyidik akan terus melakukan pendalaman atas hal tersebut," kata Firli.

Firli mengatakan dalam proses tender sejumlah proyek, Lutfi juga diketahui memenankan pihak yang tidak berkompeten. Dalam hal ini Lutfi menerima gratifikasi sebesar Rp8,6 miliar dari para kontraktor yang dimenangkan.

Atas perbuatannya, Lutfi dijerat dengan Pasal 12 huruf (i) dan atau 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.